Social Icons

Kamis, 10 Januari 2013

Asuhan Keperawatan Gastritis



KONSEP DASAR TEORI GASTRITIS

A.    Definisi
Gastritis atau lebih dikenal sebagai maag berasal dari bahasa yunani yaitu gastro, yang berarti perut/lambung dan itis yang berarti inflamasi/peradangan.
Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung (Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga , 1999). Gastritis adalah segala radang mukosa lambung.
Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus atau local (Sylvia A Price, 2006).
Gastritis adalah inflamasi pada dinding gaster terutama pada lapisan mukosa gaster (Sujono Hadi, 1999, hal: 181).
Gastritis adalah peradangan lokal atau penyebaran pada mukosa lambung dan berkembang dipenuhi bakteri (Charlene. J, 2001, hal: 138).
Berdasarkan berbagai pendapat tokoh diatas, gastritis dapat juga diartikan sebagai suatu proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung dan secara hispatologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel radang pada  daerah tersebut. Gastritis bukan merupakan penyakit tunggal, tetapi terbentuk dari beberapa kondisi yang kesemuanya itu mengakibatkan peradangan pada lambung. Biasanya, peradangan tersebut merupakan akibat dari infeksi oleh bakteri yang sama dengan bakteri yang dapat mengakibatkan borok di lambung yaitu Helicobacter pylori. Peradangan  ini mengakibatkan sel darah putih menuju ke dinding lambung sebagai respon terjadinya kelainan pada bagian tersebut.

B.     Klasifikasi
Ada dua jenis gastritis yaitu :
a. Gastritis superfisialis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya jinak dan dapat sembuh sendiri. Merupakan respons mukosa lambung terhadap berbagai iritan lokal.
b. Gastritis atrofik kronik ditandai oleh atrofi progresif epitel kelenjar disertai kehilangan sel pariental dan chief cell. Gastritis kronis dapat diklasifikasikan sebagai Tipe A dan Tipe B
- Gastritis Tipe A merupakan suatu penyakit autoimun yang disebabkan oleh adanya autoantibodi terhadap sel parietal, yang menimbulkan atrofi dan infiltrasi seluler. Hal ini dihubungkan dengan penyakit otoimun seperti anemia penisiosa dan terjadi pada fundus atau korpus dari lambung
.
- Tipe B (kadang disebut sebagai gastritis H. pylori) mempengaruhi antrum dan pylorus (ujung bawah lambung dekat duodenum) ini dihubungkan dengan bakteri H. pylor
C.    Etiologi
Penyebab dari Gastritis dapat dibedakan sesuai dengan klasifikasinya sebagai berikut :
a)        Gastritis Akut
Penyebabnya adalah stres psikologi, obat analgetik, anti inflamasi terutama aspirin (aspirin yang dosis rendah sudah dapat menyebabkan erosi mukosa lambung), makanan, bahan kimia misalnya lisol, alkohol, merokok, kafein lada, steroid dan digitalis.
b)        Gastritis Kronik
Penyebab dan patogenesis pada umumnya belum diketahui, biasanya disebabkan oleh ulkus benigna atau maligna dari lambung Helicobacter pylori. Gastritis ini merupakan kejadian biasa pada orang tua, tapi di duga pada peminum alkohol, dan merokok.

D.    Patofisiologi
1.    Gastritis Akut
Pengaruh efek samping obat-obat NSAIDs atau Non-Steroidal Anti Inflamatory Drug seperti aspirin juga dapat menimbulkan gastritis. Obat analgesik anti inflamasi nonsteroid (AINS) seperti aspirin, ibuproven dan naproxen dapat menyebabkan peradangan pada lambung dengan cara mengurangi prostaglandin yang bertugas melindungi dinding lambung.
Jika pemakaian obat-obat tersebut hanya sesekali maka kemungkinan terjadinya masalah lambung akan kecil. Tapi jika pemakaiannya dilakukan secara terus menerus atau pemakaian yang berlebihan dapat mengakibatkan gastritis dan peptic ulcer. Pemberian aspirin juga dapat menurunkan sekresi bikarbonat dan mukus oleh lambung, sehingga kemampuan faktor defensif terganggu.
Alkohol berlebih, terlalu sering memakan makanan yang mengandung nitrat (bahan pengawet) atau terlalu asam (cuka), kafein seperti pada teh dan kopi serta kebiasaan merokok dapat memicu terjadinya gastritis. Karena bahan-bahan tersebut bila terlalu sering kontak dengan dinding lambung akan memicu sekresi asam lambung berlebih sehingga dapat mengikis lapisan mukosa lambung.
Kemudian stress psikologis maupun fisiologis yang lama dapat menyebabkan gastritis. Stress seperti syok, sepsis, dan trauma menyebabkan iskemia mukosa lambung. Iskemia mukosa lambung mengakibatkan peningkatan permeabilitas mukosa akibatnya terjadi difusi balik H+ ke dalam mukosa. Mukosa tidak mampu lagi menahan asam berlebih menyebabkan edema lalu rusak
2.    Gastritis Kronik
Gastritis kronis dapat diklasifikasikan tipe A atau tipe B. Tipe A (sering disebut sebagai gastritis autoimun) diakibatkan dari perubahan sel parietal, yang menimbulkan atropi dan infiltrasi sel. Hal ini dihubungkan dengan penyakit otoimun, seperti anemia pernisiosa dan terjadi pada fundus atau korpus dari lambung.
Tipe B (kadang disebut sebagai gastritis H. pylory) Ini dihubungkan dengan bakteri H. pylory, faktor diet seperti minum panas atau pedas, penggunaan obat-obatan dan alkohol, merokok atau refluks isi usus kedalam lambung. H. Pylori termasuk bakteri yang tidak tahan asam, namun bakteri jenis ini dapat mengamankan dirinya pada lapisan mukosa lambung. Keberadaan bakteri ini dalam mukosa lambung menyebabkan lapisan lambung melemah dan rapuh sehingga asam lambung dapat menembus lapisan tersebut.
Dengan demikian baik asam lambung maupun bakteri menyebabkan luka atau tukak. Sistem kekebalan tubuh akan merespon infeksi bakteri H. Pylori tersebut dengan mengirimkan butir-butir leukosit, selT-killer, dan pelawan infeksi lainnya. Namun demikian semuanya tidak mampu melawan infeksi H. Pylori tersebut sebab tidak bisa menembus lapisan lambung.
Akan tetapi juga tidak bisa dibuang sehingga respons kekebalan terus meningkat dan tumbuh. Polymorph mati dan mengeluarkan senyawa perusak radikal superoksida pada sel lapisan lambung. Nutrisi ekstra dikirim untuk menguatkan sel leukosit, namun nutrisi itu juga merupakan sumber nutrisi bagi H. Pylori. Akhirnya, keadaan epitel lambung semakin rusak sehingga terbentuk ulserasi superfisial dan bisa menyebabkan hemoragi (perdarahan). Dalam beberapa hari gastritis dan bahkan tukak lambung akan terbentuk.

E.     Manifestasi Klinis
a.         Gastritis Akut
1.    Anoreksia
2.    Mual
3.    Muntah
4.    Nyeri epigastrum
5.    Perdarahan saluran cerna pada Hematemasis melena, tanda lebih lanjut yaitu anemia.
b.        Gastritis Kronik
Pada tipe A, biasanya asimtomatik, klien tidak mempunyai keluhan. Namun pada gastritis tipe B, pasien biasanya mengeluh :
1.    Nyeri ulu hati
2.    Anorexia
3.    Nausea
4.    Anemia

F.     Manajemen Medik
Gastritis akut diatasi dengan menginstruksikan pasien untuk menghindari alkohol dan makanan sampai gejala berkurang. Bila pasien mampu makan melalui mulut, diet mengandung gizi dianjurkan. Obat-obat anti muntah dapat membantu menghilangkan mual dan muntah. Bila gejala menetap, cairan perlu diberikan secara parenteral. Pemakaian penghambat A2 (seperti ranitidin) untuk mengurangi sekresi asam, sulafat atau antasida dapat mempercepat penyembuhan. Bila perdarahan terjadi, maka penatalaksanaan adalah serupa dengan prosedur yang dilakukan untuk hemoragik saluran gastrointestinal atas.
- Untuk menetralisis asam, digunakan antasida umum (misalnya aluminium hidroksida) untuk menetralisir alkali digunakan jus lemon encer atau cuka encer.
- Bila korosi luas atau berat, emetic dan larase dihindari karena bahaya perforasi.
Terapi pendukung mencakup intubasi, analgesik dan sedatif, antasida serta cairan intravena.
Endoskopi fiberotik mungkin diperlukan pembedahan darurat untuk mengangkat gangrene atau jaringan perforasi. Gastrojejunostomi atau reseksi lambung mungkin diperlukan untuk mengatasi obstruksi pylorus.
Gastritis kronik pengobatannya bervariasi tergantung pada penyebab kelainan yang dicurigai. Alkohol dan obat-obatan yang dikenal mengiritasi mukosa lambung dihindari, dan pertama-tama mengatasi dan menghindari penyebab pada gastritis kemudian diberikan pengobatan empiris berupa antasid, dan obat-obatan prokinetik.
Gastritis kronik diatasi dengan memodifikasi diet pasien, meningkatkan istrahat, mengurangi stress dan memulai farmakoterapi. H. pylori dapat diatasi dengan antibiotic (seperti tetrasilin atau amoxicillin) dan garam bismuth (pepto-bismol). Pasien dengan gastritis A mengalami malabsorbsi vitamin B12 yang disebabkan oleh adanya antibody terhadap faktor intrinsic.
                                                                                   
G.    Komplikasi \
- Gastritis superfisialis akut yaitu perdarahan saluran cerna bagian atas berupa hematemesis dan melena, dapat berakhir sebagai syok hemoragik
.
- Gastrtitis atrofik kronik yaitu perdarahan saluran cerna bagian atas, ulkus, perforasi dan anemia karena gangguan absorpsi vitamin B12.

H.    Pemeriksaan Diagnostik
1. EGD (Esofagogastriduodenoskopi) = tes diagnostik kunci untukperdarahan GI atas,
dilakukan untuk melihat sisi perdarahan / derajat ulkus jaringan / cedera.
2. Minum barium dengan foto rontgen = dilakukan untuk membedakan diganosa penyebab / sisi lesi.
3. Analisa gaster = dapat dilakukan untuk menentukan adanya darah, mengkaji aktivitas sekretori mukosa gaster, contoh peningkatan asam hidroklorik dan pembentukan asam nokturnal penyebab ulkus duodenal. Penurunan atau jumlah normal diduga ulkus gaster, dipersekresi berat dan asiditas menunjukkan sindrom Zollinger-Ellison.
4. Angiografi = vaskularisasi GI dapat dilihat bila endoskopi tidak dapat disimpulkan atau tidak dapat dilakukan. Menunjukkan sirkulasi kolatera dan kemungkinan isi perdarahan.
5. Amilase serum = meningkat dengan ulkus duodenal, kadar rendah diduga gastritis (Doengoes, 1999, hal: 456)
Adapun pemeriksaan penunjang gastritis menurut Hudak dan Gallo, 1996, seperti di bawah ini :
a.       Nilai haemoglobin dan hematokrit untuk menentukan adanya anemia akibat perdarahan.
b.      Kadar serum gastrin rendah atau normal, atau meninggi pada gastritis kronik yang berat.
c.       Pemeriksaan rontgen dengan sinar X barium untuk melihat kelainan mukosa lambung.
d.      Endoskopi dengan menggunakan gastrocopy untuk melihat kelainan mukosa lambung.
e.       Pemeriksaan asam lambung untuk mengetahui ada atau tidak peningkatan asam lambung
f.       Pemeriksaan darah untuk memeriksa apakah terdapat H. Pylori dalam darah. Hasil tes yang positif menunujukkan bahwa pasien pernah kontak dengan bakteri pada suatu waktu dalam hidupnya tapi itu tidak menunjukkan bahwa pasien tersebut terkena infeksi. Tes darah dapat juga dilakukan untuk memeriksa anemia yang terjadi akibat perdarahan lambung karena gastritis.
g.      Pemeriksaan feses tes ini untuk memeriksa apakah terdapat bakteri H. Pylori dalam feses atau tidak. Hasil yang positif dapat mengindikasikan terjadinya infeksi. Pemeriksaan juga dilakukan terhadap adanya darah dalam feses. Hal ini menunjukkan adanya pendarahan dalam lambung.
h.      Analisa lambung tes ini untuk mengetahui sekresi asam dan merupakan tekhnik penting untuk menegakkan diagnosis penyakit lambung. Suatu tabung nasogastrik dimasukkan ke dalam lambung dan dilakukan aspirasi isi lambung puasa untuk dianalisis. Analisis basal mengukur BAO( basal acid output) tanpa perangsangan. Uji ini bermanfaat untuk menegakkan diagnosis sindrom Zolinger- Elison (suatu tumor pankreas yang menyekresi gastrin dalam jumlah besar yang selanjutnya akan menyebabkan asiditas nyata).

I.       Penatalaksanaan
Pengobatan gastritis meliputi :
1.      Mengatasi kedaruratan medis yang terjadi.
2.      Mengatasi atau menghindari penyebab apabila dapat dijumpai.
3.      Pemberian obat-obat antasid atau obat-obat ulkus lambung yang lain (Soeparman,1999)
Pada gastritis, penatalaksanaanya dapat dilakukan dengan (medis dan non medis), yaitu sebagai berikut
a.       Gastritis Akut
1.      Intruksikan pasien untuk menghindari alkohol.
2.      Bila pasien mampu makan melalui mulut, anjurkan diet mengandung gizi.
3.      Bila gejala menetap, cairan perlu diberi secara parenteral.
4.      Bila perdarahan terjadi, lakukan penatalaksanaan untuk hemoragi saluran gastrofestinal.
5.      Untuk menetralisir asam gunakan antasida umum.
6.      Untuk menetralisir alkhali gunakan jus lemon encer atau cuka encer.
7.      Pembedahan darurat mungkin diperlukan untuk mengangkat gangren atau perforasi.
8.      Jika gastritis terjadi akibat menelan basa kuat, gunakan sari buah jeruk yang encer atau cuka yang di encerkan.
9.      Reaksi lambung diperlukan untuk mengatasi obstruksi polirus.
b.      Gastritis Kronik
1.      Dapat diatasi dengan memodifikasi diet pasien, diet makan lunak diberikan sedikit tapi lebih sering.
2.      Mengurangi stress
3.      H.pylori diatasi dengan antibiotik (seperti tetraciklin ¼, amoxillin) dan gram bismuth (pepto-bismol)

 

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GASTRITIS

1.      Pengkajian
a)      Anamnese meliputi :
1. Nama                           : Tn. X                                    
2. Usia                             : lebih banyak pada anak-anak                                   
3. Jenis kelamin               : lebih banyak laki-laki
4. Jenis pekerjaan            : tidak dipengaruhi jenis pekerjaan
5. Alamat                        : -
6. Suku/bangsa                : indonesia
7. Agama                         : islam
8. Tingkat pendidikan     :  bagi orang yang tingkat pendidikan rendah/minim mendapatkan pengetahuan tentang gastritis, maka akan menganggap remeh penyakit ini, bahkan hanya menganggap gastritis sebagai sakit perut biasa dan akan memakan makanan yang dapat menimbulkan serta memperparah penyakit ini.
9. Riwayat sakit dan kesehatan
a) Keluhan utama                   : Nyeri di ulu hati dan perut sebelah kanan bawah.
b) Riwayat penyakit saat ini  : Meliputi perjalan penyakitnya, awal dari gejala yang dirasakan klien, keluhan timbul dirasakan secara mendadak atau bertahap, faktor pencetus, upaya untuk mengatasi masalah tersebut.
c) Riwayat penyakit dahulu   : Meliputi penyakit yang berhubungan dengan penyakit sekarang, riwayat dirumah sakit,  dan riwayat pemakaian obat.
b)      Pemeriksaan fisik, yaitu Review of system (ROS)
Keadaan umum      : tampak kesakitan pada pemeriksaan fisik terdapat nyeri tekan di kwadran epigastrik.
1.        B1(breath)    :  takhipnea
2.        B2 (blood) :  takikardi, hipotensi,  disritmia, nadi perifer lemah, pengisian perifer lambat, warna kulit pucat.
3.        B3 (brain)    :  sakit kepala, kelemahan, tingkat kesadaran dapat terganggu, disorientasi, nyeri epigastrum.
4.        B4 (bladder)      : oliguria, gangguan keseimbangan cairan.
5.        B5 (bowel)        :  anemia, anorexia, mual, muntah, nyeri ulu hati, tidak toleran terhadap makanan pedas.
6.        B6 (bone)          : kelelahan, kelemahan
c)      Fokus Pengkajian
1. Aktivitas / Istirahat
Gejala    : kelemahan, kelelahan
Tanda    : takikardia, takipnea / hiperventilasi (respons terhadap aktivitas)
2.  Sirkulasi
Gejala    : kelemahan, berkeringat
Tanda    : -    hipotensi (termasuk postural)
-       takikardia, disritmia (hipovolemia / hipoksemia)
-       nadi perifer lemah
-       pengisian kapiler lambat / perlahan (vasokonstriksi)
-       warna kulit pucat, sianosis (tergantung pada jumlah kehilangan darah)
-       kelemahan kulit / membran mukosa, berkeringat (menunjukkan status syok, nyeri akut, respons psikologik)
3.    Integritas ego
Gejala    : faktor stress akut atau kronis (keuangan, hubungan kerja), perasaan tak berdaya.
Tanda    : tanda ansietas, misalnya gelisah, pucat, berkeringat, perhatian menyempit, gemetar, suara gemetar.
4.    Eliminasi
Gejala    : riwayat perawatan di rumah sakit sebelumnya karena perdarahan gastroenteritis (GE) atau masalah yang berhubungan dengan GE, misalnya  luka peptik atau gaster, gastritis, bedah gaster, iradiasi area gaster. Perubahan pola defekasi / karakteristik feses.
Tanda    : -    nyeri tekan abdomen, distensi
 -       bunyi usus : sering hiperaktif selama perdarahan, hipoaktif setelah perdarahan.
 -       karakteristik feses : diare, darah warna gelap, kecoklatan atau kadang-kadang   merah cerah, berbusa, bau busuk (steatorea), konstipasi dapat terjadi (perubahan diet, penggunaan antasida).
-       haluaran urine : menurun, pekat.
5.    Makanan / Cairan
Gejala    : -    anoreksia, mual, muntah (muntah yang memanjang diduga obstruksi pilorik bagian luar sehubungan dengan luka duodenal).
 -       masalah menelan : cegukan
 -       nyeri ulu hati, sendawa bau asam, mual atau muntah
Tanda    : muntah dengan warna kopi gelap atau merah cerah, dengan atau tanpa bekuan darah, membran mukosa kering, penurunan produksi mukosa, turgor kulit buruk (perdarahan kronis).
6.    Neurosensi
Gejala    : rasa berdenyut, pusing / sakit kepala karena sinar, kelemahan.
Tanda    : tingkat kesadaran dapat terganggu, rentang dari agak cenderung tidur, disorientasi / bingung, sampai pingsan dan koma (tergantung pada volume sirkulasi / oksigenasi).
7.    Nyeri / Kenyamanan
Gejala    : -    nyeri, digambarkan sebagai tajam, dangkal, rasa terbakar, perih, nyeri hebat tiba-tiba dapat disertai perforasi. Rasa ketidaknyamanan / distres samar-samar setelah makan banyak
dan hilang dengan makan (gastritis akut).
-       nyeri epigastrum kiri sampai tengah / atau menyebar ke punggung terjadi 1-2 jam setelah makan dan hilang dengan antasida (ulkus gaster).
-       nyeri epigastrum kiri sampai / atau menyebar ke punggung terjadi kurang lebih 4 jam setelah makan bila lambung kosong dan hilang dengan makanan atau antasida (ulkus duodenal).
-       tak ada nyeri (varises esofegeal atau gastritis).
-       faktor pencetus : makanan, rokok, alkohol, penggunaan obat-obatan tertentu (salisilat, reserpin, antibiotik, ibuprofen), stresor psikologis.
Tanda    : wajah berkerut, berhati-hati pada area yang sakit, pucat, berkeringat, perhatian menyempit.
8.    Keamanan
Gejala       : alergi terhadap obat / sensitif misal : ASA
Tanda    : peningkatan suhu, spider angioma, eritema palmar (menunjukkan sirosis / hipertensi portal)
9.    Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala    : adanya penggunaan obat resep / dijual bebas yang mengandung ASA, alkohol, steroid. NSAID menyebabkan perdarahan GI. Keluhan saat ini dapat diterima karena (misal : anemia) atau diagnosa yang tak berhubungan (misal : trauma kepala), flu usus, atau episode muntah berat. Masalah kesehatan yang lama misal : sirosis, alkoholisme, hepatitis, gangguan makan (Doengoes, 1999, hal: 455).
d)     Pemeriksaan Diagnostik
a.    Pemeriksaan darah
Tes ini digunakan untuk memeriksa apakah terdapat H. Pylori dalam darah. Hasil tes yang positif menunujukkan bahwa pasien pernah kontak dengan bakteri pada suatu waktu dalam hidupnya tapi itu tidak menunjukkan bahwa pasien tersebut terkena infeksi. Tes darah dapat juga dilakukan untuk memeriksa anemia yang terjadi akibat perdarahan lambung karena gastritis.
b.    Uji napas urea
Suatu metode diagnostik berdasarkan prinsip bahwa urea diubah oleh urease H. Pylori dalam lambung menjadi amoniak dan karbondioksida (CO2). CO2 cepat diabsorbsi melalui dinding lambung dan dapat terdeteksi dalam udara ekspirasi.
c.    Pemeriksaan feces
Tes ini memeriksa apakah terdapat bakteri H. Pylori dalam feses atau tidak. Hasil yang positif dapat mengindikasikan terjadinya infeksi. Pemeriksaan juga dilakukan terhadap adanya darah dalam feses. Hal ini menunjukkan adanya pendarahan dalam lambung.
d.   Endoskopi saluran cerna bagian atas
Dengan tes ini dapat terlihat adanya ketidaknormalan pada saluran cerna bagian atas yang mungkin tidak terlihat dari sinar-x. Tes ini dilakukan dengan cara memasukkan sebuah selang kecil yang fleksibel(endoskop) melalui mulut dan masuk ke dalam esofagus, lambung dan bagian atas usus kecil. Tenggorokan akan terlebih dahulu dianestesi sebelum endoskop dimasukkan untuk memastikan pasien merasa nyaman menjalani tes ini. Jika ada jaringan dalam saluran cerna yang terlihat mencurigakan, dokter akan mengambil sedikit sampel(biopsy) dari jaringan tersebut. Sampel itu kemudian akan dibawa ke laboratorium untuk diperiksa. Tes ini memakan waktu kurang lebih 20 sampai 30 menit. Pasien biasanya tidak langsung disuruh pulang ketika tes ini selesai, tetapi harus menunggu sampai efek dari anestesi menghilang kurang lebih satu atau dua jam. Hampir tidak ada resioko akibat tes ini. Komplikasi yang sering terjadi adalah rasa tidak nyaman pada tenggorokan akibat menelan endoskop.
e.    Rontgen saluran cerna bagian atas
Tes ini akan melihat adanya tanda-tanda gastritis atau penyakit pencernaan lainnya. Biasanya akan diminta menelan cairan barium terlebih dahulu sebelum dirontgen. Cairan ini akan melapisi saluran cerna dan akan terlihat lebih jelas ketika di rontgen.


f.    Analisis Lambung
Tes ini untuk mengetahui sekresi asam dan merupakan tekhnik penting untuk menegakkan diagnosis penyakit lambung. Suatu tabung nasogastrik dimasukkan ke dalam lambung dan dilakukan aspirasi isi lambung puasa untuk dianalisis. Analisis basal mengukur BAO( basal acid output) tanpa perangsangan. Uji ini bermanfaat untuk menegakkan diagnosis sindrom Zolinger- Elison(suatu tumor pankreas yang menyekresi gastrin dalam jumlah besar yang selanjutnya akan menyebabkan asiditas nyata).
g.   Analisis stimulasi
Dapat dilakukan dengan mengukur pengeluaran asam maksimal (MAO, maximum acid output) setelah pemberian obat yang merangsang sekresi asam seperti histamin atau pentagastrin. Tes ini untuk mengetahui teradinya aklorhidria atau tidak.

2.      Diagnosa Keperawatan
1.    Kekurangan  volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat dan output cair  yang berlebih (mual dan muntah).
2.    Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa lambung sekunder karena stress psikologi.
3.    Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh  berhubungan dengan penurunan intake asupan gizi.
4.    Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, ancaman kematian, nyeri.
5.    Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.

3.      Intervensi keperawatan
No
DIAGNOSA KEPERAWATAN
INTERVENSI
RASIONAL
1.
Kekurangan volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat dan output cair yang berlebih (mual dan muntah)

Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam intake cairan adekuat.

Kriteria Hasil:
  Mukosa bibir lembab
  Turgor kulit baik
  Pengisian kapiler baik
  Input dan output seimbang
          
1.      Penuhi kebutuhan individual. Anjurkan klien untuk minum  (dewasa : 40-60 cc/kg/jam).
2.      Berikan cairan tambahan IV sesuai indikasi.


3.      Awasi tanda-tanda vital, evaluasi turgor kulit, pengisian kapiler dan membran mukosa.

4.      Kolaborasi pemberian cimetidine dan ranitidine
1.     Intake cairan yang adekuat akan mengurangi resiko dehidrasi pasien.

2.     Mengganti kehilangan cairan dan memperbaiki keseimbangan cairan dalam fase segera.
3.     Menunjukkan status dehidrasi atau kemungkinan kebutuhan untuk peningkatan penggantian cairan.
4.     Cimetidine dan ranitidine berfungsi untuk menghambat sekresi asam lambung
2.
Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa lambung sekunder karena stress psikologi

Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam nyeri dapat berkurang, pasien dapat tenang dan keadaan umum cukup baik

Kriteria Hasil:
  Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang
  Klien tidak menyeringai kesakitan
  TTV dalam batasan normal
  Intensitas nyeri berkurang (skala nyeri berkurang 1-10)
  Menunjukkan rileks, istirahat tidur, peningkatan aktivitas dengan cepat

1.      Selidiki keluhan nyeri, perhatikan lokasi, itensitas nyeri, dan skala nyeri
2.      Anjurkan pasien untuk melaporkan nyeri segera saat mulai


3.      Pantau tanda-tanda vital




4.      Jelaskan sebab dan akibat nyeri pada klien  serta keluarganya


5.      Anjurkan istirahat selama fase akut
6.      Anjurkan teknik distruksi dan relaksasi




7.      Berikan situasi lingkungan yang kondusif


8.      Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian tindakan
1.      Untuk mengetahui letak nyeri dan memudahkan intervensi yang akan dilakukan
2.     Intervensi dini pada kontrol nyeri memudahkan pemulihan otot dengan menurunkan tegangan otot
3.     Respon autonomik meliputi, perubahan pada TD, nadi, RR, yang berhubungan dengan penghilangan nyeri
4.     Dengan sebab dan akibat nyeri diharapkan klien berpartisipasi dalam perawatan untuk mengurangi nyeri
5.     Mengurangi nyeri yang diperberat oleh gerakan
6.     Menurunkan tegangan otot, meningkatkan relaksasi, dan meningkatkan rasa kontrol dan kemampuan koping
7.     Memberikan dukungan (fisik, emosional, meningkatkan rasa kontrol, dan kemampuan koping)
8.     Menghilangkan atau mengurangi keluhan nyeri klien
3.
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya intake makanan

Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi

Kriteria hasil:
  Keadaan umum cukup
  Turgor kulit baik
  BB meningkat
  Kesulitan menelan berkurang
1.     Anjurkan pasien untuk makan dengan porsi yang sedikit tapi sering

2.     Berikan makanan yang lunak
3.     Lakukan oral hygiene


4.     Timbang BB dengan teratur

5.     Observasi tekstur, turgor kulit pasien
6.     Observasi intake dan output nutrisi
1.     Menjaga nutrisi pasien tetap stabil dan mencegah rasa mual muntah
2.     Untuk mempermudah pasien menelan
3.     Kebersihan mulut dapat merangsang nafsu makan pasien
4.     Mengetahui perkembangan status nutrisi pasien
5.     Mengetahui status nutrisi pasien
6.     Mengetahui keseimbangan nutrisi pasien
4.
Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, ancaman kematian, nyeri.

Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien dapat menunjukkan kecemasan berkurang atau hilang.

Kriteria hasil:
  Mengungkapkan perasaan dan pikirannya secara terbuka
  Melaporkan berkurangnya cemas dan takut
  Mengungkapkan mengerti tentang peoses penyakit
  Mengemukakan menyadari terhadap apa yang diinginkannya yaitu menyesuaikan diri terhadap perubahan fisiknya
1.      Awasi respon fisiologi misalnya: takipnea, palpitasi, pusing, sakit kepala, sensasi kesemutan.

2.      Dorong pernyataan takut dan ansietas, berikan umpan balik.
3.      Berikan informasi yang akurat.



4.      Berikan lingkungan yang tenang untuk istirahat.


5.      Dorong orang terdekat untuk tinggal dengan pasien.

6.      Tunjukan teknik relaksasi.
1.     Dapat menjadi indikator derajat takut yang dialami pasien, tetapi dapat juga berhubungan dengan kondisi fisik atau status syok.
2.     Membuat hubungan terapeutik

3.     Melibatkan pasien dalam rencana asuhan dan menurunkan ansietas yang tak perlu tentang ketidaktahuan.
4.     Memindahkan pasien dari stresor luar, meningkatkan relaksasi, dapat meningkatkan keterampilan koping.
5.     Membantu menurunkan takut melalui pengalaman menakutkan menjadi seorang diri.
6.     Belajar cara untuk rileks dapat membantu menurunkan takutdan ansietas
5.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.

Tujuan:
Klien mendapatkan informasi yang tepat dan efektif.

Kriteria hasil:
         Klien dapat menyebutkan pengertian
         Penyebab
         Tanda dan gejala
         Perawatan dan pengobatan.
1.     Beri pendidikan kesehatan (penyuluhan) tentang penyakit, beri kesempatan klien atau keluarga untuk bertanya, beritahu tentang pentingnya obat-obatan untuk kesembuhan klien.
2.     Evaluasi tingkat pengetahuan klien
1.     Memberikan pengetahuan dasar dimana klien dapat membuat pilihan informasi tentang kontrol masalah kesehatan.

2.     Pengkajian / evaluasi secara periodik meningkatkan pengenalan / pencegahan dini terhadap komplikasi seperti ulkus peptik dan pendarahan pada lambung.

4.      Implementasi Keperawatan
Iyer, et al, (1996), mengatakan bahwa pelaksanaan tindakan keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik.
Tahap ini merupakan tahap keempat dari proses keperawatan, oleh karena itu pelaksanaannya sangat urgen, urgen, dan tidak urgen (non urgen). (Griffin, et al, 1968)

5.      Evaluasi
Menurut Griffin dan Christensen (1986), evaluasi adalah salah satu yang direncanakan dan perbandingan yang sistematis pada status kesehatan klien, sedangkan Ignatavius dan Bayne (1994), mengatakan evaluasi adalah tindakan yang intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang memandang seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai.
Evaluasi yang digunakan mencakup 2 bagian yaitu evaluasi formatif yang disebut juga evaluasi proses dan evaluasi jangka pendek adalah evaluasi yang dilaksanakan secara terus menerus terhadap tindakan yang telah dilakukan. Sedangkan evaluasi sumatif yang disebut juga evaluasi akhir adalah evaluasi tindakan secara keseluruhan untuk menilai keberhasilan tindakan yang dilakukan dan menggambarkan perkembangan dalam mencapai sasaran yang telah ditentukan. Bentuk evaluasi ini lazimnya menggunakan format “SOAP” (Nursalam, 2001).
Dalam evaluasi diharapkan adanya pencapaian tujuan dan criteria hasil. Adapun evaluasi yang mungkin dapat dicapai dari respon klien   adalah :
a.       Rasa nyeri yang klien rasakan berkurang.
b.      Perubahan dari penemuan nutrisi kembali normal dengan ditandai dengan habisnya porsi makanan yang dihidangkan.
c.       Kebutuhan dari istirahat dan tidur klien dapat terpenuhi.
d.      Defisit knowledge akibat dari ketidaktahuan klien tentang penyakitnya dapat teratasi.











DAFTAR PUSTAKA
Bruner & Sudart, (2002), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol. 2, Edisi 8, EGC, Jakarta
Doengoes,Marilyn.E.dkk.2006.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKU
Mansjoer. Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Ed3 .Jilid 2. Jakarta : FKUI.
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria NOC. Jakarta : EGC
Nuzulul. 2011. Askep Gastritis. http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_ detail-35839-Kep-Pencernaan-Askep-Gastritis.html. Diakses pada tanggal 2 Juni 2012 Jam 11.00 WIB
Noname. 2009. Asuhan keperawatan pada klien dengan gastritis. http:// dezlicious. blogspot.com/2009/05/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan_30.html. Diakses pada tanggal 2 Juni 2012 Jam 11.10 WIB
Doengoes M.E. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3 . EGC. Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y.
Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.
Wilkinson, Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC, 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar