Social Icons

Rabu, 11 Juli 2012

Sejarah SKA di INDONESIA

Sejarah SKA di INDONESIA
DI awal tahun 2000-an, musik bernama SKA menjadi begitu mewabah di Indonesia. Joget pogo, begitu komunitas ini menyebut goyangnya, diikutii banyak orang. Tidak sulit menirukan gerakannya dan lumayan menghibur. Sayangnya, “hujan” ska tidak terlalu lama membanjiri industri musik Indonesia. Setelah booming sesaat, Ska kembali tiarap. +++ DARI beberapa sumber yang saya investigasi, genre musik yang berasal di Jamaika pada akhir 1950-an, dan merupakan pendahulu rocksteady dan reggae. Ska menggabungkan unsur-unsur musik mento dan musik kalipso dari Karibia dengan jazz dan rhythm and blues dari Amerika Serikat. Ciri khas musik ini adalah jalur bass berjalan dengan aksentuasi pada ritme upbeat. Pada awal 1960-an, ska adalah genre musik yang dominan di Jamaika dan popular di Britania Raya. Musik ini kemudian populer di kalangan skinhead. Sejarah ska umumnya dibagi menjadi tiga periode: ska asli Jamaika dari tahun 1960-an (gelombang pertama), kebangkitan ska 2 ToneInggris pada akhir 1970-an (gelombang kedua), dan gerakan ska gelombang ketiga yang dimulai pada 1980-an, dan meraih kepopuleran di Amerika Serikat pada 1990-an. Imbasnya memang bergeser ke belahan dunia manapun termasuk Indonesia. Ketika meledak tren ska, banyak band yang lahir dan disebut sebagai band ska. Untuk menyebut nama seperti Jun Fan Gan Foo, Es Coret, Arigatoo [berubah jadi Souljah], Collonyet, UFO, Dirty Dools, Purpose, Jet Coaster, Rolling Doors. Nama lain yang akhirnya jadi ikon ska [bahkan sampai sekarang] adalah Tipe-X dan Shaggy Dog [band asal Jogjakarta]. Saat musik rock merajai televisi dan radio di era 90-an, musik yang satu ini tiba-tiba muncul dan langsung menjadi tren tersendiri di anak-anak muda. Nggak cuma nge-trend di telinga, ska juga menjadi tren lifestyle remaja saat itu. Baju pantai celana pendek, dengan dandanan necis menjadi wabah seiring demam ska. Meski identik dengan hura-hura dan pesta, rupanya awal ska memiliki sejarah gelap dengan syair-syair berisi penderitaan bangsa terjajah yang tersamar dengan alunan aransemen musik dansa. Tren musik ska berjalan tidak sampai satu dekade. Dan setelah itu, banyak band ska pada bubar, meski banyak yang tetap berkecimpung di ranah musik [mungkin yang sedang tren juga]. Popularitas ska memang tidak sekencang pop, jazz, atau rock mungkin. Tapi sebenarnya ska adalah musik yang cair dan bisa ngeblend dengan genre apapun, secara asik. Di Indonesia, ska punya pengaruh yang kuat di industri. Tak cuma itu, fans ska termasuk fanatik dengan genrenya. Jadi, kadang-kadang mereka yang tidak tahu, merasa bahwa ska adalah “hidup-mati” mereka. *wawancara ini dimuat di Majalah SoundUp Edisi Juni 2011

3 komentar: