Banyak wanita yang
merasa berat badannya meningkat dengan lebih cepat dibanding pria,
terutama ketika mereka sudah memasuki masa menopause. Sebuah studi baru
yang dilakukan pada tikus oleh para peneliti di Ohio State University,
Amerika Serikat dapat menjelaskan mengapa hal itu dapat terjadi.
Menurut para peneliti, setelah menopause aktivitas enzim tertentu yang terlibat dalam produksi lemak, yaitu Aldh1a1 jadi meningkat. Enzim ini ditemukan baik pada manusia maupun tikus. Studi ini melakukan percobaan terhadap tikus betina yang diberi makan lemak tinggi ternyata memiliki aktivitas Aldh1a1 yang tinggi pula, serta memproduksi lemak perut yang lebih banyak daripada tikus jantan yang makan lemak tinggi.
Sebaliknya, tikus betina yang secara genetika telah direkayasa untuk memproduksi enzim Aldh1a1 lebih sedikit, maka akan lebih sedikit pula memproduksi lemak perut yang menyebabkan bobotnya cenderung tetap. Demikian menurut studi yang publikasikan dalam jurnal Diabetes edisi Januari ini.
Wanita sebelum mengalami menopause tubuhnya memproduksi hormon estrogen yang ternyata memiliki kemampuan untuk menekan aktivitas Aldh1a1. Hal inilah yang memungkinkan
wanita yang berusia lebih muda tidak terlalu terpengaruh oleh efek yang
tidak diinginkan dari enzim ini. Namun, setelah menopause, karena tubuh
wanita tidak lagi memproduksi estrogen, maka akan lebih rentan terhadap
kenaikan berat badan.
Peneliti
studi ini Ouliana Ziouzenkova, sekaligus asisten professor dari nutrisi
manusia di Ohio State University mengatakan, “dengan mengetahui fakta
ini, para peneliti mungkin dapat mampu untuk mengembangkan penanganan
obesitas khusus wanita dengan memfokuskan pada enzim Aldh1a1.”
Meskipun
demikian, penangan seperti ini masih belum bisa diterapkan dalam waktu
dekat. Hal ini dikarenakan percobaan masih dilakukan pada tikus,
sehingga para peneliti perlu mengadakan penelitian lebih lanjut efeknya
jika dilakukan pada manusia. Selain itu enzim Aldh1a1 termasuk enzim
penting bagi tubuh selain tugasnya yang memproduksi lemak. Maka enzim
ini pun tidak boleh sepenuhnya dihilangkan dari tubuh, ujar Ziouzenkova.
Sumber :
LiveScience
Tidak ada komentar:
Posting Komentar