Social Icons

Selasa, 11 Desember 2012

Mitos dan Fakta Penyakit Rematik

shutterstock


KOMPAS.com - Rematik adalah salah satu penyakit yang lumrah diderita masyarakat Indonesia baik tua maupun muda.  Penyakit ini menyerang sendi dan struktur jaringan penunjang di sekitar sendi sehingga dapat menimbulkan rasa nyeri. Dalam tingkat yang  parah, rematik bahkan dapat menimbulkan kecacatan tetap, ketidakmampuan dan penurunan kualitas hidup.

Di masyarakat, masih saja berkembang mitos dan anggapan yang salah mengenai penyakit ini. Padahal mitos-mitos ini menyesatkan apabila dikaji dari sisi medis dan bukan tidak mungkin akan merugikan penderita.

Ahli penyakit dalam dan rheumatolog dari Divisi Rheumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Dr. Bambang Setyohadi, menjelaskan beberapa mitos dan fakta seputar penyakit rematik.  Berikut adalah  mitos dan penjelasannya :

1. Sering mandi malam di usia muda memicu rematik di usia tua.
Faktanya, sejauh ini belum ada bukti yang menguatkan bahwa mandi malam akan menyebabkan penyakit reumatik. Pada prinsipnya mandi malam atau mandi air dingin tidak menyebabkan rematik.  "Pada penderita rematik, mandi air dingin memang bisa membuat otot kaku atau spasme.  Kondisi tersebut biasanya membuat sendi tertekan sehingga menimbulkan rasa sakit," ujar Dr. Bambang.

2. Makan kangkung atau bayam sebabkan rematik. 
Tidak ada hasil penelitian yang menghubungkan antara bayam atau kangkung dengan riisko rematik.  "Kalaupun yang harus dihindari, bila Anda ditakdirkan menderita rematik adalah makanan yang dapat memicu purin atau bahan yang akan diubah menjadi asam urat seperti jeroan, seafood atau minuman beralkohol," tegas Bambang.

3. Semua penyakit rematik disebabkan asam urat.
"Faktanya, hanya sekitar 10 persen saja pengidap rematik yang asam uratnya tinggi. Banyak pasien yang asam urat tinggi justru tidak mengalami rematik," kata Bambang.  Menurutnya,  asam urat dalam darah yang tinggi belum tentu akan menyebabkan rematik. "Penyakit rematik akan terjadi bila asam urat terkumpul dalam sendi dan membentuk endapan kristal monosodium urat.  penyakit ini," terangnya.

4. Penyakit rematik adalah penyakit tulang. 
Faktanya rematik adalah penyakit yang menyerang persendian tulang dan terdiri dari berbagai jenis di antaranya adalah osteoartritis dan reumatoid artritis. Osteoartritis paling sering menyerang sendi-sendi besar yang mendukung berat badan seperti sendi lulut, panggul, tulang belakang, punggung dan leher meski tidak tertutup kemungkinan menyerang daerah lain. Sementara reumatoid artiritis dikarenakan sistem imun yang menyerang lapisan atau membran sinovial sendi dan melibatkan seluruh organ-organ tubuh, dapat menyebabkan kecacatan.

5. Penyakit rematik hanya mengincar orang berusia lanjut. 
Faktanya, rematik menyerang semua orang, tua maupun muda baik pria maupun wanita tergantung pada jenis penyakit rematiknya. Pada rematik jenis osteoartritis umumnya menyerang orang-orang berusia diatas 45 tahun sementara jenis Lupus Eritematosus menyerang wanita muda usia produktif tetapi juga dapat mengenai setiap orang. Para pria lebih mudah terserang Gout.

6. Rematik adalah penyakit keturunan.
Faktanya, rematik tidak selalu diturunkan secara langsung dari orang tua ke anak.  "Namun begitu, ada kecenderungan faktor keluarga menjadi faktor risiko terjadinya rematik seperti pada Reumatoid Artritis, Lupus Eritematosus Sistemik dan Gout," ujar Dr Bambang.

7. Sakit pada tulang di malam hari adalah tanda gejala rematik.
Faktanya, gejala-gejala yang umumnya terjadi pada penderita rematik adalah pegal-pegal dan peradangan pada sendi (merah, bengkak, nyeri, terasa panas dan umumnya sulit digerakkan). Gejala ini tidak terbatas pada malam hari. Bisa saja menyerang setiap saat.
»»  READMORE...

Senin, 10 Desember 2012

Teh dan Madu Bakal Gantikan Antibiotik?

Shutterstock
Ilustrasi

KOMPAS.com – Fenomena resistensi kuman terhadap antibiotik yang kian mengkhawatirkan kembali disuarakan para pakar kesehatan. Resep pengobatan tradisional seperti teh dan madu dipersiapkan sebagai salah satu solusi alternatif dalam mengatasi kuman yang semakin kebal terhadap obat-obatan.

Penggunaan antibiotik yang tidak rasional dan berulang-ulang merupakan penyebab terbesar suatu jenis bakteri menjadi resisten terhadap obat. Pakar kedokteran menyebut fenomena yang mengkhawatirkan ini dengan istilah “arms race”.

Ketidakmampuan suatu obat antiobiotik mengatasi bakteri kini menjadi momok setelah ditemukannya antibiotik pada tahun 1940-an. Kehadiran antibiotik sempat menjadi solusi yang efektif dalam mengobati penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Namun ketika bakteri sudah menjadi resisten terhadapnya, dibutuhkan alternatif lain yang dapat membuat pengobatan menjadi kembali efektif.

Prof. Les Baillie, dari Cardiff University Inggris menyatakan, bukan mustahil dunia akan kembali ke suatu masa dimana belum ditemukan antibiotik, sehingga pengobatan sejenis penyakit menjadi permasalahan besar.

Oleh karenanya, para ilmuwan  kini sedang mengupayakan membuat suatu sulosi alternatif  ketika bakteri sudah menjadi resisten terhadap antibiotik. Baillie  saat ini mengetuai tim riset untuk mencari tahu apakah obat kuno seperti teh dan madu dapat menjadi cara berikutnya sebagai obat yang paling efektif mengobati penyakit.

Teh diketahui mengandung suatu senyawa yang dinamakan polifenol yang memiliki kemampuan membunuh mikroorganisme.

Tim peneliti yang dipimpin Baillie telah menemukan, teh mampu untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh Clostridium difficile, bakteri yang bertanggung jawab untuk setidaknya 2.000 orang tewas dan lebih dari 24.000 kasus infeksi tahun lalu.

Rhidian Morgan-Jones, seorang ahli bedah dari Cardiff, mengatakan bahwa ada kekhawatiran nyata tentang masa depan dunia kedokteran saat antibiotik tidak lagi dapat digunakan.

Prof. David Livermore, dari Badan Perlindungan Kesehatan Inggris, bulan lalu memberi peringatan, operasi besar dan penanganan kanker akan menjadi lebih berbahaya lagi. Penggunaan antibiotik kemungkinan hanya akan bisa dilakukan untuk 10 tahun ke depan.

Perkembangan dunia kedokteran modern seperti perawatan intensif dan transplantasi organ akan berada di bawah ancaman tanpa antiobiotik. Oleh karenanya, segera dibutuhkan pengganti antibiotik.

Sumber :
Daily Telegraph
»»  READMORE...

200 Juta Tahun, Hewan Ini Terawetkan Lendir Lintah

Benjamin Bomfleur Vorticella, hewan bersel tunggal, terawetkan selama 200 juta tahun dalam lendir lintah.

KANSAS, KOMPAS.com - Lendir lintah, diduga jenis Hurudo medicinalis, mengawetkan hewan kecil yang termasuk dalam golongan protozoa, yakni Vorticella, selama 200 juta tahun. Penemuan fosil hewan bersel satu itu langka dan mengagetkan ilmuwan.

"Pengawetan ini langka. hewan lunak tak biasanya menjadi fosil kecuali secara cepat terjebak dalam medium yang mencegahnya terurai," kata Benjamin Bomfleur dari Biodiversity Institute di University of Kansas yang melakukan penelitian.

Vorticella adalah hewan yang ukurannya hanya selebar rambut manusia. Hewan ini hidup di wilayah yang kini termasuk Transantarika. Dahulu, wilayah tempat ditemukannya fosil mikro ini adalah bagian dari benua bernama Gondwana.

Vorticella memiliki cilia sebagai alat gerak. Pada zamannya, alat gerak itu merupakan mesin makhluk hidup yang mumpuni. Dengan alat gerak itu, Vortivella bisa bergerak cepat, mencapai 8 cm per detiknya.

Bomfleur seperti dikutip Livescience, Sabtu (8/12/2012), menguraikan kemungkinan skenario hewan kecil itu bisa terjebak dalam lendir lintah. Awalnya, lintah mengeluarkan lendir pada dasar air atau sampah di wilayah sungai saat itu. Selanjutnya, Vorticella bergerak mendekat bdan terjebak.

"Lendir yang dengan sedemikian rupa menjebak hewan kemudian terdeposit di lumpur, lalu seiring waktu menjadi lapisan sedimen yang kita temukan 200 juta tahun kemudian," papar Bomfluer yang memublikasikan hasil risetnya di Proceedings of the National Academy of Sciences.

Menurut Bomfluer, terawetkannya hewan lunak selama jutaan tahun dengan cara tersebut sangat langka. Satu-satunya saingan Vorticella adalah fosil cacing berusia 125 juta tahun yang ditemukan di Svalbard.
 
Sumber :
LiveScience
»»  READMORE...

Askep AKARIASIS ( Cacing )

BAB 1
KONSEP DASAR

A.    Pengertian
Askariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infestasi cacing Ascaris Lumbricoides atau cacing gelang (Noer, 1996: 513).  Hal senada juga terdapat dalam Kamus Kedokteran (Ramali, 1997: 26).          
B.    Penyebab
Penyebab dari Ascariasis adalah Ascaris Lumbricoides. Ascaris termasuk Genus Parasit usus dari kelas Nematoda: Ascaris Lumbricoides: cacing gelang  (Garcia, 1996: 138). Menurut Reisberrg (1994: 339) ascaris adalah cacing gilig usus terbesar dengan cacing betina dengan ukuran panjang 20-35 cm dan jantan dewasa 15-35 cm. Rata-rata jangka hidup cacing dewasa sekitar 6 bulan.
C.  Pathway Dan Masalah Keperawatan
Telur Askaris yang infektif di dalam tanah

Tertelan lewat makanan yang terkontaminasi

Masuk ke lambung dan duodenum kemudian menetas

Larva menembus dinding usus

Via sirkulasi portal ke jantung kanan

Sirkulasi pulmonal ke paru-paru    Melepas antigen askaris        Reaksi alergi
Bronkho Pneumoni

Tembus kapiler masuk alveoli dan bronkhi         Pelepasan histamin

Secara ascenden ke trakhea, faring, epiglottis, esofagus    peningkatan permiabilitas kapiler dan sensasi gatal
Eosinofilia dan urtikaria
Mual, muntah, nyeri epigastrik, kolik
Migrasi ke lambung
   

MK ; kerusakan integritas kulit

MK : Gangguan keseimbangan cairan elektrolit
MK : Hipertermia
Meninggal
Shock hipovolemia
sirkulasi darah menurun
Dehidrasi
Kehilangan cairan dan elektrolit
Diare
Migrasi ke colon menimbulkan iritatif
Absorbsi nutrisi terganggu
Mengeluarkan anti enzim sebagai proteksi dan mengambil nutrisi
Dalam usus cacing matur menjadi cacing dewasa
MK : Gangguan Nutrisi
Malnutrisi energi protein
hipoglikemi
Distrofi
Anoreksia
MK : Nyeri
D.  Pengkajian Fokus
Dasar data pengkajian menurut Doenges (1999) adalah :
a.    Aktifitas dan Istirahat
 Gejala    :    Kelemahan, kelelahan, malaise, cepat lelah, insomnia, tidak                                      tidur semalam karena diare
Merasa gelisah dan ansietas.             
b.    Sirkulasi
Tanda    :    Tachicardia {respon terhadap demam, dehidrasi, proses infla                                       masi dan nyeri.)
c.    Nutrisi / Cairan
 Gejala: Mual, muntah, anoreksia.
Tanda : Hipoglikemia, perut buncit (Pot Belly), dehidrasi, berat badan turun.
d.    Eliminasi
Tanda : diare, penurunan haluaran urine.
e.    Nyeri
Gejala : Nyeri epigastrik, nyeri daerah pusat, colik.
f.    Integritas Ego
Gejala : Ansietas.
Tanda : Gelisah, ketakutan.
g.    Keamanan
Tanda : Kulit kemerahan, kering, panas, suhu meningkat.

E.    Fokus Intervensi
2.    Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder terhadap diare. (Carpenito, 2000: 104).
Tujuan     :         Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dengan kriteria tidak ditemukannya tanda-tanda dehidrasi dan klien mampu memperlihatkan tanda-tanda rehidrasi dan pemeliharaan hidrasi yang adekuat.                                                             
Intervensi    :
a.    Monitor intake dan out put cairan.      
b.    Observasi tanda-tanda dehidrasi (hipertermi, turgor kulit turun, membran mukosa kering).
c.    Berikan oral rehidrasi solution sedikit demi sedikit membantu hidrasi yang adekuat.
d.    Observsasi tanda-tanda dehidrasi.
e.    Observasi pemberian cairan intra vena.
2.    Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan spasme otot polos sekunder akibat migrasi parasit di lambung.    
Tujuan    :      Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri akan hilang atau berkurang dengan kriteria klien tidak menunjukkan kesakitan.
Intervensi  :
a.    Kaji tingkat dan karakteristik  nyeri.   
b.    Beri kompres hangat di perut.   
c.    Ajarkan metoda distraksi selama nyeri akut.  
d.    Atur posisi yang nyaman  yang dapat mengurangi nyeri.       
e.    Kolaburasi untuk pemberian analgesik.                 
3.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan muntah (Carpenito, 2000: 260).           
Tujuan :  Nutrisi terpenuhi dengan kriteria klien menunjukkan nafsu makan meningkat, berat badan sesuai usia.
Intervensi: 
a.    Beri diit makanan yang adekuat, nutrisi yang bergizi.
b.    Timbang  BB setiap hari.
c.    Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat.
d.    Pertahankan kebersihan mulut yang baik.  
4.    Hipertermi   berhubungan dengan penurunan sirkulasi sekunderterhadap dehidrasi (Carpenito, 2000 ; 21)
Tujuan :    Mempertahankan normotermi yang ditunjukkan dengan tidak terdapatnya tanda-tanda dan gejala hipertermia, seperti tachicardia, kulit kemerahan, suhu dan tekanan darah normal.
Intervensi :
a.    Ajarkan klien dan keluarga pentingnya masukan adekuat.
b.    Monitor intake dan output cairan
c.    Monitor suhu dan tanda vital
d.    Lakukan kompres.
5.    Perubahan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi antara dermal – epidermal sekunder akibat cacing gelang (Carpenito, 2000 ; 300)
Tujuan :     Setelah dilakukan tindakan keperawatan gangguan integritas kulit teratasi dengan kriteria tidak terjadi lecet dan kemerahan.
Intervensi :
a.    Beri bedak antiseptik.
b.    Anjurkan untuk menjaga kebersihan diri / personal hygiene.
c.    Anjurkan untuk tidak menggaruk .
d.    Anjurkan untuk menggunakan pakaian yang meresap keringat..

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan, (terjemahan) Edisi 8, EGC, Jakarta.

Doenges, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., Parasitologi Kedokteran (terjemahan), EGC, Jakarta.

Garcia, L.S., Bruchner, D.A., 1996, Diagnostik Parasitologi Kedokteran (terjemahan), EGC, Jakarta

Jawetz, E., Melnick, J., Adelberg, E., 1996, Mikrobiologi Kedokteran, Edisi 20, EGC, Jakarta

Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta

Noer, S., 1996, buku ajar ilmu penyakit dalam, Edisi 3, FKUI, Jakarta.

Price, S.A., Wilson, L.M., 1995, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, (terjemahan), Edisi 4, EGC, Jakarta.

Soetjiningsih, 1999, Tumbuh Kembang Anak, EGC, Jakarta

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak, 1985, Ilmu Kesehatan Anak, EGC, Jakarta.

Wong, D.L., Eaton, M.H., 2001, Pediatric Nursing, Edisi 6, Mosby, USA
»»  READMORE...

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ARITMIA



A. Definisi

Gangguan irama jantung atau aritmia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada infark miokardium. Aritmia atau disritmia adalah perubahan pada frekuensi dan irama jantung yang disebabkan oleh konduksi elektrolit abnormal atau otomatis (Doenges, 1999). Aritmia timbul akibat perubahan elektrofisiologi sel-sel miokardium. Perubahan elektrofisiologi ini bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel (Price, 1994). Gangguan irama jantung tidak hanya terbatas pada iregularitas denyut jantung tapi juga termasuk gangguan kecepatan denyut dan konduksi (Hanafi, 1996).

B.    Etiologi

Etiologi aritmia jantung dalam garis besarnya dapat disebabkan oleh :
1.        Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard (miokarditis karena infeksi)
2.        Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner atau spasme arteri koroner), misalnya iskemia miokard, infark miokard.
3.        Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin dan obat-obat anti aritmia lainnya
4.        Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia)
5.        Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi kerja dan irama jantung
6.        Ganggguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat.
7.        Gangguan metabolik (asidosis, alkalosis)
8.        Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme)
9.        Gangguan irama jantung karena kardiomiopati atau tumor jantung
10.    Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis sistem konduksi jantung)




C.    Macam – macam aritmia

1.     Sinus Takikardi
Meningkatnya aktifitas nodus sinus, gambaran yang penting pada ECG adalah : laju gelombang lebih dari 100 X per menit, irama teratur dan ada gelombang P tegak disandapan I,II dan aVF.
2.     Sinus bradikardi
Penurunan laju depolarisasi atrim. Gambaran yang terpenting pada ECG adalah laju kurang dari 60 permenit, irama teratur, gelombang p tgak disandapan I,II dan aVF.
3.     Komplek atrium prematur
Impul listrik yang berasal di atrium tetapi di luar nodus sinus menyebabkan kompleks atrium prematur, timbulnya sebelu denyut sinus berikutnya. Gambaran ECG menunjukan irama tidak teratur, terlihat gelombang P yang berbeda bentuknya dengan gelombang P berikutnya.
4.     Takikardi Atrium
Suatu episode takikardi atrium biasanya diawali oleh suatu kompleks atrium prematur sehingga terjadi reentri pada tingkat nodus AV.
5.     Fluter atrium.
Kelainan ini karena reentri pada tingkat atrium. Depolarisasi atrium cept dan teratur, dan gambarannya terlihat terbalik disandapan II,III dan atau aVF seperti gambaran gigi gergaji
6.     Fibrilasi atrium
Fibrilasi atrium bisa tibul dari fokus ektopik ganda dan atau daerah reentri multipel. Aktifitas atrium sangat cepat.sindrom sinus sakit
7.     Komplek jungsional prematur
8.     Irama jungsional
9.     Takikardi ventrikuler

D.    Pathofisiologi

Terlampir

D.    Manifestasi klinis

a.    Perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur; defisit nadi;  bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit pucat, sianosis, berkeringat; edema; haluaran urin menurun bila curah jantung menurun berat.
b.   Sinkop, pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan pupil.
c.    Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina, gelisah
d.   Nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal; hemoptisis.
e.    demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema (trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan

E.    Pemeriksaan Penunjang

1.        EKG   : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan obat jantung.
2.        Monitor Holter            : Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk menentukan dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif (di rumah/kerja). Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek obat antidisritmia.
3.        Foto dada       : Dapat menunjukkanpembesaran bayangan jantung sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup
4.        Skan pencitraan miokardia     : dapat menunjukkan aea iskemik/kerusakan miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan dinding dan kemampuan pompa.
5.        Tes stres latihan          : dapat dilakukan utnnuk mendemonstrasikan latihan yang menyebabkan disritmia.
6.        Elektrolit         : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat mnenyebabkan disritmia.
7.        Pemeriksaan obat       : Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya obat jalanan atau dugaan interaksi obat contoh digitalis, quinidin.
8.        Pemeriksaan tiroid     : peningkatan atau penururnan kadar tiroid serum dapat menyebabkan.meningkatkan disritmia.
9.        Laju sedimentasi         : Penignggian dapat menunukkan proses inflamasi akut contoh endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia.
10.    GDA/nadi oksimetri    : Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi disritmia.

F.     Penatalaksanaan Medis

1.      Terapi medis
Obat-obat antiaritmia dibagi 4 kelas yaitu :
a. Anti aritmia Kelas 1            : sodium channel blocker
§ Kelas 1 A
Quinidine adalah obat yang digunakan dalam terapi pemeliharaan untuk mencegah berulangnya atrial fibrilasi atau flutter.
Procainamide untuk ventrikel ekstra sistol atrial fibrilasi dan aritmi yang menyertai anestesi.
Dysopiramide untuk SVT akut dan berulang
§ Kelas 1 B
Lignocain untuk aritmia ventrikel akibat iskemia miokard, ventrikel takikardia.
Mexiletine untuk aritmia entrikel dan VT
§ Kelas 1 C
Flecainide untuk ventrikel ektopik dan takikardi
b.   Anti aritmia Kelas 2 (Beta adrenergik blokade)
Atenolol, Metoprolol, Propanolol : indikasi aritmi jantung, angina pektoris dan hipertensi
c.   Anti aritmia kelas 3 (Prolong repolarisation)
Amiodarone, indikasi VT, SVT berulang
d.  Anti aritmia kelas 4 (calcium channel blocker)
Verapamil, indikasi supraventrikular aritmia
2.      Terapi mekanis
a.    Kardioversi  : mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan disritmia yang memiliki kompleks GRS, biasanya merupakan prosedur elektif.
b.   Defibrilasi    : kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan gawat darurat.
c.    Defibrilator kardioverter implantabel          : suatu alat untuk mendeteksi dan mengakhiri episode takikardi ventrikel yang mengancam jiwa atau pada pasien yang resiko mengalami fibrilasi ventrikel.
d.   Terapi pacemaker    : alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik berulang ke otot jantung untuk mengontrol frekuensi jantung.

G.   Pengkajian

Pengkajian primer :
1.     Airway
¨      Apakah ada peningkatan sekret ?
¨      Adakah suara nafas : krekels ?
2.     Breathing
¨      Adakah distress pernafasan ?
¨      Adakah hipoksemia berat ?
¨      Adakah retraksi otot interkosta, dispnea, sesak nafas ?
¨      Apakah ada bunyi whezing ?
3.     Circulation
¨      Bagaimanakan perubahan tingkat kesadaran ?
¨      Apakah ada takikardi ?
¨      Apakah ada takipnoe ?
¨      Apakah haluaran urin menurun ?
¨      Apakah terjadi penurunan TD ?
¨      Bagaimana kapilery refill ?
¨      Apakah ada sianosis ?
Pengkajian sekunder
1.      Riwayat penyakit
§ Faktor resiko keluarga contoh penyakit jantung, stroke, hipertensi
§ Riwayat IM sebelumnya (disritmia), kardiomiopati, GJK, penyakit katup jantung, hipertensi
§ Penggunaan obat digitalis, quinidin dan obat anti aritmia lainnya kemungkinan untuk terjadinya intoksikasi
§ Kondisi psikososial



2.      Pengkajian fisik
a.    Aktivitas       : kelelahan umum
b.   Sirkulasi       : perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur; defisit nadi;  bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit warna dan kelembaban berubah misal pucat, sianosis, berkeringat; edema; haluaran urin menruun bila curah jantung menurun berat.
c.    Integritas ego           : perasaan gugup, perasaan terancam, cemas, takut, menolak,marah, gelisah, menangis.
d.   Makanan/cairan      : hilang nafsu makan, anoreksia, tidak toleran terhadap makanan, mual muntah, peryubahan berat badan, perubahan kelembaban kulit
e.    Neurosensori           : pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan pupil.
f.    Nyeri/ketidaknyamanan       : nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina, gelisah
g.   Pernafasan  : penyakit paru kronis, nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal; hemoptisis.
h.   Keamanan   : demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema (trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan

H.    Diagnosa keperawatan dan Intervensi

1.        Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan konduksi elektrikal, penurunan kontraktilitas miokardia.

Kriteria hasil   :
a.    Mempertahankan/meningkatkan curah jantung adekuat yang dibuktikan oleh TD/nadi dalam rentang normal, haluaran urin adekuat, nadi teraba sama, status mental biasa
b.   Menunjukkan penurunan frekuensi/tak adanya disritmia
c.    Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan kerja miokardia.


Intervensi :
d.   Raba nadi (radial, femoral, dorsalis pedis) catat frekuensi, keteraturan, amplitudo dan simetris.
e.    Auskultasi bunyi jantung, catat frekuensi, irama. Catat adanya denyut jantung ekstra, penurunan nadi.
f.    Pantau tanda vital dan kaji keadekuatan curah jantung/perfusi jaringan.
g.   Tentukan tipe disritmia dan catat irama : takikardi; bradikardi; disritmia atrial; disritmia ventrikel; blok jantung
h.   Berikan lingkungan tenang. Kaji alasan untuk membatasi aktivitas selama fase akut.
i.     Demonstrasikan/dorong penggunaan perilaku pengaturan stres misal relaksasi nafas dalam, bimbingan imajinasi
j.     Selidiki laporan nyeri, catat lokasi, lamanya, intensitas dan faktor penghilang/pemberat. Catat petunjuk nyeri non-verbal contoh wajah mengkerut, menangis, perubahan TD
k.   Siapkan/lakukan resusitasi jantung paru sesuai indikasi
l.     Kolaborasi :
m. Pantau pemeriksaan laboratorium, contoh elektrolit
n.   Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
o.   Berikan obat sesuai indikasi : kalium, antidisritmi
p.   Siapkan untuk bantu kardioversi elektif
q.   Bantu pemasangan/mempertahankan fungsi pacu jantung
r.     Masukkan/pertahankan masukan IV
s.    Siapkan untuk prosedur diagnostik invasif
t.     Siapkan untuk pemasangan otomatik kardioverter atau defibrilator

2.        Kurang pengetahuan tentang penyebab atau kondisi pengobatan berhubungan dengan kurang informasi/salah pengertian kondisi medis/kebutuhan terapi.

Kriteria hasil   :
a.    menyatakan pemahaman tentang kondisi, program pengobatan
b.   Menyatakan tindakan yang diperlukan dan kemungkinan efek samping obat


Intervensi :
c.    Kaji ulang fungsi jantung normal/konduksi elektrikal
d.   Jelakan/tekankan masalah aritmia khusus dan tindakan terapeutik pada pasien/keluarga
e.    Identifikasi efek merugikan/komplikasiaritmia khusus contoh kelemahan, perubahan mental, vertigo.
f.    Anjurkan/catat pendidikan tentang obat. Termasuk mengapa obat diperlukan; bagaimana dan kapan minum obat; apa yang dilakukan bila dosis terlupakan
g.   Dorong pengembangan latihan rutin, menghindari latihan berlebihan
h.   Kaji ulang kebutuhan diet contoh kalium dan kafein
i.     Memberikan informasi dalam bentuk tulisan bagi pasien untuk dibawa pulang
j.     Anjurkan psien melakukan pengukuran nadi dengan tepat
k.   Kaji ulang kewaspadaan keamanan, teknik mengevaluasi pacu jantung dan gejala yang memerlukan intervensi medis
l.     Kaji ulang prosedur untuk menghilangkan PAT contoh pijatan karotis/sinus, manuver Valsava bila perlu

















DAFTAR PUSTAKA

1.      Hudak, C.M, Gallo B.M. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC.1997

2.      Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Alih bahasa Peter Anugrah. Editor Caroline Wijaya. Ed. 4. Jakarta : EGC ; 1994.

3.      Santoso Karo karo. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 1996

4.      Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001.

5.      Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta : EGC;1999

6.      Hanafi B. Trisnohadi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Ed. 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2001



»»  READMORE...

Rutin Makan Tomat Bantu Cegah Depresi

shutterstockIlustrasi
»»  READMORE...