Social Icons

Kamis, 10 Januari 2013

Asuhan Keperawatan Retino Blastoma



BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Retinoblastoma adalah salah satu penyakit kanker primer pada mata yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak. Penyakit ini tidak hanya dapat mengakibatkan kebutaan, melainkan juga kematian. Di negara berkembang, upaya pencegahan dan deteksi dini belum banyak dilakukan oleh para orang tua. Salah satu sebabnya adalah pengetahuan yang masih minim mengenai penyakit kanker tersebut.
Dalam penelitian menyebutkan bahwa 5-10% anak usia prasekolah dan 10% anak usia sekolah memiliki masalah penglihatan. Namun seringkali anak-anak sulit menceritakan masalah penglihatan yang mereka alami. Karena itu, skrining mata pada anak sangat diperlukan untuk mendeteksi masalah penglihatan sedini mungkin. Setidaknya anak diperiksakan ke dokter mata setiap 2 tahun dan harus lebih sering apabila telah ditemukan masalah spesifik atau terdapat faktor risiko.
Untuk itu kami menyusun makalah ini dengan tujuan berbagi pengetahuan tentang penyakit retina blastoma ke masyarakat luas yang mana di negara Indonesia masih kurang di perhatikan. Dan kami sebagai perawat perlu memahami  dan mengetahui mengenai asuhan keperawatan terhadap pasien dengan retino blastoma.
1.2.Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah konsep teori retino blastoma?
2.      Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan retinoblastoma?
1.3.Tujuan
  Mengetahui pengertian dari  penyakit retino blastoma.
  Mengetahui etiologi dari penyakit retino blastoma.
  Mengetahui manifestasi klinis dari penyakit retina blastoma.
  Mengetahui patofisiologi dari penyakit retino blastoma.
  Mengetahui  penatalaksanaan terhadap pasien retino blastoma.
  Mengetahui asuhan keperawatan yang tepat pada pasien retino blastoma

BAB II
ISI
2.1. Definisi
Retinoblastoma adalah tumor endo-okular pada anak yang mengenai saraf embrionik retina. Kasus ini jarang terjadi, sehingga sulit untuk dideteksi secara awal. Rata rata usia klien saat diagnosis adalah 24 bulan pada kasus unilateral, 13 bulan pada kasus kasus bilateral. Beberapa kasus bilateral tampak sebagai kasus unilateral, dan tumor pada bagian mata yang lain terdeteksi pada saat pemeriksaan evaluasi. ini menunjukkan pentingnya untuk memeriksa klien dengan dengan anestesi pada anak anak dengan retinoblastoma unilateral, khususnya pada usia dibawah 1 tahun. (Pudjo Hagung Sutaryo, 2006 ).

2.2. Etiologi
Retinoblastoma terjadi secara familiar atau sporadik. Namun dapat juga diklasifikasikan menjadi dua subkelompok yag berbeda, yaitu bilateral atau unilateral dan diturunkan atau tidak diturunkan. Kasus yang tidak diturunkan selalu unilateral, sedangkan 90 % kasus yang diturunkan adalah bilateral, dan unilateral sebanyak 10%. Gen retinoblastoma (RBI) diisolasi dari kromosom 13q14, yang berperan sebagai pengatur pertumbuhan sel pada sel normal. Penyebabnya adalah tidak terdapatnya gen penekan tumor, yang sifatnya cenderung diturunkan. Kanker bisa menyerang salah satu mata yang bersifat somatic maupun kedua mata yang merupakan kelainan yang diturunkan secara autosom dominant. Kanker bisa menyebar ke kantung mata dan ke otak (melalu saraf penglihatan/nervus optikus).

2.3. Manifestasi klinis
Gejala retinoblastoma dapat menyerupai penyakit lain dimata. Bila letak tumor dimakula, dapat terlihat gejala awal strabismus. Massa tumor yang semakin membesar akan memperlihatkan gejala leukokoria, tanda-tanda peradangan di vitreus (Vitreous seeding) yang menyerupai endoftalmitis. Bila sel-sel tumor terlepas dan masuk ke segmen anterior mata , akan menyebabkan glaucoma atau tanda-tanda peradangan berupa hipopion atau hifema. Pertumbuhan tumor ini dapat menyebabkan metastasis dengan invasi tumor melalui nervus optikus ke otak, melalui sclera ke jaringan orbita dan sinus paranasal, dan metastasis jauh ke sumsum tulang melalui pembuluh darah. Pada fundus terlihat bercak kuning mengkilat, dapat menonjol kebadan kaca. Di permukaan terdapat neovaskularisasi dan perdarahan. Warna iris tidak normal. Penyebaran secara limfogen, ke kelenjar limfe preaurikular dan submandibula dan, hematogen, ke sumsum tulang dan visera, terutama hati.
Kanker retina ini pemicunya adalag faktor genetik atau pengaruh lingkungan dan infeksi virus. Gejala yang ditimbulkan retinoblastoma adalah timbulnya bercak putih di bagian tengah mata atau retina, membuat mata seolah-olah bersinar bila terkena cahaya. Kemudian kelopak mata menurun dan pupil melebar, penglihatan terganggu atau mata kelihatan juling. Tapi apabila stadium berlanjut mata tampak menonjol. Jadi apabila terihat tanda-tanda berupa mata merah, berair, bengkak, walaupun sudah diberikan obat mata dan pada kondisi gelap terlihat seolah bersinar seperti kucing jadi anak tersebut bisa terindikasi penyakit retinoblastoma.

2.4.Patofisiologi
             Jika letak tumor di macula, dapat terlihat gejala awal strabismus. Massa tumor yang semakin membesar akan memperlihatkan gejala leukokoria, tanda-tanda peradangan vitreus yang menyerupai endoftalmitis. Jika sel-sel tumor terlepas dan masuk ke segmen anterior mata, akan menyebabkan glaucoma atau tanda peradangan berupa hipopion atau hifema. Pertumbuhan tumor ini dapat menyebabkan metastasis dengan invasi tumor melalui; nervus optikus ke otak, sclera ke jaringan orbita dan sinus paranasal, dan metastasis jauh kesumsum tulang melalui pembuluh darah. Pada fundus terlihat bercak kuning mengkilat, dapat menonjol ke badan kaca. Dipermukaan terdapat neovaskularisasi dan perdarahan. Warna iris tidak normal. Penyebaran secara limfogen, ke kelenjar limfe preaurikuler dan submandibula serta secara hematogen ke sumsum tulang dan visera.


2.5.Klasifikasi Stadium
Menurut Reese-Ellsworth, retino balastoma digolongkan menjadi :
 1. Golongan I
a. Tumor soliter/multiple kurang dari 4 diameter pupil.
b. Tumor multiple tidak lebih dari 4dd,dan terdapat pada atau dibelakang ekuator
2. Golongan II
a. Tumor solid dengan diameter 4-10 dd pada atau belakang ekuator
b. Tumor multiple dengan diameter 4-10 dd pada atau belakang ekuator
3. Golongan III
a. Beberapa lesi di depan ekuator
b. Tumor ada di depan ekuator atau tumor soliter berukuran >10 diameter papil
4. Golongan IV
a. Tumor multiple sebagian besar > 10 dd
b. Beberapa lesi menyebar ke anterior ke ora serrata
5. Golongan V
a. Tumor masif mengenai lebih dari setengah retina
b. Penyebaran ke vitreous
Tumor menjadi lebih besar, bola mata memebesar menyebabakan eksoftalmus kemudian dapt pecah kedepan sampai keluar dari rongga orbita disertai nekrose diatasnya.
Menurut Grabowski dan Abrahamson, membagi penderajatan berdasarkan tempat utama dimana retinoblastoma menyebar sebagai berikut :
1. Derajat I intraokular
a. tumor retina.
b. penyebaran ke lamina fibrosa.
c. penyebaran ke ueva.
2. Derajat II orbita
a. Tumor orbita : sel sel episklera yang tersebar, tumor terbukti dengan    biopsi.
b. Nervous optikus.
2.6. Penatalaksanaan
Dua aspek pengobatan retinoblastoma harus diperhatikan, pertama adalah pengobatan local untuk jenis intraocular, dan kedua adalah pengobatan sistemik untuk jenis ekstrokular, regional, dan metastatic.
Hanya 17% pasien dengan retinoblastoma bilateral kedua matanya masih terlindungi. Gambaran seperti ini lebih banyak pada keluarga yang memiliki riwayat keluarga, karena diagnosis biasanya lebih awal. Sementara 13% pasien dengan retinoblastoma bilateral kedua matanya terambil atau keluar karena penyakit intraocular yang sudah lanjut, baik pada waktu masuk atau setelah gagal pengobatan local.
Jenis terapi
  1. Pembedahan
Enukleasi adalah terapi yang paling sederhana dan aman untuk retinoblastoma. Pemasangan bola mata palsu dilakukan beberapa minggu setelha prosedur ini, untuk meminimalkan efek kosmetik. Bagaimanapun, apabila enukleasi dilakukan pada dua tahun pertama kehidupan, asimetri wajah akan terjadi karena hambatan pertumbuhan orbita. Bagaimanapun, jika mata kontralateral juga terlibat cukup parah, pendekatan konservatif mungkin bisa diambil.
Enukleasi dianjurkan apabila terjadi glaukoma, invasi ke rongga naterior, atau terjadi rubeosis iridis, dan apabila terapi local tidak dapat dievaluasi karena katarak atau gagal untuk mengikuti pasien secara lengkap atau teratur. Enuklasi dapat ditunda atau ditangguhkan pada saat diagnosis tumor sudah menyebar ke ekstraokular. Massa orbita harus dihindari. Pembedahan intraocular seperti vitrektomi, adalah kontraindikasi pada pasien retinoblastoma, karena akan menaikkan relaps orbita.

2.      External beam radiotherapy (EBRT)
Retinoblastroma merupakan tumor yang radiosensitif dan radioterapi merupakan terapi efektif lokal untuk khasus ini. EBRT mengunakan eksalator linjar dengan dosis 40-45 Gy dengan pemecahan konvensional yang meliputi seluruh retina. Pada bayi mudah harus dibawah anestesi dan imobilisasi selama prosedur ini, dan harus ada kerjasama yang erat antara dokter ahli mata dan dokter radioterapi untuk memubuat perencanan. Keberhasilan EBRT tidak hanya ukuran tumor, tetapi tergantung teknik dan lokasi. Gambaran regresi setelah radiasi akan terlihat dengan fotokoagulasi. Efek samping jangka panjang dari radioterapi harus diperhatikan. Seperti enuklease, dapat terjadi komplikasi hambatan pertumbuhantulang orbita, yang akhirnya akan meyebabkan ganguan kosmetik. Hal yang lebih penting adalah terjadi malignasi skunder.
3.      Radioterapi plaque
Radioaktif episkeral plaque menggunakan 60 Co, 106 Ro, 125 I sekarang makin sering digunakan untuk mengobati retinoblastoma. Cara itu biasanya digunakan untuk tumoryang ukurannya kecil sa,pai sedang yang tidak setuju dengan kryo atau fotokoagulasi, pada kasus yang residif setelah EBRT, tetapi akhir-akhir ini juga digunakan pada terapi awal, khusunya setelah kemoterapi. Belum ada bukti bahwa cara ini menimbulkan malignansi sekunder.
4.      Kryo atau fotokoagulasi
Cara ini digunakan untuk mengobati tumor kecil (kurang dari 5 mm) dan dapat diambil. Cara ini sudah secara luas digunakan dan dapat diulang beberapa kali sampai kontrol lokal terapi.  Kryoterapi biasanya ditujukan unntuk tumorbagian depan dan dilakukan dengan petanda kecil yang diletakkan di konjungtiva. Sementara fotokoagulasi secara umum digunakan untuk tumor bagian belakang baik menggunakan laser argon atau xenon. Fotokoagulasi tidak boleh diberikan pada tumor dekat makula atau diskus optikus, karena bisa meninggalkan jaringan parut yang nantinya akan menyebabkan ambliopi. Kedua cara ini tidak akan atau sedikit menyebabkan komplikasi jangka panjang.
5.      Modalitas yang lebih baru
Pada beberapa tahun terakhir,banyak kelompok yang menggunakan kemoterapi sebagai terapi awal untuk kasus interaokular, dengan tujuan untuk menguraagi ukuran tumor dan membuat tumor bisa diterapi secara lokal. Kemoterapi sudah dibuktikan tidak berguna untuk kasus intraocular, tetapi dengan menggunakan obat yang lebih baru dan lebih bisa penetrasi ke mata, obat ini muncul lagi. Pendekatan ini digunakan pada kasus-kasus yang tidak dilakukan EBICT atau enukleasi, khususnya kasus yang telah lanjut. Carboplatin baik sendiri atau dikombinasi dengan vincristine dan VP16 atau VM26 setelah digunakan. Sekarang kemoreduksi dilakukan sebagai terspi awal kasus retinoblastoma bilateral dan mengancam fungsi mata.
6.      Kemoterapi
Protocol adjuvant kemoterapi masih kontrovensial. Belum ada penelitian yang luas, prospektif dan random. Sebagian besar penelitian didasarkan pada sejumlah kecil pasien dengan perbedaan resiko relaps. Selain itu juga karena kurang diterimanya secra luas sistem stadium yang dibandingkan dengan berbagai macam variasi. Sebagian besar penelitian didasarkan pada gambaran factor risiko secara histopatologi.
Penentuan stadium secara histopatologi setelah enukleasi sangat penting untuk menentukan risiko relaps. Banyak peneliti memberikan kemoterapi adjuvant untuk pasien-pasien retinoblastoma intraokular dan memiliki faktor risiko potensial seperti nervus optikus yang pendek (< 5 mm), tumor undifferentiated, atau invasi ke nervus optikus prelaminar. Kemoterapi ingtratekal dan radiasi intracranial untuk mencegah penyebaran ke otak tidak dianjurkan.
Apabila penyakitnya sudah menyebar ke ekstraokuler, kemoterapi awal dianjurkan. Obat yang digunakan adalah carboplatin, cis;platin, etoposid, teniposid, sikofosfamid, ifosfamid, vinkristin, adriamisin, dan akhir-akhir ini adalah dikombinasi dengan idarubisin. Meskipun laporan terakhir menemukan bahwa invasi keluar orbita dan limfonodi preauricular dihubungkan dengan keluaran yang buruk, sebagian besar pasien ini akan mencapai harapan hidup yang panjang dengan pendekatan kombinasi kemoterapi, pembedahan, dan radiasi. Meskipun remisi bisa dicapai oleh pasien dengan metastasis, biasanya mempunyai kehidupan pendek. Hal ini biasanya dikaitkan dengan ekspresi yang belebihan p 170 glikoprotein pada retinoblastoma, yang dihubungkan dengan multidrug resistance terhadap kemoterapi.

2.7. Asuhan Keperawatan pada Pasein Retinoblastoma
Suatu sistem dalam merencanakan pelayanan asuhan keperawatan yang mempunyai empat tahapan yang terdiri dari pengkajian, perencanaan, implementasi, dan evaluasi (Lismidar,1990).

Pengkajian
Merupakan tahap awal dari landasan proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan yaitu, pengumpulan data, pengelompokan data, dan perumusan diagnosis keperawatan (Lismidar, 1990).
a.         Pengumpulan data
1)        Identitas pasien
Meliputi nama, umur untuk mengetahui angka kejadian pada usia keberapa, jenis kelamin untuk membandingkan angka kejadian antara laki-laki dan perempuan, pekerjaan untuk mengetahui apakah penderita sering menggunakan tenaga secara berlebihan atau tidak.
2)        Riwayat penyakit sekarang
Pada pengkajian ini yang perlu dikaji adanya keluhan pada penglihatan seperti penglihatan kabur, melihat kilatan–kilatan kecil, adanya tirai hitam yang menutupi area penglihatan, adanya penurunan tajam penglihatan.
3)        Riwayat penyakit dahulu
Adakah riwayat penyakit dahulu yang diderita pasien yang berhubungan dengan timbulnya retinoblastoma yaitu adanya miopi tinggi, retinopati, trauma pada mata.
4)        Riwayat penyakit keluarga
Adakah anggota keluarga lain yang mengalami penyakit seperti yang dialami pasien dan miopi tinggi.
5)        Riwayat psikososial dan spiritual
Bagaimana hubungan pasien dengan anggota keluarga yang lain dan lingkungan sekitar sebelum maupun sesudah sakit. Apakah pasien mengalami kecemasan, rasa takut, kegelisahan karena penyakit yang dideritanya dan bagaimana pasien menggunakan koping mekanisme untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
6)        Pola-pola fungsi kesehatan
Masalah yang sering muncul pada pasien dengan post ablasio retina apabila tidak terdapat komplikasi, adalah sebagai berikut :
(a)      Pola persepsi dan tata laksana hidup
Bagaimana persepsi pasien tentang hidup sehat, dan apakah dalam melaksanakan talaksana hidup sehat penderita membutuhkan bantuan orang lain atau tidak.
(b)      Pola tidur dan istirahat
Dikaji berapa lama tidur, kebiasaan disaat tidur dan gangguan selama tidur sebelum pelaksanaan operasi dan setelah palaksanaan operasi. Juga dikaji bagaimana pola tidur dan istirahat selama masuk rumah sakit.
(c)      Pola aktifitas dan latihan
Apa saja kegiatan sehari-hari pasien sebelum masuk rumah sakit. Juga ditanyakan aktifitas pasien selama di rumah sakit, sebelum dan setelah pelaksanaan operasi.
(d)     Pola hubungan dan peran
Bagaimana hubungan pasien dengan lingkungan sekitarnya. Apakah peranan pasien dalam keluarga dan masyarakat. Juga ditanyakan bagaimana hubungan pasien dengan pasien lain dirumah sakit,sebelum dan setelah pelaksanaan operasi.
(e)      Pola persepsi dan konsep diri
Bagaimana body image, harga diri, ideal diri, dan identitas diri pasien. Apakah ada perasaan negatif terhadap dirinya. Juga bagaimana pasien menyikapi kondisinya setelah palaksanaan operasi.
(f)       Pola sensori dan kognitif
Bagaimana daya penginderaan pasien. Bagaimana cara berpikir dan jalan pikiran pasien.
(g)      Pola penanggulangan stress
Bagaimana pasien memecahkan masalah yang dihadapi dan stressor yang paling sering muncul pada pasien.
7)        Pemeriksaan
a)         Status kesehatan umum
Bagaimana keadaan penyakit dan tanda-tanda vitalnya.
b)        Pemeriksaan mata
Pemeriksaan pada mata dibagi berdasarkan segmen-segmen, yaitu :
Pemeriksaan segmen anterior :
(1)      Adanya pembengkakan pada palpebrae atau tidak, biasanya pada klien post operasi retinoblastoma, palpebraenya akan bengkak.
(1)      Keadaan lensa, bila tidak ada konplikasi lain, maka keadaan lensanya adalah jernih.
(3)      Bagaimana keadaan pupilnya, pupil pada klien retinoblastoma yang telah masuk rumah sakit akan melebar sebagai akibat dari pemberian atropin.
(4)      Kamera Okuli Anteriornya biasanya dalam.
(5)      Bagaimana keadaan konjungtivanya, biasanya pasien post operasi akan mengalami hiperemi pada konjungtivanya.
Pemeriksaan segmen posterior
(1)      Corpus vitreum ada kelainan atau tidak.
(2)      Ada atau tidak pupil syaraf optiknya.

Pemeriksaan diagnostik
(1)      Visus, untuk mengetahui tajam penglihatan, adakah penurunan atau tidak dan untuk mengetahui sisa penglihatan yang masih ada. Pengujian ini dengan menggunakan kartu snelen yang dibuat sedemikian rupa sehingga huruf tertentu yang dibaca dengan pusat optik mata membentuk sudut 500 untuk jarak tertentu. Pada ablasio retina didapatkan penurunan tajam penglihatan.
(2)      Fundus kopi, untuk mengetahui bola mata seperti warna retina, keadaan retina, reflek dan gambaran koroid.
b.      Analisis data
Setelah pengumpulan data dilakukan, kemudian data tersebut dikelompokkan dan dianalisis. Data tersebut dikelompokkan menjadi dua jenis. Yang pertama adalah data subyektif, yaitu data yang diungkapkan oleh pasien dan data obyektif, yaitu data yang didasarkan pada pengamatan penulis. Data tersebut dikelompokkan berdasarkan peranannya dalam menunjang suatu masalah, dimana masalah tersebut berfokus kepada pasien dan respon yang tampak pada pasien.
c.         Diagnosis keperawatan
Dari hasil analisis data diatas, dapat dirumuskan menjadi diagnosis keperawatan sebagai berikut :
1)        Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan luka post operasi retinoblastoma.
2)        Potensial terjadi infeksi sehubungan adanya luka operasi retinoblastoma.
3)        Gangguan aktifitas pemenuhan kebutuhan diri sehubungan dengan bed rest total.
4)        Adanya kecemasan sehubungan dengan ancaman kehilangan penglihatan.
5)        Gangguan konsep diri (harga diri rendah) sehubungan dengan kerusakan penglihatan.
6)        Potensial terjadi kecelakaan sehubungan dengan penurunan tajam penglihatan.




Perencanaan
Tahap perencanaan meliputi prioritas diagnosis keperawatan, tujuan dilakukan asuhan keperawatan, dan kriteria hasil yang diharapkan dari pasien serta merumuskan rencana tindakan keperawatan yang akan terjadi.
Diagnosis Keperawatan Pertama
Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan luka post operasi retinoblastoma.
Tujuan :
Rasa nyeri pasien hilang atau berkurang sehingga dapat meningkatkan rasa kenyamanan pasien.
Kriteria Hasil
(1)      Secara verbal pasien mengatakan rasa nyaman terpenuhi.
(2)      Secara verbal pasien mengatakan rasa nyeri hilang atau berkurang.
Diagnosis Keperawatan Kedua
Potensial terjadi infeksi sehubungan dengan adanya luka operasi
Tujuan
Tidak terjadi infeksi pada luka post operasi ablasio retina.
Kriteria Hasil
(1)      Pasien mampu melaporkan adanya tanda-tanda infeksi, seperti rasa nyeri, bengkak, panas.
(2)       Tidak didapatkan adanya tanda-tanda infeksi.
Diagnosis Keperawatan Ketiga
Gangguan aktifitas pemenuhan kebutuhan diri sehubungan dengan bed rest total.
Tujuan
Pasien dapat memenuhi kebutuhan dirinya sesuai dengan kondisinya.
Kriteria Hasil
Secara verbal, pasien mengatakan dapat memenuhi kebutuhan diri yang sesuai dengan kondisinya.
Diagnosis Keperawatan Keempat
Adanya kecemasan sehubungan dengan ancaman kehilangan penglihatan.
Tujuan
Cemas berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil
(1)      Pasien mampu menggunakan koping yang efektif.
(2)      Pasien tidak tampak murung.
(3)      Pasien dapat tidur dengan tenang.
Diagnosis Keperawatan Kelima
Gangguan citra diri sehubungan dengan kerusakan penglihatan.
Tujuan
Pasien dapat mencapai kembali citra diri yang optimal.
Kriteria Hasil
(1)      Pasien mampu mengekspresikan tentang perubahan dan perkembangan kearah penerimaan.
(2)      Pasien mampu menunjukkan rerspon yang adaptif terhadap perubahan citra diri.
Diagnosis Keperawatan Keenam
Potensial terjadi kecelakaan sehubungan dengan penurunan tajam penglihatan.
Tujuan
Tidak terjadi kecelakaan atau cedera pada pasien.
Kriteria Hasil
(1)      Tidak terjadi perlukaan pada pasien.
(2)      Pasien dapat mengetahui faktor yang dapat menyebabkan perlukaan.
2.8. Intervensi Keperawatan
No
Diagnosa Keperawatan
Intervensi
Rasional
1.
Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan luka post operasi ablasio retina
·         Kolaborasi dengan individu untuk menjelaskan metode apa yang digunakan untuk menurunkan intensitas nyeri (relaksasi,distraksi)
·         Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan analgesik pada penurunan rasa nyeri yang optimal.
·         Pantau tekanan darah setiap 4 jam.
·         Untuk mengetahui keinginan pasien akan jenis tehnik penurun nyeri yang diinginkan pasien.
·         Tim dokter dapat menentukan menentukan jenis analgesik yang diperlukan pasien.
·         Rasa nyeri dapat menaikkan tekanan darah pasien.

2.
Potensial terjadi infeksi sehubungan dengan adanya luka operasi
·         Pantau adanya tanda-tanda infeksi seperti, kemerahan, bengkak, nyeri, panas.
·         Kaji status nutrisi pasien.
·         Instruksikan pada pasien pada pasien dan keluarga pasien untuk  melakukan tindakan aseptik yang sesuai.
·         Gunakan tehnik aseptik selama mengganti balutan.
·         Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian antibiotik.
·         Rawat luka setiap hari.
·         Kaji lingkungan pasien yang dapat menimbulkan infeksi.
·         Infeksi yang lebih dini diketahui akan lebih mudah penanganannya.
·         Pemberian asupan kalori dan protein yang sesuai dengan kebutuhan dapat menunjang proses penyembuhan pasien .
·         Untuk mencegah kontaminasi.
·         Tehnik aseptik dapat mencegah terjadinya infeksi nosokomial.
·         Tim dokter dapat menentukan jenis antibiotik yang sesuai dengan kondisi pasien.
·         Rawat luka setiap hari dapat mencegah masuknya kuman.
·         Kondisi lingkungan pasien yang jelek dapat menimbulkan infeksi nosokomial.
3.
Gangguan aktifitas pemenuhan kebutuhan diri sehubungan dengan bed rest total.


·         Latih pasien untuk dapat melakukan latihan yang sesuai dengan kondisinya.
·         Orientasikan lingkungan sekitar kepada pasien.

·           Dengan latihan yang baik, pasien akan mampu memaksimalkan kemampuannya untuk memenuhi kebutuhannya yang sesuai dengan kondisinya.
·           Pengenalan pada lingkungan akan membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan dirinya.
4.
Adanya kecemasan sehubungan dengan ancaman kehilangan penglihatan.
·         Monitor tingkat kecemasan pasien melalui observasi respon fisiologis.
·         Beri informasi yang jelas sesuai dengan tingkat pengetahuan pasien tentang penyakit yang dideritanya.
·         Dengan monitor tingkat kecemasan dapat diketahui berapa besar stressor yang dihadapi pasien.
·         Pemberian informasi dapat mengurangi kecemasan pasien.
5.
Gangguan citra diri sehubungan dengan kerusakan penglihatan.
·         Sediakan waktu bagi pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
·         Tingkatkan hubungan dan dorongan dari orang terdekat.
·         Bantu pasien dalam diskusi dan penerimaan perubahan ketajaman penglihatan.
·         Dorong kemandirian yang ditoleransi.

·         Hal ini dapat menumbuhkan perasaan pada pasien bahwa masih ada orang yang menaruh perhatian pada pasien.
·         Orang terdekat mampu mengangkat kepercaayaan diri pasien.
·         Dari diskusi yang dilakukan diharapkan pasien dapat mengungkapkan perasaannya dan dapat mencari jalan keluar dari masalah yang dihadapi.
·         Untuk menumbuhkan kepercayaan diri pasien.
6.
Potensial terjadi kecelakaan sehubungan dengan penurunan tajam penglihatan.
·         Periksa adanya perlukaan.
·         Orientasikan pada pasien lingkungan sekitarnya.
·         Hindari ketegangan pada pasien.

·            Dengan mengkaji perlukaan dapat mencegah terjadinya perlukaan yang lebih parah.
·            Diharapakan pasien dapat dapat mengenal lingkungannya sehingga akan mengurangi resiko terjadinya kecelakaan.
·            Ketegangan dapat menyebabkan kecelakaan

Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan yang merupakan tindakan yang kontinu dan melibatkan seluruh tenaga kesehatan yang terlibat dalam penanganan pasien, termasuk pasien itu sendiri. Pada tahap ini akan kita ketahui sejauh mana keberhasilan asuhan keperawatan yang kita laksanakan.
Sedangkan hasil yang kita harapkan adalah :
a.          Rasa nyeri pasien berkurang atau hilang sehingga meningkatkan rasa nyaman.
b.         Tidak terjadi infeksi.
c.          Pasien dapat memenuhi kebutuhan dirinya sesuai dengan kondisinya.
d.         Rasa cemas pasien hilang atau berkurang.
e.          Pasien dapat mencapai harga diri yang optimal.
f.          Tidak terjadi pencederaan diri.




















BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Retinoblastoma adalah suatu neoplasma yang berasal dari neuroretina (sel kerucut sel batang) atau sel glia yang bersifat ganas. Merupakan tumor ganas intraokuler yang ditemukan pada anak-anak, terutama pada usia dibawah lima tahun. Tumor berasal dari jaringan retina embrional. Dapat terjadi unilateral (70%) dan bilateral (30%). Sebagian besar kasus bilateral bersifat herediter yang diwariskan melalui kromosom.
            Pasien dengan retinoblastoma harus diberikan perawatan secara intensif dan perlunya pengetahuan dari pihak keluarga agar penyakit tersebut tidak mengalami komplikasi. Dan kita sebagai perawat harus mampu memberikan edukasi tentang gejala dini retinoblastoma agar dapat segera diobati.










DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana asuhan keperawatan. Jakarta: EGC.
Voughan, Dale. 2000. Oftalmologi umum. Jakarta :widya medika.
Permono, Bambang, dkk. 2006. Buku ajar hematologi-onkologi anak. Jakarta:Badan Penerbit IDAI.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar