Social Icons

Kamis, 10 Januari 2013

Asuhan Keperawatan Sirosis Hepatis


BAB I
TINJAUAN TEORITIS

1. LANDASAN TEORI
A.  PENGERTIAN
      Sirosis hepatis adalah stadium akhir penyakit hati menahun dimana secara anatomis didapatkan proses fibrosis dengan pembentukan nodul regenerasi dan nekrosis. Ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001).
Sirosis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi arsitektur hati normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal ( Price & Wilson, 2005, hal. 493). Sirosis hati adalah penyakit kronis hati yang dikarakteristikkkan oleh gangguan struktur dan perubahan degenerasi, gangguan fungsi seluler, dan selanjutnya aliran darah ke hati. Penyebab meliputi malnutrisi, inflamasi (bakteri atau virus), dan keracunan (alcohol, karbon tetraklorida, acetaminoven)(Doenges, dkk, 2000, hal. 544).

B.  ETIOLOGI
Meskipun ada beberapa faktor yang terlibat dalam etiologi dari sirosis hepatis, konsumsi alkohol dianggap sebagai penyebab yang utama. Sirosis sering terjadi dengan frekwensi paling tinggi adalah pada peminum minuman keras, meskipun defisisensi gizi dengan penurunan asupan protein turut menimbulkan kerusakan hati pada sirosis, namun asupan alkohol yang berlebihan merupakan faktor penyebab yang utama pada perlemakan hati dan konsekwensi yang ditimbulkanya. Sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasaan minum minuman keras dan pada individu yang dietnya normal tetapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi.
Sebagian individu, tampaknya lebih rentan terhadap penyakit ini dibanding individu yang lain tanpa ditentukan apakah individu tersebut mempunyai kebiasaan minum minuman keras ataukah menderita malnutrisi. Faktor lain yang dapat memainkan peranan adalah pajanan dengan zat kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftul terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi skistosomia yang menular. Jumlah penderita laki-laki lebih banyak dari pada wanita dan mayoritas klien sirosis berusia 40 hingga 60 tahun.

C.  TIPE SIROSIS HEPATITIS
a. Sirosis Laennec
Sirosis Laennec merupakan suatu pola khas sirosis terkait penggunaan alkohol. Perubahan pertama pada hati yang ditimbulkan alkohol adalah akumulasi lemak secara bertahap di dalam sel-sel hati (ilfiltrasi lemak). Penyebab utama kerusakan hati merupakan efek langsung alkohol pada sel hati. Secara makroskopis hati membesar, rapuh, tampak berlemak, dan mengalami gangguan fungsional akibat akumulasi lemak dalam jumlah yang banyak. Pada kasus sirosis Laennec sangat lanjut, lembaran-lembaran jaringan ikat yang tebal terbentuk pada tepian lobules, membagi parenkim menjadi nodul-nodul halus. Nodul-nodul ini dapat membesar akibat aktivitas regenerasi dan degenerasi yang dikemas padat dalam kapsula fibrosa yang tebal. Penderita sirosis Laennec lebih berisiko menderita karsinoma sel hati primer (hepatoseluler).

b. Sirosis Pascanekrotik
Sirosis pascanekrotik terjadi setelah nekrosis berbercak pada jaringan hati. Hepatosit dikelilingi dan dipisahkan oleh jaringan parut dengan kehilangan banyak sel hati dan diselingi dengan parenkim hati normal. Sekitar 75% kasus cenderung berkembang dan berakhir dengan kematian dalam 1 hingga 5 tahun. Sekitar 25 hingga 75% kasus memiliki riwayat hepatitis virus sebelumnya. Sejumlah kecil kasus akibat intoksikasi yang pernah diketahui adalah dengan bahan kimia industry, racun, ataupun obat-obatan seperti fosfat, kontrasepsi oral, metal-dopa, arsenic, dan karbon tetraklorida.

c. Sirosis Biliaris
Kerusakan sel hati dimulai dari sekitar duktus biliaris. Tipe ini merupakan 2% penyebab kematian akibat sirosis. Penyebab tersering sirosis biliaris adalah obstruksi biliaris pasca hepatik. Hati membesar, keras, bergranula halus, dan berwarna kehijauan. Ikterus selalu menjadi bagian awal dan utama dari sindrom ini, pruritus, malabsorpsi, dan steatorea.

D.  MANIFESTASI KLINIS
Gejala dini bersifat samar dan tidak spesifik yang meliputi :
·         Kelelahan
·         Anoreksia
·         Dispepsia
·         Flatulen
·         Perubahan kebiasaan defekasi (konstipasi atau diare)
·         Berat badan sedikit berkurang
·         Mual dan muntah (terutama pagi hari)
·         Nyeri tumpul atau perasaan berat pada epigastrium atau kuadran kanan atas
·         Hati keras dan mudah retaba tanpa memandang apakah hati membesar atau mengalami atrofi.

Gejala lanjut : kegagalan fungsi hati dan hipertensi portal
Manifestasi gagal hepatoseluler :
·         Ikterus
·         Edema perifer
·         Kecenderungan perdarahan
·         Eritema palmaris (telapak tangan merah)
·         Spider nevi : gambaran seperti jaring laba-laba di dada dan di bahu karena peningkatan estrogen secara relatif.
·         Atrofi testis
·         Ginekomastia
·         Alopesia

Gangguan perdarahan, anemia, lekopenia, dan trombositopeni, mudah memar, perdarahan hidung dan gusi, menstruasi yang berat merupakan akibat berkurangnya faktor pembekuan dalam darah.

Gambaran klinis yang terutama berkaitan dengan hipertensi portal :
·         Splenomegali
·         Varises esofagus dan lambung
·         Asites (cairan dalam rongga peritonium)
·         Caput medusa/pelebaran vena dinding abdomen
·         Hemoroid internal
Gejala lain :
·         Gangguan distribusi rambut
·         Amenore, atropi testis, ginekomastia
·         Tendensi perdarahan terutama GIT, anemia, kerusakan ginjal, infeksi
·         Gejala awal/hepatitis berulang

E.  PATOFISOLOGI
Konsumsi minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang utama. Sirosis terjadi paling tinggi pada peminum minuman keras. Meskipun defisiensi gizi dengan penurunan asupan protein turut menimbulkan kerusakan hati pada sirosis, namun asupan alkohol yang berlebihan merupakan faktor penyebab utama pada perlemakan hati dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun demikian, sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasan minum dan pada individu yang dietnya normal tapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi. Faktor lain diantaranya termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftalen, terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi skistosomiastis dua kali lebih banyak daripada wanita dan mayoritas pasien sirosis berusia 40 – 60 tahun.
Sirosis laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh nekrosis yang melibatkan sel-sel hati dan kadang-kadang berulang selama perjalanan penyakit sel-sel hati yang dihancurkan itu secara berangsur-angsur digantikan oleh jaringan parut yang melampaui jumlah jaringan hati yang masih berfungsi. Pulau-pulau jaringan normal yang masih tersisa dan jaringan hati hasil regenerasi dapat menonjol dari bagian-bagian yang berkonstriksi sehingga hati yang sirotik memperlihatkan gambaran mirip paku sol sepatu berkepala besar (hobnail appearance) yang khas. Sirosis hepatis biasanya memiliki awitan yang insidus dan perjalanan penyakit yang sangat panjang sehingga kadang-kadang melewati rentang waktu 30 tahun/lebih.

F. TANDA DAN GEJALA

Penyakit sirosis hepatis mempunyai gejala seperti ikterus dan febris yang intermiten. Adanya pembesaran pada hati. Pada awal perjalanan sirosis hepatis ini, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba benjol-benjol (noduler). Obstruksi Portal dan Asites. Semua darah dari organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena portal dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan pelintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita dispepsia kronis atau diare. Berat badan pasien secara berangsur-angsur mengalami penurunan. Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi. Jaring-jaring telangiektasis, atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan jaring berwarna biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan keseluruhan tubuh. Varises Gastrointestinal. Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrofik juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral sistem gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pernbuluh portal ke dalam pernbuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae), dan distensi pembuluh darah di seluruh traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung dan rektum bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh darah kolateral. Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur dan menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup observasi untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari traktus gastrointestinal. Edema. Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium


G. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS
 1. Pemeriksaan Laboratorium
Pada Darah dijumpai HB rendah, anemia normokrom normositer, hipokrom mikrositer hipokrom makrositer, anemia dapat dari akibat hipersplemisme dengan leukopenia dan trombositopenia, kolesterol darah yang selalu rendah mempunyai prognosis yang kurang baik. Kenaikan kadar enzim transaminase - SGOT, SGPT bukan merupakan petunjuk berat ringannya kerusakan parenkim hati, kenaikan kadar ini timbul dalam serum akibat kebocoran dari sel yang rusak, pemeriksaan bilirubin, transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis inaktif. Albumin akan merendah karena kemampuan sel hati yang berkurang, dan juga globulin yang naik merupakan cerminan daya tahan sel hati yang kurang dan menghadapi stress. Pemeriksaan CHE (kolinesterase). Ini penting karena bila kadar CHE turun, kemampuan sel hati turun, tapi bila CHE normal / tambah turun akan menunjukan prognasis jelek.
Kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretic dan pembatasan garam dalam diet, bila ensefalopati, kadar Na turun dari 4 meg/L menunjukan kemungkinan telah terjadi sindrom hepatorenal. Pemanjangan masa protrombin merupakan petunjuk adanya penurunan fungsi hati. Pemberian vit K baik untuk menilai kemungkinan perdarahan baik dari varises esophagus, gusi maupun epistaksis. Peningggian kadar gula darah. Hati tidak mampu membentuk glikogen, bila terus meninggi prognosis jelek. Pemeriksaan marker serologi seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg/ HbcAb, HBV DNA, HCV RNA., untuk menentukan etiologi sirosis hati dan pemeriksaan AFP (alfa feto protein) penting dalam menentukan apakah telah terjadi transpormasi kearah keganasan.
2. Pemeriksaan Radiologis
USG Abdomen, sudah secara rutin digunakan karena pemeriksaannya noninvasif dan mudah dilakukan. Pemeriksaan USG meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan noduler, permukaan irreguler, dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga dapat menilai asites, splenomegali, thrombosis vena porta, pelebaran vena porta, dan skrining karsinoma hati pada pasien sirosis.


H. KOMPLIKASI
1.      Ulkus peptikum
2.      Perdarahan saluran cerna
3.      Ensefalopati hepatik
4.      Carsinoma hepatoseluler
5.      Koma hepatikum

I.  PENATALAKSANAAN
a. Asites
- Asites diterapi dengan tirah baring total dan diawali dengan diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari.
- Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretik.
- Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200mg sekali sehari.
- Respons diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/ hari bila edema kaki ditemukan.
- Bila pemberian spironolaktin belum adekuat maka bisa dikombinasi dengan furosemide dengan dosis 20-40 mg/hari. Parasintesis dilakukan jika jumlah asites sangat besar.

b.   Encephalophaty
Pada pasien dengan adanya ensephalophaty hepatik dapat digunakan laktulosa untuk mengeluarkan amonia dan neomisin dapat digunakan untuk mengeliminasi bakteri usus penghasil amonia.

c. Pendarahan Esofagus
Untuk perdarahan esofagus pada sebelum dan sesudah berdarah dapat diberikan propanolol. Waktu perdarahan akut, dapat diberikan preparat somatostatin atau okreotid dan dapat diteruskan dengan tindakan ligasi endoskopi atau skleroterapi.

.
2.  KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
a.    Data Fokus
1)    Data Subyektif
a)    Keluhan perut tidak enak, mual dan nafsu makan menurun.
b)    Mengeluh cepat lelah.
c)    Mengeluh sesak nafas

      2)    Data Obyektif
a)    Penurunan berat badan
b)    Ikterus.
c)    Spider naevi.
d)    Anemia.Air kencing berwarna gelap.
e)    Kadang-kadang hati teraba keras.
f)     Kadar cholesterol rendah, albumin rendah.
g)    Hematemesis dan melena.

b.    Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah:
1)    Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia.
2)    Intolerans aktifitas b/d kelemahan otot.
3)    Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d hipertensi portal.
4)    Gangguan perfusi jaringan b/d hematemesis dan melena.
5)    Cemas b/d hematemesis dan melena.
6)    Gangguan pola nafas b/d asites.
7)    Kerusakan komunikasi verbal b/d gangguan persarafan bicara.
8)    Resiko tinggi cedera b/d gerakan yang tidak terkontrol.
9)    Kerusakan mobilitas fisik b/d efek kekakuan otot.
10) Defisit perawatan diri b/d keadaan koma.

c.    Rencana Tindakan

1)    Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia.
Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria hasil: menunjukkan peningkatan nafsu makan.
Rencana tindakan:

Intervensi
Rasional
1.  Diskusikan tentang pentingnya nutrisi bagi klien.
2.  Anjurkan makan sedikit tapi sering.



3.  Batasi cairan 1 jam sebelum dan sesudah makan.
4.  Pertahankan kebersihan mulut.



5.  Batasi makanan dan cairan yang tinggi lemak.
6.  pantau intake sesuai dengan diet yang telah disediakan.
Nutrisi yang baik dapat mempercepat proses penyembuhan.
Peningkatan tekanan intra abdominal akibat asites menekan saluran GI dan menurunkan kapasitasnya.

Cairan dapat menurunkan nafsu makan dan masukan.
Akumulasi partikel makanan di mulut dapat menambah bau dan rasa tak sedap yang menurunkan nafsu makan.
Kerusakan aliran empedu mengakibatkan malabsorbsi lemak.
Untuk mencukupi nutrisi intake harus adekuat.



2)    Intolerans aktifitas b/d kelemahan otot.
Tujuan: Klien dapat beraktifitas sesuai dengan batas toleransi.
Kriteria hasil: menunjukkan peningkatan dalam beraktifitas.
Rencana tindakan:

Intervensi
Rasional
1.  Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktifitas contoh: apakah tekanan darah stabil, perhatian terhadap aktifitas dan perawatan diri.
2.  jelaskan pola peningkatan bertahap dari aktifitas contoh: posisi duduk di tempat tidur, bangun dari tempat tidur, belajar berdiri dst.
3.  Berikan bantuan sesuai dengan kebutuhan (makan, minum, mandi, berpakaian dan eleminasi).
Stabilitas fisiologis penting untuk menunjukkan tingkat aktifitas individu.

Kemajuan aktifitas bertahap mencegah peningkatan tiba-tiba pada kerja jantung.

Teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi.


BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN SIROSIS HEPATITIS
3. ASKEP TEORITIS
1.  PENGKAJIAN
a.  Identitas klien
Nama, umur, alamat, pekerjaan, dll.
b.  Riwayat Kesehatan
1.      Riwayat kesehatan sekarang
-          Letih atau lemah                               - Perdarahan gusi
-          Nafsu makan menurun                      - BAK seperti teh pekat
-          Kembung                                          - Diare/konstipasi
-          Mual                                                  - hematemesis dan melena
-          BB menurun
2.      Riwayat Kesehatan Dahulu
Apakah ada riwayat konsumsi alkohol, menderita penyakit hepatitis viral sebelumnya, riwayat malaria, menderita penyakit
3.      Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah keluarga ada yang menderita penyakit hepatitis/sirosis hepatis, malaria.
c.  Data Fisik
1.      Aktivitas/Istirahat
-          Kelemahan
-          Letargi
-          Penurunan tonus otot
2        Sirkulasi
-          Perikarditis
-          Penyakit jantung rematik
3        Eliminasi
-          Flatus                        - Penurunan/tidak adanya bising usus
-          Distensi abdomen
-          Urin gelap, pekat       - Feses warna tanah liat, melena
4        Makanan/Cairan
-          Anoreksia, mual/muntah, berat badan menurun atau peningkatan berat badan, edem umum, kulit kering, turgor buruk, perdarahan gusi, spidernevi, ikterik
5        Nyeri/kenyamanan
-          Nyeri tekan abdomen, perilaku waspada, fokus pada diri sendiri
6        Pernafasan
-          Dispnea, takipnea, pernafasan dangkal, bunyi nafas tambahan, ekspansi paru terbatas.
7        Keamanan
-          Demam, ikterik, ekimosis, eritema palmaris
8        Seksualitas
-          Impotensi, gangguan menstruasi
9        Neurosensorik
-          Perubahan mental, bingung, bicara lambat/tidak puas, ensepalopati hepatik.

2,   DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.       Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d diit tak adekuat, ketidakmampuan memproses/ mencerna makanan, anoreksia, mual/muntah.
b.      Kelebihan volume cairan b.d kelebihan natrium/masukan cairan, penurunan protein plasma, malnutrisi.
c.       resiko tinggi kerusakan integritas kulit b.d gangguan sirkulasi/status metabolik, akumulasi garam empedu kulit, asites
d.      resiko tinggi pernafasan tak efektif b.d penggumpalan cairan intra abdomen, penurunan ekspansi paru.
e.       resiko tinggi terhadap cidera b.d profil darah abnormal, gangguan faktor pembekuan, hipertensi portal.
f.       resiko tinggi perubahan proses pikir b.d peningkatan kadar amoniak serum





3.  INTERVENSI KEPERAWATAN
a.  Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d diet tak adekuat, ketidakmampuan memproses atau mencerna makanan, anoreksia, mual atau muntah.
Kriteria hasil:
·           Klien mengatakan makannya enak
·           Porsi makanan yang disediakan Rumah Sakit dapat dihabiskan
·           BB meningkat mencapai BB ideal
·           Mual dan muntah hilang
·           Klien Tampak kuat
·           Hb dan TTV dalam batas normal

Intervensi
Rasional
Mandiri
1. Kaji status nutrisi klien,kebiasaan makan, makanan yang disukai dan tidak disukai
2. Motivasi klien untuk makan makanan dan suplemen makanan
3. Anjurkan klien makan makanan dengan porsi kecil tapi sering
4. Hidangkan makanan yang menimbulkan selera dan menarik dalam penyajiannya
5. Lakukan oral hygiene sebelum dan sesudah makan

6. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman pada saat klien makan

7. Berikan klien diet hati
8. Timbang berat badan klien setiap hari sesuai toleransi dan kekuatan klien untuk timbang BB

Kolaborasi
1.kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan parenteral : D10% Aminofusin
2. kolaborasi dalam pemberian obat-obatan penambah nafsu makan, antimual,muntah.

Untuk mengetahui sejauh mana masalah nutrisi yang dirasakan klien dan kebiasaan makan sebelum sakit
Motivasi sangat penting bagi penderita anoreksia dan gangguan intestinal
Makanan dengan porsi kecil dan sering ditolerir oleh penderita anoreksia
Makanan dengan sajian yang menarik meningkatka selera makan klien

Kebersihan mulut yang terjaga dapat mengurangi  cita rasa tidak enak dan merangsang selera makan
Makanan yang dimakan akan dirasakan lebih menarik atau enak pada ruangan dan kenyamanan tersedia
 Hati dapat mengurangi beban kerja
Dari BB dapat diketahui kemajuan dan kemunduran pola nutrisi klien



Dektrase dapat diberikan pada klien dengan kekurangan asupan nutrisi

Pemberian vitamin dapat meningkatkan nafsu makan dan pemberian obat anti muntah dan mual dapat meningkatkan nafsu makan


b.  kelebihan volume cairan b.d kelebihan natrium atau masukan cairan, penurunan protein plasma, malnutrisi
Kriteria hasil:
·           input dan output seimbang
·           BB ideal
·           Udema negatif





Intervensi
1        Batasi asupan natrium jika diinstruksikan
2.      Catat asupan dan keluaran cairan
3.      Ukur dan catat lingkar perut tiap hari
4.      Jelaskan pada klien dan keluarga mengapa harus dibatasi natrium/garam
5.      Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian diuretik, suplemen, kalium dan protein
Rasional
Miminimalkan retensi cairan, dan mengurngi asites dan oedema
Menilai efektifitas terapi dan kecukupan asupan cairan
Memantau perubahan pada pembentukan asites dan penumpukan cairan

Meningkatkan pemahaman dan kerja sma klien dalam menjalani dan melaksanakan pembatasan cairan

Meningkatkan eksresi cairan lewat ginjal dan mempertahankan keseimbangan cairan serta elektrolit yang normal

c.  risiko tinggi kerusakan integritas kulit b.d gangguan sirkulasi atau status metabolik, akumulasi garam empedu pada kulit, asites.
Kriteria Hasil :
·         Turgor kulit baik
·         Edema, asites tidak ada
·         Sirkulasi baik, kulit lembab

Intervensi
  1. Lihat permukaan kulit, adanya edema, gunakan lotion / minyak untuk pijak
  2. Ubah posisi tidur secara teratur tiap 2 jam bantu latihan tentang gerak aktif / pasif

  1. Pertahankan alat timun dan zeil tetap bebas dari basa dan usahakan kering dan bebas dari lipatan
  2. Berikan perawatan perineal setelah berkemih dan devikasi
  3. Usakan kuku klien dan perawat pindah
Rasional
Edema jaringan lebih cenderung untuk mengalami kerusakan dan terbentuk dekubitus
Pengubahan posisi menurunkan tekanan pada jaringan edema untuk memperbaharui sirkulasi, latihan meningkatkan sirkulasi
Meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan edema pada ekstremitas
Kelembaban meningkatkan prioritas dan meningkatkan resiko kerusakan kulit
Mencegah deskosiasi dari garam empedu

Mencegah terjadinya goresan pada kulit sehingga meningkat cedera kulit

d.  risiko tinggi pola nafas tak efektif b.d penumpukan cairan intraabdomen, penurunan ekspansi paru
Kriteria Hasil :
·         Klien nampak tenang
·         Klien mengatakan sesak berkurang
·          Pernafasan normal 16- 24 x /mnt

Intervensi
  1. Kaji pola pernafasan, adanya tholepnae / sinosis
  1. Atur posisi semi fowler jika sesak napas
  2. Berikan O2 sesuai kebutuhan

  1. Monitor tanda- tanda vital tiap 2 jam
  1. Anjurkan klien banyak istirahat dan mengirangi pikiran
Rasional
Untuk mengetahui masalah pernafasan dan sejauh mana masalah dirasakan.

Posisi semi fowler meningkatkan ekspansi paru
Pemberian O2 dapat memnbantu dalam pemenuhan kebutuhan O2
Mengetahui sejauh mana masalah pernafasan berpengaruh pada fisiologis tubuh

Aktifitas dan pikiran membuat peningkatan metabolisme yang memerlukan O2 sehingga nafas semakin sesak untuk memenuhi O2


4.      IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
1) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia.
implementasi:
• Mendiskusikan tentang pentingnya nutrisi bagi klien.
• Menganjurkan makan sedikit tapi sering.
• Membatasi cairan 1 jam sebelum dan sesudah makan.
• Mempertahankan kebersihan mulut.
• membatasi makanan dan cairan yang tinggi lemak.
• Pantau intake sesuai dengan diet yang telah disediakan
Hasil:
• Klien tepat dalam pemberian nutrisi
• Pasien menghabiskan porsi makanan yang disediakan.
• Pemberian cairan berlebihan dapat dikontrol agar klien dapat makan
• Mulut pasien tampak bersih dengan diberikan perawatan mulut
• Klien tidak mengkonsumsi makanan yang tinggi lemak
• Intake selalu dikontrol agar adekuat

2) Intoleransi aktifitas b/d kelemahan otot..
Implementasi :
• Mengkaji kesiapan untuk meningkatkan aktifitas contoh: apakah tekanan darah stabil, perhatian terhadap aktifitas dan perawatan diri.
• Menjelaskan pola peningkatan bertahap dari aktifitas contoh: posisi duduk di tempat tidur, bangundari tempat tidur, belajar berdiri dst.
• Memberikan bantuan sesuai dengan kebutuhan (makan, minum, mandi, berpakaian dan eleminasi).


Hasil:
• Aktivitas klien tampak imobilisasi dan tidak dapat melakukan perawatan secara mandiri
• Pola peningkata bertahap dari aktifitas pasien selalu dipantau
• Klien selalu mendapatkan bantuan dari keluarganya dalam melakukan aktifitasnya

3) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pembentukan edema.
 Implementasi :
• membatasi natrium seperti yang diresepkan.
• Memberikan perhatian dan perawatan yang cermat pada kulit.
• mengubah posisi tidur pasien dengan sering.
• Menimbang berat badan dan catat asupan serta haluaran cairan setiap hari.
• melakukan latihan gerak secara pasif, tinggikan ekstremitas edematus.
• Meletakkan bantalan busa yang kecil dibawah tumit, maleolus dan tonjolan tulang lainnya.
Hasil:
• Natrium terkontrol seperti yang diresepkan
• Perawatan kulit tetap dilakukan agar kondisi kulit pasien terhindar dari edema
• Posisi tidur pasien seriang diubah untuk mencegah terjadinya edema
• Bb klien tampak menurun drastis dan asupan selalu serta haluan cairan selalu dikontrol
• Pasien dapat melakukan gerak pasif ,
• Bantalan busa terpasang dibawah tumit, maleolus dan tonjolan tulang lainnya.




5.   EVALUASI
a.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan diet tidak adekuat, kemampuan untuk memproses dan mencerna makanan, anoreksia
Evaluasi : Diharapkan klien akan menunjukkan peningkatan berat badan progresif, nilai laboratorium normal dan tidak mengalami malnutrisi lebih lanjut.
b.    Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi, kelebihan natrium dan berkurangnya protein plasma
Evaluasi : diharapkan klien akan menunjukkan volume cairan stabil, dengan keseimbangan pemasukan dan pengeluaran, berata badan stabil, tanda vital dalam rentang normal dan tak ada edema.
c.    Resiko tinggi terhadap perdarahan berhubungan dengan gangguan faktor pembekuan, hipertensii portal
Evaluasi : diharapkan klien akan mempertahankan homeostasis dengan tanpa perdarahan dan menunjukkan penurunan perilaku resiko perdarahan.
d.    Gangguan body image gambaran diri berhubungan dengan  gangguan fisik, perubahan fungsi peran
Evaluasi : diharapkan klien akan menyatakan pemahaman akan perubahan dan penerimaan diri pada situasi yang ada.
e.    Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan turgor kulit buruk, penonjolan tulang, adanya edema dan asites, akumulasi garam empedu pada kulit, gangguan sirkulasi atau status metabolik
Evaluasi : Diharapkan klien dapat mempertahankan integritas kulit, mengidentifikasi faktor resiko dan menunjukkan perilaku atau teknik untuk mencegah kerusakan kulit.
f.     Resiko tinggi terhadap pola pernapasan tidak efektif  berhubungan dengan asites, penurunan akumulasi paru, akumulasi sekret serta penurunan energi dan kelemahan
Evaluasi : Diharapkan klien mampu mempertahakan pola pernapasan efektif, bebas dispnea dan sianosis, dengan nilai GDA dan kapasitas vital dalam batas normal.
g.    Resiko tinggi terhadap perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis, peningkatan kadar amonia serum, ketidakmampuan hati untuk mendetoksikasi enzim atau obat tertentu.
Evaluasi : Diharapkan klien mampu mempertahankan tingkat mental atau orientasi kenyataan, menunjukkan perilaku atau perubahan pola hidup untuk mencegah atau meminimalkan perubahan mental.
h.    Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
Evaluasi : Diharapkan klien dapat menyatakan pemahaman tentang proses penyakit atau prognosis, menghubungkan gejala dengan faktor penyebab, melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam perawatan.
i.      Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik
Evaluasi : Diharapkan klien dapat beraktifitas sesuai dengan toleransinya baik dengan atau tanpa bantuan sama sekali
j.      Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif dan hipoalbumin
Evaluasi : Diharapkan klien tidak mengalami infeksi selama terdapat terapi invasif dan hipoalbumin








BAB III
PENUTUP

A.  KESIMPULAN
Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001). Penyebab sirosis hepatis adalah alkohol, sirosis pasca nekrostik, obstruksi biliaris pasca hepatic.
















DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. (1999). Rencana asuhan keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: Penerbit EGC.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed 8). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Soeparman. 1987. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta : FKUI.
Tjokronegoro dan Hendra Utama. (1996). Ilmu penyakit dalam jilid 1. Jakarta: FKUI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar