Social Icons

Kamis, 28 Februari 2013

Asuhan Keperawatan (Askep) ABSES

BAB I
KONSEP DASAR

  1. Pengertian

Abses adalah peradangan purulenta yang juga melebur ke dalam suatu rongga (rongga Abses) yang sebelumnya tidak ada, berbatas tegas (Rassner et al, 1995: 257). Menurut Smeltzer, S.C et al (2001: 496). Abses adalah infeksi bakteri setempat yang ditandai dengan pengumpulan pus (bakteri, jaringan nekrotik dan SDP). Sedangkan menurut EGC (1995: 5) Abses adalah kumpulan nanah setempat dalam rongga yang terbentuk akibat kerusakan jaringan.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat dikemukakan bahwa Abses Inguinal merupakan kumpulan nanah pada Inguinal akibat infeksi bakteri setempat.

 


  1. Penyebab / Faktor Predisposisi

Underwood, J.C.E (1999: 232) mengemukakan penyebab Abses antara lain:


  1. Infeksi mikrobial

Salah satu penyebab yang paling sering ditemukan pada proses radang ialah infeksi mikrobial. Virus menyebabkan kematian sel dengan cara multiplikasi intraseluler. Bakteri melepaskan eksotoksin yang spesifik yaitu suatu sintesis kimiawi yang secara spesifik mengawali proses radang atau melepaskan endotoksin yang ada hubungannya dengan dinding sel.


  1. Reaksi hipersentivitas

Reaksi hipersentivitas terjadi bila perubahan kondisi respons imunologi mengakibatkan tidak sesuainya atau berlebihannya reaksi imun yang akan merusak jaringan.


  1. Agen fisik

Kerusakan jaringan yang terjadi pada proses radang dapat melalui trauma fisik, ultraviolet atau radiasi ion, terbakar atau dingin yang berlebih (frosbite).


  1. Bahan kimia iritan dan korosif     

Bahan kimiawi yang menyebabkan korosif (bahan oksidan, asam, basa) akan merusak jaringan yang kemudian akan memprovokasi terjadinya proses radang. Disamping itu, agen penyebab infeksi dapat melepaskan bahan kimiawi spesifik yang mengiritasi dan langsung mengakibatkan radang.


  1. Nekrosis jaringan

Aliran darah yang tidak mencukupi akan menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen dan makanan pada daerah bersangkutan, yang akan mengakibatkan terjadinya kematian jaringan, kematian jaringan sendiri merupakan stimulus yang kuat untuk terjadinya infeksi. Pada tepi daerah infark sering memperlihatkan suatu respons, radang akut.

 


  1. Gambaran Klinik

Smeltzer, S.C et al (2001: 496) mengemukakan bahwa pada Abses terjadi nyeri tekan. Sedangkan Lewis, S.M et al (2000: 1187) mengemukakan bahwa manifestasi klinis pada Abses meliputi nyeri lokal, bengkak dan kenaikan suhu tubuh. Leukositosis juga terjadi pada Abses (Lewis, S.M et al, 2000: 589). Sedangkan tanda-tanda infeksi meliputi kemerahan, bengkak, terlihat jelas (lebih dari 2,5 cm dari letak insisi), nyeri tekan, kehangatan meningkat disekitar luka, warna merah jelas pada kulit disekitar luka, pus atau rabas, bau menusuk, menggigil atau demam (lebih dari 37,7oC/100oF) (Smeltzer, S.C et al, 2001: 497).

 


  1. Anatomi / Patologi   

Rassner et al (1995: 257) mengemukakan bahwa subkutis (hipoderm, panikulus adiposus) merupakan kompartemen ketiga dari organ kulit disamping epidermis dan dermis. Subkutis yang letaknya diantara dermis (korium) dan fasia tubuh, membungkus dengan lapisannya yang relatif tebal.


  1. Epidermis

  2. Dermis
  3. Subkutis
  4. Papila dermis
  5. Papila subkutis
  6. Septa fibrosa
  7. Lobulus lemak dengan sel lemak
  8. Fasia
Gambar 1: Skema subkutis (Rassner et al, 1995: 257)  










Rassner et al (1995: 257) menjelaskan bahwa subkutis terdiri atas sel lemak, jaringan ikat dan pembuluh darah sel lemak (liposit) di organisir menjadi lemak (mikrolobuli, lobuli, pembuluh darah) dan ini semua diringkas dalam septa jaringan ikat. Septa jaringan ikat (septa fibrosa) mengukuhkan subkutis baik dalam fasia tubuh maupun dalam korium dan bertindak sebagai jalan untuk pembuluh darah dan saraf kulit ke dalam subkutis masuk folikel, rambut dan kelenjar keringat sebagai adneksa kutis. Selain itu dalam subkutis terdapat vena-vena besar (misalnya vena saphena) dan saluran limfe disertai dengan kelenjar getah bening regional superfisialis. Fungsi subkutis antara lain sebagai termoisolasi, depo energi (penimbunan lemak), fungsi pelindung dari faktor mekanik (lapisan pelindung dan lapisan penggeser antara korium dan fasia tubuh).

Nadesul, H (1997: 2-3) mengemukakan bahwa didalam kulit juga terdapat pembuluh darah dan kelenjar getah bening. Pembuluh darah untuk memberi makan kulit. Melalui aliran darah, zat makanan dan zat asam disalurkan kelenjar getah bening membuat zat anti. Maksudnya untuk melindungi tubuh dari serangan bibit penyakit, kulit yang memiliki kelenjar-kelenjar lemak dan kelenjar peluh. Keduanya untuk membasahi kulit agar lembab. Bahan pelembab ini sekaligus sebagai pelindung kulit terhadap bibir penyakit kulit. Sedangkan kelenjar peluh sebagai pengalir peluh juga berfungsi mengeluarkan panas tubuh yang berlebihan.






Rassner et al (1995; 256) mengemukakan bahwa pada penyakit akuisita terdapat perubahan-perubahan berikut:


  1. Perubahan yang bersifat reaktif: hipertrofi /hiperplasi lokal/umum atau atropi.

  2. Kerusakan: atrofi, distrofi, jaringan lemak (atrofi dan hiperItrofi), nekrosis jaringan lemak (akut) atau nekrobiosis (perlahan-lahan). Pembentukan lipogranuloma (makrofag/ lipofag atau pembentukan serabut), fibrosis jaringan lemak maupun jaringan parut (stadium terminal)

  3. Peradangan: secara global mereka disebut sebagai panikulitis, suatu panikulitis terutama dapat mengenai lobus (panikulitis lobular) atau didalam septa jaringan ikat (panikulitis septal)    

Proses penyakit dapat menyerang jaringan ikat subkutan atau pembuluh darah subkutan dan menyebabkan perubahan sekunder jaringan lemak (Rassner et al, 1995: 256).







Gambar 3. Diagram Potongan Melintang Abses (EGC, 1995: 5)





Gambar 4. Anatomi Permukaan dari depan (khusunya inguinal) (Pearce, E.C, 2002: 32)


  1. Proses Penyembuhan Luka   

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (2000 : 397) mengemukakan proses penyembuhan luka sebagai berikut:


  1. Fase Inflamasi atau lag fase. Berlangsung sampai hari kelima. Akibat luka terjadi perdarahan. Ikut keluar trombosit dan sel sel radang. Trombosit mengeluarkan prostaglandin, tromboksan, bahan kimia tertentu dan asam amino tertentu yang mempengaruhi pembekuan darah, mengatur tonus dinding pembuluh darah dan kemotaksis terhadap leukosit.

Terjadi vasokontriksi dan proses penghentian perdarahan. Sel radang keluar dari pembuluh darah secara diapedesis dan menuju daerah luka secara kemotaksis. Sel mast mengeluarkan serotonin dan histamin yang meninggikan permeabilitas kapiler, terjadi eksudasi cairan edema.

Pertautan pada fase ini hanya oleh fibrin, belum ada kekuatan  pertautan luka sehingga disebut fase tertinggal (lag fase)


  1. Fase proliferasi atau fibroplasi. Berlangsung dari hari keenam sampai dengan 3 minggu. Terjadi proses proliferasi dan pembentukan fibroblas yang berasal dari sel-sel mesenkim. Fibroblas menghasilkan mukopolisakarida dan serat kolagen, yang terdiri dari asam-asam amino glisin, prolin dan hidroksiprolin. Mukopolisakarida mengatur deposisi serat-serat kolagen yang akan mempertautkan tepi luka. Pada fase ini luka diisi oleh sel-sel radang, fibroblas, serat-serat kolagen, kapiler-kapiler baru ; membentuk jaringan kemerahan dengan permukaan tak rata disebut jaringan granulasi.                                                                     

  2. Fase Remodelling   atau fase resorpsi. Dapat berlangsung berbulan-bulan dan berakhir bila tanda radang sudah hilang. Parut dan sekitarnya berwarna pucat, tipis, lemas, tak ada rasa sakit maupun gatal.


  1. Patofisiologi

Sjamsuhidajat et al (1998: 5) mengemukakan bahwa kuman penyakit yang masuk ke dalam tubuh akan menyebabkan kerusakan jaringan dengan cara mengeluarkan toksin. Underwood, J.C.E (1999: 232) menjelaskan bahwa bakteri melepaskan eksotoksin yang spesifik yaitu suatu sintesis, kimiawi yang secara spesifik mengawali proses radang atau melepaskan endotoksin yang ada hubungannya dengan dinding sel. Reaksi hipersensitivitas terjadi bila perubahan kondisi respons imunologi mengakibatkan tidak sesuainya atau berlebihannya reaksi imun yang akan merusak jaringan. Sedangkan agen fisik dan bahan kimiawi yang iritan dan korosif akan menyebabkan kerusakan jaringan. Kematian jaringan merupakan stimulus yang kuat untuk terjadi infeksi.

Price, S.A et al (1995: 36) mengemukakan bahwa infeksi hanya merupakan salah satu penyebab dari peradangan. Pada peradangan, kemerahan merupakan tanda pertama yang terlihat pada daerah yang mengalami peradangan akibat dilatasi arteriol yang mensuplai daerah tersebut akan meningkatkan aliran darah ke mikrosirkulasi lokal. Kalor atau panas terjadi bersamaan dengan kemerahan. Peningkatan suhu bersifat lokal. Namun Underwood, J.C.E (1999: 246) mengemukakan bahwa peningkatan suhu dapat terjadi secara sistemik akibat endogen pirogen yang dihasilkan makrofag mempengaruhi termoregulasi pada temperatur lebih tinggi sehingga produksi panas meningkat dan terjadi hipertermi (Guyton, A.C, 1995: 647-648).

Underwood, J.C.E (1999: 234-235) mengemukakan bahwa pada peradangan terjadi perubahan diameter pembuluh darah sehingga darah mengalir ke seluruh kapiler, kemudian aliran darah mulai perlahan lagi, sel-sel darah mulai mengalir mendekati dinding pembuluh darah di daerah zona plasmatik. Keadaan ini memungkinkan leukosit menempel pada epitel, sebagai langkah awal terjadinya emigrasi leukosit ke dalam ruang ektravaskuler. Lambatnya aliran darah yang menikuti fase hiperemia menyebabkan meningkatnya permeabilitas vaskuler, mengakibatkan keluarnya plasma untuk masuk ke dalam jaringan, sedangkan sel darah tertinggal dalam pembuluh darah akibat peningkatan tekanan hidrostatik dan penurunan tekanan osmotik sehingga terjadi akumulasi cairan didalam rongga ektravaskuler yang merupakan bagian dari cairan eksudat yaitu edema. Regangan dan distorsi jaringan akibat edema dan tekanan pus dalam rongga Abses menyebabkan rasa sakit. Beberapa mediator kimiawi pada radang akut termasuk bradikinin, prostaglandin dan serotonin akan merangsang dan merusakkan ujung saraf nyeri sehingga menurunkan ambang stimulus terhadap reseptor mekanosensitif dan termosensitif sehingga menimbulkan nyeri. Adanya edema akan menyebabkan berkurangnya gerak jaringan sehingga mengalami penurunan fungsi tubuh yang menyebabkan terganggunya mobilitas.

Sjamsuhidajat et al  (1998: 6-7) menjelaskan bahwa inflamasi terus terjadi selama masih ada pengrusakan jaringan. Bila penyebab kerusakan jaringan bisa diberantas maka debris akan di fagositosis dan dibuang oleh tubuh sampai terjadi resolusi dan kesembuhan. Bila trauma berlebihan, reaksi sel fagosit kadang berlebihan sehingga debris yang berlebihan terkumpul dalam suatu rongga membentuk Abses atau bertumpuk di sel jaringan tubuh yang lain membentuk flegmon. Trauma yang hebat, berlebihan, dan terus menerus menimbulkan reaksi tubuh yang juga berlebihan berupa fagositosis debris yang diikuti dengan pembentukan jaringan granulasi vaskuler untuk mengganti jaringan yang rusak. Fase ini disebut fase organisasi. Bila dalam fase ini pengrusakan jaringan berhenti akan terjadi fase penyembuhan melalui pembentukan jaringan granulasi fibrosa. Tetapi bila pengrusakan jaringan berlangsung terus, akan terjadi fase inflamasi kronik yang akan sembuh bila rangsang yang merusak hilang. Abses yang tidak diobati akan pecah dan mengeluarkan pus kekuningan (FKUI, 1989: 21) sehingga terjadi kerusakan integritas kulit. Sedangkan Abses yang di insisi dapat meningkatkan risiko penyebaran infeksi (Brown, J.S, 1995: 94).


Infeksi mikrobial
Reaksi hipersensitivitas
Agen fisik
Kimiawi
Nekrosis jaringan:
infark iskemik
Endotoksin
Eksotoksin
Inflamasi  
Perubahan pembuluh darah
Peningkatan aliran darah
Polimorf dan makrofag
Merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen
Peningkatan tekanan hidrostatik dan penurunan tekanan osmotik
Dilatasi pembuluh darah
Mempengaruhi pusat thermoregulator di hipotalamus (titik setel termostat di hipotalamus meningkat)
Edema  
Bengkak (tumor)
Berkurangnya gerak jaringan  
Fungsiolaesa   
MK 4: kerusakan mobilitas fisik  
Mengalir ke mikrosirkulasi lokal  
Hiperemia   
Rubor  
Peningkatan produksi panas   
MK2: hipertermi
Resolusi   
Pus tertimbun dalam jaringan
Pus dikelilingi membran piogenik   
Regangan dan distrosi jaringan
Dolor  
MK 3: nyeri
Tertimbunnya mediator kimiawi (bradikinin, prostaglandin, serotinin
Merangsang dan merusakkan ujung saraf nyeri
Menurunkan ambang stimulus resptor mekanosensitif dan termosensitif
Abses   
Peningkatan permeabilitas vaskuler

»»  READMORE...

Cara Melampirkan file Ms. Word di Blog

Mari Sama-sama kita simak langkah-langkahnya berikut ini :
 
  • Lankah 1 : upload file ke google docs.

   Silahkan login ke http://docs.google.com dengan account gmail anda.
   Klik tab Upload yang berada di sebelah kiri atas layar monitor anda.
   Terus terbuka Upload File di bawah tulisan select a file to upload:
   Masukan file yang ingin anda uploadkan (word, excel, power point).
   Klik Upload File yang ada di sebelah bawahnya.
   Tunggu beberapa saat hingga file anda terupload semuanya (bergantung kepada besarnya file serta kecepatan internet anda).
   Jika sudah diupload, anda boleh juga mengeditnya jika mau.
   Klik tab publish yang ada di sebelah kanan atas layar monitor anda, maka akan keluar tulisan This document is not yet published.
   klik tombol publish now yang ada di bawahnya.
   Jika sudah selesai, lihat kembali ke bahagian bawahnya!
   Klik link bertuliskan More publishing options.
   Setelah keluar window pop up, klik menu drop down di sebelah tulisan File format kemudian pilih HTML to embed a webpage.
   Klik tombol Generate URL.
   Copy kode HTMl yang di berikan, lalu paste pada notepad atau text editor.
   Boleh close saja window nya.
   Boleh juga anda sign out dari google docs jika mau.
   Selesai.

  • Langkah 2 : posting kod google docs ke blogger.

   Silahkan login ke blogger dengan ID anda.
   Klik Posting Baru.
   Boleh anda buat posting yang anda inginkan.
   Ketika anda mau mengisi kode yang dari google docs, klik terlebih dahulu tab Edit HTML ( jangan yang compose)
   Paste kode google docs yang ada di notepad tadi pada tempat yang anda inginkan.
   Klik Tombol PUBLISH POST.

  • Langkah 3 :   
Sila lihat hasilnya.

Selamat mencoba :)
»»  READMORE...

Rabu, 27 Februari 2013

Seks Ditunda Minimal 2 Bulan Pascapersalinan

Meskipun secara fisik sudah pulih dan masa nifas telah selesai, namun sebagian besar wanita yang baru pertama kali melahirkan (first-time mothers) memilih menunggu minimal 6 minggu sebelum berhubungan seks kembali. Demikian hasil kajian terbaru para ahli yang dimuat dalam International Journal of Obstetrics and Gynaecology.

Tim peneliti dari Australia mengumpulkan data lebih dari 1.500 wanita dan menemukan 41 persen "ibu-ibu baru" ini berupaya melakukan hubungan seks melalui vagina 6 minggu pascapersalinan, 65 persen setelah 8 minggu, 78 persen setelah selama 12 minggu, dan 94 persen sampai 6 bulan.

Meski kebanyakan wanita menunda cukup lama sebelum kembali berhubungan seks melalui vagina, tetapi 53 persen dari mereka mencoba berbagai bentuk aktivitas seksual 6 minggu usai melahikran.

Wanita berusia 30-34 tahun lebih sedikit yang berupaya menyalakan kembali gairahnya dalam periode 6 minggu usai melahirkan dibandingkan dengan para ibu berusia 18-24 tahun.

Wanita yang menjalani operasi caesar atau persalinan dengan bantuan juga cenderung menghindari seks lebih lama dari 6 minggu. Sementara 60 persen wanita yang melahirkan secara normal sudah mulai berintim-intim kembali dengan suaminya dalam 2 bulan pasca melahirkan.

"Yang menarik dari penelitian ini adalah interval yang sangat luas pada para pasangan untuk kembali aktif berhubungan seks pasca melahirkan. Kebanyakan menghindari seks 6 minggu usai persalinan dan tak sedikit yang lebih lama dari itu," kata Stephanie Brown, yang melakukan penelitian ini.

Brown menjelaskan, mengetahui fakta tersebut sangat bermanfaat bagi wanita yang baru akan melahirkan sehingga mereka tak perlu merasa cemas atau bersalah karena menunda seks setelah memiliki bayi.

Sumber :
Healthday News
»»  READMORE...

Perut Larva Kumbang Mekongga Simpan Mikroba Berharga

Wikipedia Beberapa spesies kumbang famili Buprestidae

JAKARTA,  Kerja sama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dengan Universitas California, Davis, Amerika Serikat, menemukan mikroba di dalam perut larva kumbang yang berpotensi mempercepat fermentasi produksi minyak nabati dari biomassa selulosa. Jenis larva ditemukan di pegunungan Mekongga, Sulawesi Tenggara.

”Pengembangan mikroba dari perut larva kumbang ini masih dalam proses diskusi dengan para peneliti Universitas California,” kata Deputi Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati Siti Nuramalijati Prijono, Selasa (26/2/2013), di Jakarta.

Siti mengatakan, diskusi bersama tim peneliti Universitas California soal prospek dan pengembangan mikroba dari perut larva untuk produksi minyak direncanakan 18-23 Maret 2013. Industri dalam negeri diharapkan terlibat merintis produksi energi terbarukan tersebut.

Peneliti utama LIPI, Endang Sukara, mengatakan, pengembangan mikroba perut larva untuk produksi minyak itu didasarkan pada penelitian adanya larva-larva kumbang yang hidup di kayu-kayu keras, seperti kayu eboni di kawasan pegunungan Mekongga. Di dalam perut larva itu lalu diketahui adanya mikroba yang menghasilkan enzim pendegradasi kayu keras.

”Enzim yang dihasilkan mikroba itulah yang akan dimanfaatkan sebagai pendegradasi biomassa selulosa untuk produksi minyak nabati,” kata Endang.

Hama kayu

Beberapa kumbang yang diketahui menelurkan larva di kayu-kayu keras meliputi suku Passalidae, Lucanidae, Scarabaedia, dan Cerambycidae. Jenis kumbang Buprestidae dan Cerambycidae diketahui menelurkan larva di tanaman kayu hidup sehingga kedua jenis ini termasuk hama tanaman kayu.

Analisis sementara terhadap enzim mikroba di perut larva itu mengandung amilase, invertase, maltase, laktase, selulase, hemicelulase, dan protease. Menurut Endang, saat ini belum ada industri dalam negeri yang tertarik mengembangkan temuan tersebut.

”Penemuan ini sangat menarik bagi para periset dan ilmuwan Amerika Serikat. Bisa jadi, industri dari Amerika Serikat akan tertarik,” katanya.

Menurut Endang, mikroba dari perut larva merupakan salah satu kekayaan dari keanekaragaman hayati yang dapat dimanfaatkan untuk memproduksi minyak. Seperti halnya tempe, pengembangan jenis mikroba itu nantinya diharapkan dapat dimanfaatkan masyarakat secara luas. (NAW)
Sumber :
Kompas Cetak
»»  READMORE...

Manfaat Kuning Telur bagi Kesehatan

Telur merupakan bahan makanan yang sarat akan nilai gizi. Akan tetapi, telur juga sering dikaitkan pada berbagai masalah kesehatan. Hal ini karena telur mengandung kolesterol, terutama pada bagian kuning telurnya. Namun, ternyata banyak manfaat lain yang didapat dari kuning telur.

Berikut beberapa manfaat kuning telur yang tidak dapat Anda temukan di putih telur

- Lebih banyak vitamin.

Kuning telur mengandung lebih banyak vitamin baik jenis dan jumlahnya dibandingkan dengan putih telur. Setiap kuning telur mengandung tujuh vitamin, antara lain vitamin B6, B-12, A, D, E, K, dan folat. Vitamin A, D, E dan K hanya ditemukan di kuning telur saja, tidak di putih telur.

- Lebih banyak mineral.

Seperti vitamin, mineral merupakan zat gizi mikro yang krusial dibutuhkan oleh tubuh. Mineral merupakan zat gizi essensial yang digunakan untuk mengelola fungsi tubuh seperti menyeimbangkan elektrolit. Kuning telur serta putih telur memiliki 13 jenis mineral, di antaranya dari kalsium, magnesium, besi, potasium, sodium, dan selenium. Meskipun kedua bagian telur ini sama-sama mengandung mineral, namun kuning telur memiliki kandungan yang lebih banyak untuk setiap mineral. Contohnya, 90 persen dari kalsium yang terdapat di telur berada pada kuning telur; 93 persen kandungan besi pada telur berada di bagian kuningnya, dan hanya 7 persen yang berada di bagian putihnya.

- Kesehatan mata

Karotenoid yang ada di kuning telur, khususnya karotenoid lutein dan zeaxanthin, sangat bermanfaat bagi kesehatan mata. Menurut para peneliti, karotenoid ini, yang merupakan pigmen berwarna yang memberi warna kuning pada kuning telur, dapat menurunkan risiko penyakit age-related degeneration dan katarak. Zat ini berperan sebagai antioksidan untuk mata, melawan radikal bebas yang dapat merusak beberapa bagian pada retina sehingga dapat mempengaruhi kemampuan mata untuk fokus.

- Manfaat kolin

Kuning telur dengan vitamin, mineral, dan nutrien lain yang ada di dalamnya, juga membantu untuk memperbaiki kesehatan jantung dan kardiovaskuler. Bukan hanya konsumsi telur dalam jumlah moderat yang menunjukkan manfaat bagi jantung, namun juga nutrien pada kuning telur, yaitu kolin, membantu untuk meregulasi fungsi kardiovaskuler.

Selain itu, sebuah studi di University of North Carolina di Chapel Hill menemukan bahwa wanita yang mengonsumsi makanan dengan kadar kolin yang tinggi memiliki kemungkinan 24 persen lebih kecil untuk mengalami penyakit kanker payudara dibandingkan mereka yang  tidak.

Sumber :
»»  READMORE...