Social Icons

Jumat, 18 Januari 2013

Rutin Konsumsi Yogurt Jauhkan Hipertensi

Yogurt yang merupakan sumber bakteri baik ini bukan cuma baik untuk kesehatan pencernaan tapi juga tekanan darah. Menurut studi terbaru mereka yang rutin mengonsumsi yogurt beberapa kali dalam semingu lebih terhindar dari risiko tekanan darah tinggi.
Studi ini menganalisis data dari sekitar 2.100 orang dewasa dari Framingham Heart Study Offspring Cohort. Data tersebut diperoleh dalam kurun waktu lebih dari 14 tahun. Pada awal penelitian, tidak ada peserta yang memiliki tekanan darah tinggi, tetapi pada akhir penelitian sebanyak 913 orang dari mereka tercatat memiliki tekanan darah tinggi.
Peneliti Huifen Wang, seorang peneliti di Laboratorium Epidemiologi Gizi di Tufts University menemukan bahwa peserta yang makan yogurt dalam porsi yang cukup besar atau setidaknya enam ons yogurt rendah lemak setiap tiga hari, memiliki kemungkinan 31 persen lebih kecil untuk menderita hipertensi dibandingkan dengan mereka yang makan yogurt kurang dari sekali dalam sebulan.
Selanjutnya, para peneliti menemukan bahwa kelompok yang rutin mengonsumsi yogurt itu pun memiliki kenaikan tekanan darah sistolik yang lebih kecil.
Para peneliti mengatakan bahwa sementara penelitian ini hanya observasional, dan tidak menunjukkan bahwa makan yogurt menyebabkan penurunan tekanan darah. Meskipun demikian, peneliti mengatakan yogurt tetap baik untuk kesehatan. Yogurt kaya kalsium, kalium dan magnesium, yang berperan dalam mengatur tekanan darah.
Tekanan darah adalah kekuatan darah dalam mendorong ke dinding arteri saat jantung memompa darah. Jika kekuatan darah dalam mendorong dinding arteri meningkat dan tetap tinggi dari waktu ke waktu, ini dapat membahayakan tubuh.
Bahaya yang mungkin ditimbulkan dari tekanan darah tinggi antara lain kerusakan jantung, pembuluh darah, ginjal, dan bagian tubuh lainnya. Para ahli mengatakan bahwa tekanan darah tinggi tidak memiliki gejala khusus, sehingga biasanya orang tidak sadar saat menderitanya.

Sumber :
»»  READMORE...

Kamis, 17 Januari 2013

Rutin Makan Buah Bikin Optimistis?

Meski kita semua telah memahami bahwa tubuh membutuhkan pasokan buah-buahan dan sayuran setiap hari, namun seringkali kebanyakan dari kita tidak memenuhinya. Mungkin sebuah studi baru ini akan mengubah pikiran anda.

Peneliti dari Harvard University menemukan, orang dalam tubuhnya memiliki kandungan karotenoid yang tinggi cenderung lebih optimistis. Studi lain juga menemukan bahwa orang optimis tak hanya memiliki penampilan yang lebih segar, tapi juga cenderung hidup lebih lama dan lebih sedikit menderita penyakit yang berhubungan dengan jantung.

Karotenoid adalah senyawa yang biasa ditemukan pada buah-buahan dan sayuran. Karotenoid merupakan salah satu jenis antioksidan, yang baik untuk meningkatkan kualitas kesehatan karena kartenoid dapat menjaga molekul dalam tubuh dari produksi radikal bebas yang dapat menyebabkan penyakit dan masalah kesehatan lainnya.

Studi yang dipublikasikan dalam jurnal Psychosomatic Medicine ini meneliti 982 pria dan wanita berusia 25 sampai 74 tahun, terdaftar dalam Midlife di United States Study. Para peserta diminta melakukan tes darah untuk menganalisis konsentrasi antioksidan, termasuk karotenoid seperti beta-karoten yang ditemukan dalam sayuran seperti wortel dan bayam dan Vitamin E.

Para peserta juga diminta mengisi kuisioner untuk menguji sikap sehari-hari dan tingkat optimisme mereka. Studi menemukan bahwa orang yang lebih optimis memiliki hingga 13 persen karotenoid lebih banyak dari orang-orang yang kurang optimis. Hampir sama dengan kesimpulan tadi, peneliti menemukan bahwa orang yang menyantap tiga porsi atau lebih buah-buahan dan sayuran sehari lebih optimis daripada mereka yang makan buah dan sayur hanya dua porsi atau bahkan lebih sedikit.  Namun, peneliti tak menemukan hubungan antara optimisme dan Vitamin E, yang diperoleh dalam makanan seperti bibit gandum dan minyak kacang.

Karena peneliti memeriksa konsentrasi darah dan tingkat optimisme hanya sekali, mereka tidak dapat memastikan apakah makan lebih banyak buah dan sayuran menyebabkan orang menjadi lebih optimis, atau sebaliknya, apakah sikap optimislah yang membuat orang makan lebih banyak buah dan sayuran. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa orang optimis cenderung memilih gaya hidup sehat, seperti pantang merokok.

Sumber :
»»  READMORE...

Hubungan Stres dengan Daya Tahan Tubuh

Pengobatan modern sudah mempelajari hubungan kesehatan fisik dengan kondisi kejiwaan seseorang. Berbagai macam penyakit, termasuk sakit perut, gatal-gatal, dan bahkan penyakit jantung, terkait dengan efek stres emosional. Lalu bagaimana dengan hubungan stres dengan daya tahan tubuh itu sendiri?

Mempelajari hubungan antara stres dan sistem kekebalan tubuh merupakan tantangan yang sulit. Hal ini dikarenakan stres sulit ditentukan standarnya. Apa yang mungkin menyebabkan stres bagi satu orang belum tentu bagi yang lain.

Ketika orang dihadapkan pada situasi yang mereka anggap membuat stres, sulit bagi mereka untuk mengukur berapa banyak stres yang mereka rasakan, dan sulit bagi ilmuwan untuk mengetahui apakah kesan subjektif seseorang dalam jumlah stres yang akurat. Ilmuwan hanya dapat mengukur hal-hal yang mungkin mencerminkan stres, seperti berapa kali jantung berdetak setiap menit, namun langkah-langkah tersebut juga dapat mencerminkan faktor-faktor lainnya.

Sejumlah peneliti terus meneliti hubungan antara stres dan fungsi kekebalan tubuh, tetapi sejauh ini  bukan hubungan itu yang menjadi tujuan utama yang ingin diketahui dalam penelitian immunologi. Kalaupun ada, para peneliti pun kebanyakan menemukan kendala untuk melakukan “percobaan terkontrol” tingkat stres pada manusia. Dalam percobaan terkontrol, peneliti bisa mengubah satu faktor sehingga mengetahui pengaruhnya pada faktor lain. Sedangkan pengubahan satu faktor saja sangat sulit dilakukan pada manusia, terlebih untuk mengukur stres.

Meskipun demikian, banyak peneliti yang melaporkan bahwa situasi stres dapat mengurangi berbagai aspek dari respon imun seluler. Studi para ahli  dari Ohio State University misalnya, menunjukkan bahwa stres psikologis mempengaruhi sistem kekebalan tubuh dengan mengganggu komunikasi antara sistem saraf, endokrin (hormon) sistem, dan sistem kekebalan tubuh. Ketiga sistem "berbicara" satu sama lain menggunakan pesan-pesan kimiawi alami, dan harus bekerja dalam koordinasi yang erat untuk menjadi efektif.

Tim peneliti dari Ohio State ini berspekulasi bahwa stres jangka panjang menyebabkan tubuh mengeluarkan hormon stres - terutama glukokortikoid dalam jangka panjang. Hormon-hormon ini mempengaruhi timus, tempat limfosit (salah satu sel imun) diproduksi, dan menghambat produksi sitokin dan interleukin yang merangsang dan mengkoordinasikan aktivitas sel darah putih. Selain itu, berikut adalah laporan dari beberapa peneliti lain:

• Orang yang merawat pasien Alzheimer rata-rata memiliki lebih tinggi kadar kortisol, suatu hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar adrenal, dalam tubuhnya. Kadar kortisol yang lebih tinggi membuat antibodi lebih lemah dalam menanggapi vaksin influenza.

• Aktivitas sel T telah ditemukan lebih rendah pada pasien depresi dibandingkan dengan pasien tanpa depresi, dan pada pria yang berpisah atau bercerai dibandingkan dengan laki-laki yang sudah menikah.

• Dalam sebuah studi tahunan, orang yang merawat suami atau istrinya yang menderita penyakit Alzheimer, memiiki perubahan fungsi sel T. Terutama bagi mereka yang memiliki lingkungan hubungan sosial yang sempit.

• Empat bulan setelah berlalunya badai Andrew di Florida, orang-orang yang tinggal di lingkungan yang paling rusak berat menunjukkan berkurangnya aktivitas di beberapa pengukuran sistem kekebalan tubuh. Hasil serupa ditemukan dalam studi karyawan rumah sakit setelah gempa bumi di Los Angeles.

Dengan melihat dari beberapa studi ini, mungkin ada hubungan antara stres dan daya tahan tubuh, namun keseluruhan studi belum menunjukkan hubungan sebab-akibat.

Sumber :
»»  READMORE...

Rabu, 16 Januari 2013

India Pendatang Pertama di Benua Australia

SYDNEY, Bangsa Eropa selama ini dipercaya sebagai pendatang pertama di Australia pada akhir tahun 1700-an selain suku aslinya, Aborigin. Namun, studi genetik menunjukkan bahwa pendatang Australia pertama ialah India.

Peneliti dari Max Planck Institute for Evolutionary Anthropology di Leipzig, Jerman, menguraikan hal tersebut dalam publikasinya di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences yang terbit Senin (14/1/2013).

Tim peneliti menganalisis variasi genetik dari genom orang Aborigin di Australia dan Papua Niugini, Asia Tenggara dan India. Data genetik dari India termasuk data genetik milik populasi yang berbahasa Dravida di wilayah selatan.

Peneliti melihat bagian genetik tertentu yang disebut penanda genetik. Penanda genetik merupakan kode genetik tertentu yang bisa menjadi petunjuk kekerabatan dan geografis di mana individu atau kelompok berasal.

"Pandangan saat ini, sebelum kedatangan Eropa pada akhir abad 18, hanya ada sedikit kontak, bila ada, antara Australia dan bagian dunia lain. Namun, data genetik mengungkap tanda aliran gen signifikan 4.230 tahun lalu atau 141 generasi sebelumnya," urai tim mengungkapkan hasilnya.
"Jauh sebelum Eropa menduduki Australia, manusia telah bermigrasi dari India ke Australia dan mengalami pencampuran dengan suku Aborigin Australia," ungkap tim peneliti seperti dikutip AFP, Selasa (15/1/2013).

Hasil studi genetik tersebut juga didukung dengan hasil riset antropologi dan arkeologi. Pada periode yang sama, studi arkeologi menunjukkan perubahan besar pada cara pemrosesan tumbuhan dan alat batu.

Fosil dingo (jenis anjing liar) tertua juga berasal dari masa tersebut. Meskipun dingo dalam studi genetik berasal dari Asia, secara morfologi, dingo lebih mirip dengan anjing liar atau serigala India.

"Fakta bahwa kami mendeteksi aliran gen secara substansial dari India ke Australia pada masa ini menunjukkan bahwa semua perubahan di Australia terkait dengan migrasi itu," kata Irina Pugach, pimpinan tim peneliti.

Data genetik tidak dapat menunjukkan rute migrasi orang India ke Australia. Namun, peneliti yakin bahwa sejak terpisah dari Papua Niugini puluhan ribu tahun lalu, Australia tidak terisolasi selama yang dibayangkan.
Sumber :
AFP
»»  READMORE...

Mikroba Ini Bisa Hidup di "Mars"

Wikispaces Serratia liquefaciens
 
 


FLORIDA, Mikroba jenis Serratia liquefaciens yang ditemukan di kulit dan rambut manusia serta ikan bisa bertahan di "Mars". Mikroba itu dapat bertahan di tekanan rendah, atmosfer yang kaya karbon dioksida dan dingin.

Peneliti menyimpulkannya setelah melakukan studi. Tidak benar-benar di Mars, melainkan di fasilitas penelitian Space Life Sciences Laboratory, Kennedy Space Center, NASA di Florida. Mikroba tersebut ditempatkan di sebuah wadah yang kondisinya diatur sesuai lingkungan Mars.

Andrew Schuerger, mikrobiolog dari University of Florida, mengatakan, Serratia liquefaciens sebenarnya memiliki habitat terbaik di lautan dengan tekanan 1.000 milibar atau 1 bar. Jadi, sangat mengejutkan bahwa bakteri tersebut mampu hidup dalam kondisi tekanan 7 milibar seperti di Mars.

"Ini benar-benar kejutan besar. Kami tak bisa percaya bahwa mikroba ini bisa hidup di 7 milibar. Mikroba ini menjadi obyek penelitian hanya karena mudah dikulturkan dan ditemukan di wahana antariksa," ungkap Schuerger seperti dikutip Reuters, Rabu (9/1/2013).

Serratia liquefaciens mengalahkan mikroba lain. Selama ini, riset kemampuan hidup mikroba di Mars difokuskan pada mikroba ekstremofil, bisa bertahan di suhu ekstrem dingin atau panas. Ternyata, salah satu mikroba ekstremofil dan 23 jenis mikroba lain yang diteliti justru tak bisa bertahan.

Bersama Serratia liquefaciens, ada enam mikroba lain yang dinyatakan dapat hidup di tekanan rendah, seluruhnya adalah anggita genus Carnobacterium. Meski bisa hidup di fasilitas penelitian, belum tentu semua mikroba itu akan hidup jika dikirim ke Mars.

Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan, misalnya melihat ketahanan pada kadar garam tinggi, lingkungan dengan radiasi tinggi dan kandungan air sedikit. Hasil studi ini dipublikasikan di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences, 19 Desember 2012 lalu, dan Astrobiology minggu ini.
Sumber :
Reuters
»»  READMORE...

Pemanasan Global, Rekor Suhu Panas Naik Lima Kali Lipat


Dalam studi yang dipublikasikan oleh peneliti asal Jerman dan Spanyol, disebutkan bahwa pemanasan global telah menyebabkan rekor suhu tinggi bulanan akan meningkat frekuensinya hingga lima kali lipat. Di sebagian kawasan Eropa, Afrika, dan selatan Asia, frekuensi bulan-bulan dengan suhu panas yang memecahkan rekor telah meningkat sepuluh kali lipat.

Bukti-bukti ini didapat setelah para peneliti menganalisa data temperatur bulanan selama 131 tahun terakhir yang dipantau dari 12 ribu titik di seluruh dunia yang disimpan di database NASA. Ironisnya, jika pemanasan global akibat ulah manusia tidak disertakan dalam penghitungan, rekor-rekor bulan terpanas akan berkurang hingga 80 persen.

“Gelombang panas yang belum pernah terjadi sebelumnya muncul pada dekade lalu. Sebagai contoh, seperti yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2012, di Russia pada tahun 2010, Australia pada 2009, dan Eropa pada tahun 2003,” kata Dim Coumou, peneliti dari Potsdam Institute for Climate Impact Research, Berlin, Jerman.

Dalam 30 tahun ke depan, dengan tren pemanasan global yang ada saat ini, jumlah rekor bulan-bulan terpanas akan 12 kali lipat lebih banyak dibanding saat ini. “Artinya, suhu tinggi di musim panas bukan saja akan muncul 12 kali lipat lebih sering, tapi jauh lebih buruk lagi,” kata Coumou.

Meski demikian, Coumou menyebutkan, untuk dihitung sebagai rekor baru, gelombang suhu panas itu memang harus mengalahkan rekor suhu panas yang akan terjadi di 2020 dan 2030-an. Padahal, temperatur di tahun-tahun tersebut sudah lebih panas dibandingkan dengan yang pernah kita alami sampai saat ini.

Studi yang dilakukan bersama-sama dengan peneliti dari Complutense University of Madrid ini dipublikasikan di jurnal Climatic Change. (Abiyu Pradipa/National Geographic Indonesia)
Sumber :
National Geographic Indonesia
»»  READMORE...

Selasa, 15 Januari 2013

Kebanyakan "Ngopi" Bikin Sering Pipis

Berhati-hatilah untuk tidak meneguk kopi terlalu banyak. Kandungan kafein yang tinggi dalam dua cangkir kopi ditengarai akan menyebabkan seseorang bolak-balik ke toilet untuk pipis. Bukan cuma pada wanita, pada pria juga berlaku hal yang sama.

Karena itu, menurut dr Alayne Markland, peneliti senior dari Universitas Alabama, AS, orang yang sudah menderita inkontinensia urine atau ketidakmampuan menahan pipis sehingga urine keluar begitu saja di luar kendali.

Dalam penelitian yang dilakukan Markland dengan melibatkan 4.000 pria memang tidak membuktikan kafein menyebabkan mereka sering pipis. Namun, pria yang banyak minum kopi dalam penelitian itu cenderung memiliki masalah dengan menahan pipis dibanding yang minum sedikit.

Kafein bisa ditemukan dalam berbagai minuman, seperti teh, soft drink, dan makanan yang mengandung cokelat.

Secara umum, pria dalam survei itu minum kafein sekitar 169 miligram setiap hari. Jumlah itu sedikit lebih banyak dibanding yang biasa ditemukan dalam secangkir kopi, yakni 125 miligram.

Pria yang minum kafein sampai 392 miligram setiap hari risikonya sulit menahan pipis dua kali lebih besar. Jumlah cairan total yang dikonsumsi setiap hari ternyata tidak terkait dengan risiko menderita inkontinensia urine skala sedang.


Sumber :
»»  READMORE...