Social Icons

Tampilkan postingan dengan label Sains. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sains. Tampilkan semua postingan

Jumat, 28 Juni 2013

Tikus Tanpa Bulu Simpan "Pelicin" Anti-Kanker


Heterocephalus glaber | Alamy



Spesies tikus mondok telanjang (Heterocephalus glaber) yang tak memiliki bulu telah lama menarik perhatian ilmuwan karena mampu berumur panjang, hingga 30 tahun, 10 kali lebih lama dari tikus umumnya.

Kini, tikus itu kembali menjadi perhatian. Riset terbaru yang dipimpin oleh Andrei Seluanov dan Vera Gorbunova dari University of Rochester menunjukkan bahwa tikus spesies tersebut memiliki senyawa kimia yang membuatnya kebal terhadap kanker.

Tim peneliti mengulturkan sel tikus itu di laboratorium. Mereka menemukan bahwa jaringan pada tikus itu kaya akan hyaluronan (HMW-HA), senyawa gula kompleks yang berfungsi seperti pelicin.

Ilmuwan mengatakan bahwa senyawa tersebut sejatinya memberikan elastisitas pada kulit tikus tanpa bulu itu. Hal ini membantunya bergerak lincah di habitatnya, menyelinap di lorong atau rongga bawah tanah.

Namun, eksperimen juga menunjukkan, ketika senyawa MHW-HA tersebut dihilangkan, tikus mondok telanjang menjadi rentan terhadap kanker. Hal ini mengindikasikan bahwa HMW-HA juga punya fungsi memberikan kekebalan terhadap kanker.

"Mempelajari hewan yang secara alami resisten pada kanker sangat menguntungkan dan dapat mengarahkan pada penemuan mekanisme perawatan dan pencegahan kanker," kata Gorbunova seperti dikutip BBC, Rabu (19/6/2013).

Ke depan, ilmuwan akan melakukan tes penggunaan HMW-HA pada sel tikus dan manusia. Versi yang sama dengan senyawa tersebut sebenarnya telah digunakan pada manusia untuk mengatasi penuaan dan radang sendi (arthritis).

"Ada bukti tak langsung bahwa HMW-HA bisa bekerja pada manusia. Senyawa ini sudah digunakan untuk injeksi anti-penuaan dan mengatasi rasa sakit akibat radang di sendi lutut tanpa efek merugikan. Kami berharap ini juga bisa berfungsi sebagai anti-kanker," kata Seluanov.

Sayangnya, meski nantinya terbukti bisa memberikan khasiat anti-kanker, aplikasinya pada manusia akan sulit. Diberitakan New Scientist, Rabu, seluruh sel manusia harus dimanipulasi untuk mengekspresikan HMW-HA. Ini berbahaya.

Namun, zat ini bisa bermanfaat bagi penderita radang sendi. "Kita bisa membayangkan merekayasa sel sendi pasien arthritis untuk mengekspresikan HMW-HA, meringankan gejala penyakit itu," kata Chris Haine dari Harvard School of Public Health yang juga terlibat riset.

Zat tersebut mungkin juga untuk memodifikasi sel kulit, otak, dan pembuluh darah manusia. Karena produksi hyaluronan pada sel di organ tersebut menurun seiring pertambahan usia, ilmuwan bisa merekayasa sel untuk menghasilkan HMW-HA agar mencegah penuaan.


»»  READMORE...

Minggu, 28 April 2013

Jejak Peradaban Kota yang Tenggelam 1200 Tahun Terungkap

Daily Mail Ilustrasi kota Heracleion yang telah tenggelam 1200 tahun. Kuil Amun-Gerb yang menjadi pusat kota tergambar di bagian tengah.
Jejak peradaban kota yang telah tenggelam selama 1200 tahun diungkap. Sejumlah peninggalan arkeologis, mulai dari kapal, patung, hingga koin ditemukan.
Kota yang tenggelam tersebut bernama Heracleion. Kota itu merupakan salah satu pusat perdagangan di wilayah tengah Mediterania sebelum akhirnya tenggelam. Kota berada di wilayah Bay of Aboukir, Mesir.

Heracleion ditemukan pada tahun 2001. Penggalian yang dilakukan selama bertahun-tahun mengungkap kehidupan kota tersebut.

Bulan lalu, para arkeolog bertemu di Universitas Oxford untuk membicarakan berbagai macam penemuan terkait Heracleion. Bagi para ilmuwan, menemukan jejak peradaban Heracleion seperti menemukan peradaban Atlantis yang kini masih teori.

Sejumlah jejak peradaban yang telah ditemukan diantaranya 64 kapal tua yang terpendam di dalam lumpur. Selain itu, ditemukan pula koin emas dan pemberat perunggu, bukti adanya perdagangan.

Patung raksasa setinggi 4 meter juga ditemukan dan berhasil diangkat. Sementara, ilmuwan juga berhasil menemukan patung-patung lain yang lebih kecil. Ada pula sejumlah prasasti dari masa Mesir dan Yunani Kuno.

 
Secrets of the sea: Three divers inspect the ancient colossal statue of Hapi, the god of the Nile, at the site of the sunken city of Heraclion
Patung dewa Hopi, dewa Sungai Nil
Ancient: A sphinx from Heracleion has been brought up from its resting place in the Bay of Aboukir
Spinx dari kota Heracleion
Arkeolog juga menemukan sarkopagus. Diduga, sarkopagus menyimpan sejumlah hewan yang telah dimumifikasi.
"Situs ini terawetkan dengan sangat baik. Kami sekarang mulai melihat beberapa hal lain yang menarik di dalamnyauntuk mencoba memahami kehidupan di kota tersebut," kata Damian Robinson, Direktur Oxford Center for Maritime Archaeology.

"Kami mendapatkan lebih banyak gambaran perdagangan di sana dan kondisi perekonomian maritim di akhir masa Mesir Kuno," ungkap Robinson seperti dikutip The Telegraph, Minggu (28/4/2013).

"Kami menemukan ratusan patung dewa dan kami berupaya menemukan tempat dimana kuil tempat patung dewa itu berada. Kapal yang ditemukan juga menarik karena nerupakan temuan dengan jumlah terbesar di satu tempat serta kami juga telah menemukan 700 jangkar," papar Robinson.

Jantung kota Heracleion adalah kuil Amun-Gereb. Dari pusat kota itu, ada banyak jalan yang menghubungkan beragam wilayah di kota.

Heracleion tenggelam di kedalaman 450 meter. Ilmuwan belum mengetahui dengan pasti mengapa kota tenggelam. Diduga, sedimen di kota itu tak stabil sehingga membuat tanah kota turun dan akhirnya tenggelam.

Heracleion ditemukan kembali oleh arkeolog Franck Goddio pada tahun 2001. Ia melakukan penelitian untuk mencari kapal perang Perancis yang tenggelam pada abad 18.

Goddio mengungkapkan, penemuan Heraclion dan peradabannya menandani pentingnya wilayah muara Sungai Nil pada peradaban masa lampau. Menurutnya, penggalian masih harus dilakukan. Bisa butuh 200 tahun untuk benar-benar mengungkap kehidupan kota itu.

 
 
French Marine archaeologist Frank Goddio explains text on the stele of Heracleion
Frank Goddio dan salah satu batu prasasti yang ditemukan di Heracleion (kiri). Patung Isis, dewi bangsa Mesir (kanan).
The statue of the Goddess Isis sits on display on a barge in an Alexandria naval base June 7, 2001

 
Sumber :
»»  READMORE...

Sabtu, 27 April 2013

Jejak Ramai di Padang Lawas

Dokumentasi Balai Arkeologi Medan

Percandian di Padang Lawas, Sumatera Utara.
Kebudayaan Hindu-Buddha tak hanya menyebar di Pulau Jawa, tetapi juga di Pulau Sumatera. Jejak dua kebudayaan itu di antaranya ada pada sebagian tradisi masyarakat ataupun tinggalan artefak. Salah satu artefak penting yang menguak teknologi kuno di Sumatera adalah benda-benda berbahan perunggu.
Artefak perunggu dari kawasan kepurbakalaan Padang Lawas di Sumatera Utara menarik perhatian Erry Soedewo (40). Peneliti bidang kepakaran Hindu-Buddha dari Balai Arkeologi Medan itu ingin mengetahui susunan material kuno penyusun benda perunggu Padang Lawas.
Sejumlah arca dan artefak perunggu koleksi Museum Provinsi Sumatera Utara yang ditemukan di Padang Lawas dan Simangambat pun dipinjam. Lalu, diteliti di Badan Tenaga Nuklir (Batam) di Yogyakarta. Temuan itu berupa pilar relung berukuran 57 sentimeter, potongan gantungan genta, serta beberapa arca Buddha kecil ”Saya ingin tahu teknologi kuno metalurgi di Sumatera,” kata Erry, Jumat (25/4).
Simangambat berada di Kabupaten Mandailing Natal, berbatasan dengan kawasan Padang Lawas. Letak kedua situs itu ”dipagari” punggung pegunungan Bukit Barisan. Butuh sehari semalam berjalan kaki dari Simangambat ke Padang Lawas.
Dua tahun (2009-2010), Erry menganalisis arca-arca itu. Lalu, menyusun tabel jenis arca berikut unsur-unsur logam pembentuknya. Kesimpulannya, artefak perunggu di Padang Lawas dan Simangambat dominan dari tembaga dan timah putih.
Sebelum menganalisis artefak Padang Lawas, ia mengantongi pengetahuan konsep tradisional pembuatan benda perunggu di India, akar Hindu-Buddha.
Kenapa metalurgi
Penelitian metalurgi unsur penyusun artefak perunggu, terutama arca, dilakukan karena selama ini arca lebih diteliti secara ikonografis, yakni hanya diteliti dari jenis, bentuk, dan ukuran arca.
”Padahal, kemajuan suatu budaya juga bisa dilihat dari teknologi metalurginya,” kata Erry. Penelitian metalurgi artefak di Sumatera itu baru pertama kalinya. Adapun artefak-artefak perunggu dari Jawa lebih dulu diteliti arkeolog Timbul Haryono.
Erry menyimpulkan, ketiadaan unsur emas, perak, dan kuningan sesuai konsep pancaloha (tradisi India selatan) pada benda perunggu Padang Lawas menunjukkan pande logam setempat punya patokan sendiri.
”Besar kemungkinan kemampuan mencampur logam-logam tertentu jadi perunggu merupakan teknik yang mentradisi, jauh sebelum masuknya pengaruh India ke Sumatera,” kata dia. Ia juga tak menemukan kesamaan teknologi pencampuran logam di Padang Lawas dengan artefak perunggu di Pulau Jawa.
Di Jawa, semua artefak perunggunya mengandung seng (Zn), di Sumatera Utara tak ada campuran seng. Sebaliknya, di Sumatera hampir semua artefak mengandung perak (Ag), sedangkan artefak dari Jawa tak satu pun menggunakan perak.
Biara kuno
Selain benda perunggu, di kawasan kepurbakalaan Padang Lawas, secara administratif di Kabupaten Padang Lawas dan Padang Lawas Utara, banyak ditemukan bangunan candi. Masyarakat lokal menyebut candi sebagai biara.
Adalah Franz Wilhelm Junghuhn, naturalis, botanikus, geolog, dan komisaris Hindia Timur yang pertama menemukan percandian di Padang Lawas (1846). Junghuhn juga banyak meneliti di daerah Batak.
Masa itu, Padang Lawas yang kini dataran luas nan kering masih hutan lebat. Bangunan candi dari batu bata itu terkurung pepohonan besar.
Menurut Bambang Budi Utomo, peneliti senior pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas), situs di Padang Lawas adalah kumpulan biara. Ia merujuk catatan Kerkhoff yang meneliti setelah Junghuhn.
Data Balai Arkeologi Medan, ada 20 situs di Padang Lawas. Lokasinya di daerah aliran sungai Barumun, Pane, dan sungai lain seluas 1.500 kilometer persegi. Bambang menduga bangunan itu sengaja dibangun di jalur perdagangan ramai.
Percandian di Padang Lawas semua dari batu bata, hanya saja langgam arsitekturnya jauh berbeda dengan percandian di Dharmasraya di Sumatera Barat ataupun Trowulan di Jawa Timur. Menurut Erry, candi-candi itu dibangun berteknik kosot, yaitu menggosokkan batu bata satu per satu setelah salah satu bagiannya dibatasi. Dengan cara itu, batu bata saling melekat.
Masyarakat pendukung Padang Lawas, menurut Bambang, merupakan penganut Buddha Tantrayana. Itu terlihat dari relief candi yang banyak melukiskan sosok yaksa, makhluk kahyangan berwujud raksasa.
Asal-usul Padang Lawas penuh perdebatan. Schnitger, peneliti kepurbakalaan di Sumatera (1950-an), menyebut Padang Lawas dibangun bersamaan stupa-stupa di Muara Takus pada abad ke-12 Masehi. Namun, tanpa bukti tertulis.
Satu-satunya sumber adalah prasasti Batu Gana di Candi/Biara Bahal I. Isinya keterangan tentang aliran sungai yang dilayari perahu hingga hilir dari abad ke-12-14 Masehi.
Tak satu penelitian pun menyebut ada jejak permukiman di sana. Temuan artefak mengarah pada tempat pemujaan. Kebisuan Padang Lawas kini bersanding dengan perkebunan kelapa sawit. Belum ada upaya menggali temuan baru.
 


Sumber :
Kompas Cetak
»»  READMORE...

Kamis, 18 April 2013

Asal-usul Orang Nias Ditemukan



Wikipedia Orang Nias
 JAKARTA, KOMPAS.com - Penelitian genetika terbaru menemukan, masyarakat Nias, Sumatera Utara, berasal dari rumpun bangsa Austronesia. Nenek moyang orang Nias diperkirakan datang dari Taiwan melalui jalur Filipina 4.000-5.000 tahun lalu.

Mannis van Oven, mahasiswa doktoral dari Department of Forensic Molecular Biology, Erasmus MC-University Medical Center Rotterdam, memaparkan hasil temuannya di Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Jakarta, Senin (15/4/2013). Oven meneliti 440 contoh darah warga di 11 desa di Pulau Nias.

”Dari semua populasi yang kami teliti, kromosom-Y dan mitokondria-DNA orang Nias sangat mirip dengan masyarakat Taiwan dan Filipina,” katanya.

Kromosom-Y adalah pembawa sifat laki-laki. Manusia laki-laki mempunyai kromosom XY, sedangkan perempuan XX. Mitokondria-DNA (mtDNA) diwariskan dari kromosom ibu.

Penelitian ini juga menemukan, dalam genetika orang Nias saat ini tidak ada lagi jejak dari masyarakat Nias kuno yang sisa peninggalannya ditemukan di Goa Togi Ndrawa, Nias Tengah. Penelitian arkeologi terhadap alat-alat batu yang ditemukan menunjukkan, manusia yang menempati goa tersebut berasal dari masa 12.000 tahun lalu.

”Keragaman genetika masyarakat Nias sangat rendah dibandingkan dengan populasi masyarakat lain, khususnya dari kromosom-Y. Hal ini mengindikasikan pernah terjadinya bottleneck (kemacetan) populasi dalam sejarah masa lalu Nias,” katanya.

Studi ini juga menemukan, masyarakat Nias tidak memiliki kaitan genetik dengan masyarakat di Kepulauan Andaman-Nikobar di Samudra Hindia yang secara geografis bertetangga.

Jejak terputus

Menanggapi temuan itu, arkeolog dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Sony Wibisono mengatakan, teori tentang asal-usul masyarakat Nusantara dari Taiwan sebenarnya sudah lama disampaikan, misalnya oleh Peter Bellwood (2000). Teori Bellwood didasarkan pada kesamaan bentuk gerabah.

”Masalahnya, apakah migrasi itu bersifat searah dari Taiwan ke Nusantara, termasuk ke Nias, atau sebaliknya juga terjadi?” katanya. Sony mempertanyakan bagaimana migrasi Austronesia dari Taiwan ke Nias itu terjadi.

Herawati Sudoyo, Deputi Direktur Lembaga Eijkman yang juga menjadi pembicara, mengatakan, migrasi Austronesia ke Nusantara masih menjadi teka-teki. ”Logikanya, dari Filipina mereka ke Kalimantan dan Sulawesi. Tetapi, sampai saat ini data genetika dari Kalimantan dan Sulawesi masih minim. Masih ada missing link,” katanya.

Di Kalimantan, menurut Hera, yang diteliti genetikanya baru etnis Banjar. Hasilnya menunjukkan, mereka masyarakat Melayu. Di Sulawesi yang diteliti baru Sulawesi Selatan. ”Masih banyak studi yang harus dilakukan,” katanya. (AIK)

Sumber :
Kompas Cetak
»»  READMORE...

Pelabuhan Tertua di Dunia Ditemukan

British Museum Pelabuhan tertua di dunia, diduga aktif sejak 4500 tahun lalu.
Arkeolog menemukan pelabuhan tertua di dunia. Pelabuhan tersebut ditemukan di tepi Laut Merah, yang dipercaya berusia 4.500 tahun dan aktif pada masa Firaun Khufu (Cheops).
Tim arkeolog yang menemukan percaya bahwa pelabuhan yang ditemukan merupakan yang paling penting pada masa Mesir Kuno. Pelabuhan digunakan untuk membantu pengangkutan tembaga dan mineral lain ke Semenanjung Sinai.

Diberitakan Daily Mail, Selasa (16/4/2013), pelabuhan yang ditemukan dibangun di wilayah bernama Wadi al-Jarf, 180 km di sebelah selatan Terusan Suez. Pelabuhan ini diduga 1.000 tahun lebih tua dari struktur pelabuhan mana pun di dunia.

The harbor, discovered on the Red Sea coast, is believed to date back 4,500 years, to the days of the Pharaoh Khufu (Cheops) in the Fourth Dynasty

Bersama penemuan pelabuhan tersebut, peneliti juga menemukan 40 papirus yang memberi gambaran kehidupan Mesir Kuno pada masa kekuasaan Firaun Khufu.
Papirus mengungkap petunjuk bagi para pekerja di pelabuhan untuk mendapatkan roti dan bir. Papirus juga mengungkap aktivitas Merrer yang terlibat pada pembangunan Piramida Giza, kuburan Khufu.

"Dia melaporkan perjalanannya ke lahan batu kapur untuk mendapatkan bahan yang digunakan untuk membangun piramida," kata Mohhamed Ibrahim, Menteri Kebudayaan Mesir.

They includes details of the arrangements for getting bread and beer to the workers heading out from the port. One tells of an official named Merrer, who was involved in building the Great Pyramid of Giza

"Meski kita takkan belajar apa pun dari konstruksi monumen Cheops ini, catatan ini menyuguhkan wawasan pertama kali tentang hal ini," imbuh Ibrahim. Peneliti yang terlibat dalam penemuan pelabuhan ini berasal dari Badan Arkeologi Perancis.


Sumber :
»»  READMORE...

Makhluk Ini Setengah Manusia Setengah Kera

AP Australopithecus sediba
NEW YORK, Ilmuwan baru-baru ini berhasil mengungkap karakteristik spesies Australopithecus sediba. Mereka mengungkap bahwa spesies tersebut memiliki karakteristik setengah manusia setengah kera.

A sediba adalah spesies kuno yang eksis sekitar 2 juta tahun lalu. Spesies ini adalah anggota bangsa Australopithecines. Dalam evolusi, perkembangan bangsa tersebut yang kemudian memunculkan spesies manusia.

Jeremy DeSilva dari Boston University yang menjadi pemimpin analisis fosil tulang A sediba menjelaskan, ada beberapa karakter yang menjadikan spesies tersebut dikatakan punya karakter manusia maupun kera.

Bagian atas tulang rusuk spesies itu mirip kera, tetapi bagian bawahnya mirip manusia. Sementara tulang tangan, kecuali bagian pergelangan tangan dan telapak tangan, mirip kera, yang menunjukkan adanya keahlian untuk memanjat.

Karakter gigi A sediba juga merupakan perpaduan antara manusia dan kera. Debbi Guatelli Steinberg dari Ohio University yang juga terlibat riset menuturkan, selain A sediba, spesies lain yang punya gigi mirip manusia adalah A africanus.

Ciri tulang kaki A sediba juga unik. Bagian telapak kaki belakang sempit sehingga tak mendukung gaya jalan tegak. Namun, tulang pinggul menunjukkan karakteristik yang mendukung berjalan tegak.

Dengan karakteristik itu, A sediba juga mempunyai gaya jalan yang khas. Jika manusia menapak tanah dengan bagian telapak kaki belakang lebih dulu, A sediba menapak tanah dengan bagian samping kaki lebih dulu. Selanjutnya, telapak kaki akan melingkar ke dalam.

Bagaimana jika manusia berjalan dengan gaya yang sama dengan spesies ini? DeSilva seperti dikutip AP, Kamis (11/4/2013), mengatakan, "Saya telah berjalan keliling kampus dengan cara ini dan ini menyakitkan."

A sediba memiliki karakteristik tulang kaki yang khas sehingga rasa sakit tidak muncul. DeSilva mengungkapkan, karakteristik spesies itu dikembangkan untuk mendukung aktivitas memanjat sekaligus berjalan tegak di tanah.

Meski karakteristik A sediba telah diketahui, ilmuwan belum bisa menyimpulkan apakah memang A sediba nenek moyang langsung spesies manusia. Ilmuwan juga belum mengetahui apakah A sediba lebih dekat kekerabatannya dengan manusia dibanding A africanus.

Sumber :
AP


»»  READMORE...

Inilah Planet Alien Paling Mirip Bumi

NASA Ilustrasi planet Kepler 62f (tampak paling besar) dengan planet Kepler 62e (tampak bersinar di kanan Kepler 62f). Obyek berwarna kuning adalah bintang Kepler 62

WASHINGTON, Menggunakan teleskop Kepler milik Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat, ilmuwan menemukan planet-planet yang paling mirip dengan Bumi.

Dua planet ditemukan mengorbit bintang bernama Kepler 62, terletak di zona layak huni, wilayah yang tak terlalu panas ataupun dingin serta diduga memiliki air. Temuan dua planet tersebut dipublikasikan di jurnal Science, Kamis (18/4/2013).

"Dua planet ini adalah kandidat planet terbaik yang mungkin layak huni," kata William Borucki, pimpinan misi investigasi Kepler dari Ames Research Center, NASA.

Dua planet tersebut hanya sedikit lebih besar dari Bumi dan beberapa miliar tahun lebih tua. Planet pertama bernama Kepler 62e, 40 persen lebih besar dari Bumi, mengorbit bintangnya selama 122 hari. Sementara, planet kedua adalah Kepler 62f, 60 persen lebih besar dari Bumi dan mengorbit bintangnya selama 267 hari.

Kedua planet itu mengorbit bintang yang berusia 7 miliar tahun, berajarak 1200 tahun cahaya dari Bumi, di konstelasi Lyra. Planet terletak pada jarak pas sehingga suhunya tak terlalu panas dan tak terlalu dingin, air bisa terdapat dalam bentuk cair.

Ilmuwan belum mengetahui apakah permukaan kedua planet itu lebih kaya batuan atau perairan. Tapi ilmuwan beranggapan bahwa planet itu punya material yang bisa terkondensasi membentuk padatan tapi juga punya cairan dalam jumlah signifikan.

Justin Crepp, asisten profesor fisika dari University of Notre Dame seperti dikutip AFP, Kamis, mengatakan, "Ini adalah obyek paling mirip Bumi yang kami temukan sejauh ini."

Crepp mendeteksi keberadaan bintang Kepler 62 sekitar setahun lalu. Ia kemudian meneliti keberadaan planet yang mengelilinginya dengan metode transit, mengamati peredupan cahaya bintang akibat adanya planet yang melintas di mukanya. Meski Kepler 62e dan f dinyatakan paling mirip Bumi, masih belum diketahui apakah manusia bisa hidup di planet tersebut.

Sementara itu, terdapat planet ketiga yang diduga juga mirip Bumi, bernama Kepler 69c. Thomas Barclay dari Bay Area Environmental Research Institute di California mengatakan bahwa planet itu mungkin dekat dengan bintangnya dan panas seperti Venus.

Temuan Kepler 69c dipublikasikan di Astrophysical Journal, Kamis kemarin. Kepler 69 sendiri terletak 2700 tahun cahaya dari Bumi di konstelasi Cygnus.

Dengan temuan ini, sekitar 2700 kandidat dan planet yang telah terkonfirmasi berhasil ditemukan Kepler. Tahun 2011 lalu, Kepler juga menemukan dua planet yang diduga layak huni, bernama Kepler 22b dan Kepler 47c.

Misi Kepler diluncurkan tahun 2009, bertujuan mencari planet mirip Bumi sebagai calon tempat tinggal baru manusia.

Sumber :
AFP
»»  READMORE...

Cerita Unik tentang Lalat Pemakan Sperma

Elliotte Rusty Harold Lalat Ullidiid (Euxesta bilimeki) punya kebiasaan mengeluarkan dan memakan sperma sebagai bentuk penolakan pada pejantan.
Lalat ullidiid (Euxesta bilimeki) punya perilaku unik. Lalat spesies tersebut punya kebiasaan makan sperma!

Perilaku tersebut mungkin dianggap menjijikkan. Bahkan, mungkin ada beberapa yang menganggapnya porno. Namun, perilaku tersebut benar-benar nyata. Ilmuwan baru-baru ini mengungkap perilaku itu terkait dengan penolakan betina terhadap pejantan.

Seperti manusia, hewan juga punya "jodoh" pilihan. Manusia laki-laki sibuk meyakinkan perempuan pujaannya bahwa dia memang calon suami terpilih. Hewan pejantan pun perlu meyakinkan betina bahwa dia memang pantas mengawininya.

Beberapa spesies menunjukkan secara langsung upaya menarik betina dan penolakan atau penerimaan yang dilakukan oleh betina. Namun, beberapa spesies lain tidak.

Pada spesies burung, mamalia, dan serangga, di mana pembuahan berlangsung di dalam tubuh, pemilihan pasangan kawin kadang tak tampak. Dalam kasus tertentu, betina terpaksa rela dikawini pejantan yang "ngebet". Inilah yang terjadi pada spesies E bilimeki.

Christian Luis Rodriguez-Enriquez dan rekannya dari Institute for Ecology di Vera Cruz, Meksiko, melakukan pengamatan pada 74 pasang E bilimeki. Mereka ingin mengetahui alasan mengapa betina lalat ini memakan sperma.

Hasil penelitian menunjukkan, semua betina yang diteliti mengeluarkan sperma yang "disetor" pejantan. Kemudian, paling tidak mereka memakan sebagian dari sperma yang dikeluarkan.

Dalam observasi yang lebih detail, seperempat betina yang dobservasi mengeluarkan seluruh sperma dari pejantan. Hal ini berarti, semua benih dari pejantan dikeluarkan. Pejantan yang mengawini tak punya kesempatan untuk mendapatkan keturunan.

Peneliti bingung dengan hasil riset ini. Jika banyak betina yang melakukannya, bisa dikatakan bahwa betina hanya buang waktu dan tenaga untuk kawin. Membuang kesempatan untuk punya keturunan, apa tujuannya?

Diberitakan National Geographic, Rabu (17/4/2013), analisis ilmuwan mengungkap bahwa tujuan betina mengeluarkan sperma adalah menolak benih dari pejantan yang mengawininya.

Lalat ullidiid tak suka dengan pejantan yang terlalu "ngebet" mengawininya. Mereka tak ingin pejantan yang tak tahu artinya "penolakan halus" sebelum perkawinan menjadi ayah dari keturunannya.

Menurut peneliti, betina membiarkan pejantan mengawininya karena sudah malas dengan ajakan si pejantan. Sperma yang kaya protein kemudian dimakan setelah dikeluarkan sebagai kompensasi atas tenaga yang sudah dikeluarkan sepanjang proses perkawinan.

Sebelumnya, peneliti memperkirakan bahwa perilaku makan sperma terkait dengan pertahanan hidup. Namun, anggapan itu tak sepenuhnya benar.

Dalam kondisi sangat kekuarangan makanan, memakan sperma memang dapat membuat lalat spesies ini bertahan hidup. Namun, sperma saja ternyata tak menjamin lalat spesies tersebut berumur lama. Ini menunjukkan bahwa sperma bukan dimakan sebagai makanan utama.
»»  READMORE...

Sabtu, 13 April 2013

Analisis Tinta Ungkap Keaslian Injil Yudas




Joseph Barabe Fragmen Injil Yudas
ILLINOIS, KOMPAS.com — Injil Yudas yang kontroversial terus mengundang tanya. Salah satu yang dipertanyakan ialah kebenaran dokumen itu sebagai naskah kuno. Jangan-jangan naskah tersebut sebenarnya tulisan baru yang dibuat seolah-olah tua.

Tim ilmuwan yang dipimpin oleh Joseph Barabe dari McCrone Associate di Illinois baru-baru ini berhasil mengungkap keaslian Injil Yudas sebagai naskah kuno. Mereka melakukannya dengan studi tinta pada teks Injil Yudas.

Diberitakan Livescience, Senin (8/4/2013), Barabe menemukan bahwa tinta yang digunakan menulis terdiri dari dua macam, yaitu warna hitam dan coklat yang dicampur. Pencampuran dua macam tinta ini biasa dilakukan di masa lalu.

Untuk tinta hitam, jenis tinta yang digunakan dalam Injil Yudas adalah disebut lamp back. Jenis tinta ini sama dengan jenis tinta yang digunakan pada teks peradaban kuno hingga abad ketiga Masehi.

Namun, untuk jenis tinta coklat, Barabe menemui kejanggalan. Tinta coklat merupakan tinta yang kaya besi, disebut irol gall, tetapi miskin belerang. Biasanya, tinta coklat tersebut juga kaya akan sulfur.

Barabe menemukan tantangan untuk mencari apakah tinta coklat sejenis juga digunakan pada dokumen kuno lain. Ia kemudian mempelajari surat pernikahan serta surat tanah yang diterbitkan pada masa Mesir, yang didapatkan dari Museum Louvre.

Hasil studi menunjukkan bahwa surat pernikahan dan surat tanah pada masa lalu pun menggunakan tinta iron gall. Dengan demikian, Barabe yakin Injil Yudas memang merupakan naskah kuno, yang berasal dari tahun 280 Masehi.

Studi tinta memang menjadi keahlian Barabe. Lewat studi tinta, Barabe memutuskan apakah teks atau lukisan yang diklaim kuno memang benar-benar kuno. Sebelumnya, mereka berhasil mengungkap bahwa naskah "Archaic Mark" yang diklaim kuno ternyata palsu.

Hasil studi tentang Injil Yudas ini dipaparkan dalam American Chemical Society in New Orleans pada Senin lalu. Injil Yudas sendiri merupakan naskah kontroversial yang memotret Yudas Iskariot bukan sebagai pengkhianat, melainkan teman dekat Yesus yang mengetahui rencana Tuhan kepada Yesus.

Injil Yudas mengungkap alasan di balik ciuman yang dilakukannya sebelum Yesus diadili dan disalib. Jika Injil lain (Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes) menyatakan bahwa Yudas berkhianat untuk 30 keping perak, Injil Yudas mengungkap bahwa Yudas melakukannya atas perintah Yesus, membebaskan roh Yesus dari raga-Nya.



Sumber :
»»  READMORE...

Selasa, 09 April 2013

Bulan Jupiter Punya Senyawa Pendukung Kehidupan

NASA / wikipedia.org Europa, salah satu Bulan yang mengitari Planet Jupiter. Foto diambil dari wahana luar angkasa Galileo.


CALIFORNIA, Europa, bulan berlapis es yang mengitari Planet Jupiter, ternyata menyimpan senyawa yang berpotensi untuk kehidupan. Potensi tersebut terungkap berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh tim peneliti dari Jet Propulsion Laboratory, NASA, bersama peneliti California Institute of Technology di Pasadena, California.
Tim peneliti menemukan kandungan hidrogen peroksida dalam konsentrasi tinggi di sisi Europa yang mengorbit ke Jupiter. Jika hidrogen peroksida dapat bercampur dengan air di lautan bawah lapisan es Europa, maka material untuk mendukung kehidupan dapat tercipta.
"Kehidupan, seperti yang kita ketahui, membutuhkan cairan, elemen-elemen seperti karbon, nitrogen, fosfor, dan sulfur. Perlu beberapa bentuk energi kimia dan cahaya untuk menjadikannya energi," ujar Kevin Hand dari Jet Propulsion Laboratory milik NASA, sekaligus ketua tim peneliti.
"Europa memiliki cairan dan elemen (pendukung kehidupan). Menurut kami, senyawa seperti peroksida mungkin merupakan bagian penting dari pembentukan energi. Keberadaan oksidan seperti peroksida di Bumi adalah bagian penting dalam perkembangan kehidupan yang kompleks, kehidupan multiseluler," jelas Hand yang dikutip Space.com, Jumat (5/4/2013) lalu.
Dinyatakan NASA, hidrogen peroksida yang ada di Europa tercipta akibat paparan radiasi intens terhadap permukaan bulan ketika bergerak melintasi medan magnet Jupiter yang sangat kuat.
Pada bagian dengan konsentrasi tertinggi, konsentrasi peroksida sekitar 0,12 persen. Jumlah itu sekitar 20 kali lebih encer daripada larutan hidrogen peroksida botolan yang biasa dijual di toko obat di Bumi.
Hidrogen peroksida sangat menentukan kemampuan planet mendukung kehidupan. Hal ini karena ketika bercampur dengan molekul air, hidrogen peroksida akan melepaskan oksigen. Oksigen merupakan kebutuhan utama kehidupan yang dikenal manusia di Bumi.
"Di Europa, kelimpahan senyawa seperti peroksida akan membantu memenuhi kebutuhan energi kimia yang dibutuhkan untuk kehidupan di dalam lautan, apabila peroksida itu bercampur dengan air di lautan," ujar Hand.
Studi ini dilakukan dengan menganalisis hasil observasi Europa pada tahun 2011 dengan teleskop Keck II di Hawaii. Teleskop itu mengobservasi dengan basis inframerah. Hasil studi ini telah dipublikasikan di Astrophysical Journal Letters.


Sumber :
»»  READMORE...

Margaret Thatcher, "Wanita Besi", dan Kelembutan Es Krim

Royal Society Margaret Thatcher pada tahun 1951


Perdana Menteri perempuan pertama dan satu-satunya di Inggris, Margaret Thatcher, meninggal dunia pada Senin (8/42013). Banyak yang mengenang Thatcher sebagai "wanita besi", seperti yang tergambar dalam "The Iron Lady" yang ditayangkan di bioskop beberapa waktu lalu.

Banyak yang sudah mengetahui mengapa Thatcher dijuluki wanita besi. Julukan tersebut mulai diberikan oleh wartawan militer Uni Soviet, Kapten Yuri Gavrilov. Thatcher konsisten menentang Uni Soviet dan komunisme. Julukan ini kali pertama muncul di Red Star, 24 Januari 1976.

Namun, tahukah bahwa Thatcher yang "keras" ternyata berperan menciptakan kelembutan? Thatcher si wanita besi ternyata seorang lulusan kimia Universitas Oxford dan berperan dalam penemuan es krim bertekstur lembut.

Diberitakan The Atlantic, Senin, Thatcher melakukan penelitian untuk menciptakan produk es krim lembut bersama timnya pada 1949. Saat itu, ia bekerja pada sebuah industri kue dan teh yang juga menjual es krim bernama J Lyons and Co.

Untuk menciptakan es krim lembut, Thatcher dan timnya menggunakan emulsifier atau bahan kimia yang berfungsi membuat campuran, emulsi. Tujuan penggunaan emulsifier adalah menciptakan es krim lebih lembut dan mengurangi penggunaan bahan baku sehingga ongkos produksi bisa diturunkan.

Thatcher dan timnya berhasil menuntaskan penelitian. Ongkos produksi perusahaan berhasil diturunkan. Sementara produk es krim yang tercipta kemudian bisa dipompa dengan mesin, tak harus disendok menggunakan scoop.

Berkat karya Thatcher, kini manusia bisa menikmati es krim lembut dalam produk ice cream cone ataupun sundae di banyak restoran cepat saji. Produk semakin lembut dan inovatif dengan bantuan peneliti industri lain.

Karier Thatcher sebagai peneliti tak bertahan lama. Tahun 1952, ia berhenti dari J Lyons and Co dan mulai meniti karier di bidang politik. Ia mulai belajar hukum pajak, memenangkan kursi di parlemen hingga puncaknya menjadi perdana menteri.



Sumber :
»»  READMORE...

Ilmuwan Temukan "Gerbang Neraka"

 
Fransesco DAndria Rekonstruksi digital Gerbang Neraka

ISTANBUL, Arkeolog Italia menemukan "Gerbang Neraka" di daerah di Turki bernama Pamukkale. Gerbang Neraka ini diduga digunakan oleh masyarakat Yunani dan Romawi sebagai tempat menggelar ritual persembahan kepada dewa tanah.

Pengertian Gerbang Neraka pastinya bukan gerbang menuju neraka. Gerbang ini sejatinya merupakan goa, kadang juga disebut "Gerbang Pluto". Goa ini merupakan bagian dari mitologi Yunani dan Romawi Kuno.

Gerbang Neraka ditemukan oleh Francesco D'Andria, profesor arkeologi klasik dari University of Salento, Italia. Goa itu disebut Gerbang Neraka karena adanya gas beracun yang keluar darinya, mengakibatkan kematian pada hewan yang terjebak.

Sifat racun gas yang keluar dari goa itu pernah dicatat oleh ahli geografi Yunani Kuno, Strabo (64 SM - 24 M). "Goa ini penuh uap air dan pekat sehingga setiap orang akan sangat sulit melihat permukaan goa. Tiap hewan yang masuk ke dalamnya akan mati secara cepat," tulis Strabo.

"Saya melempar seekor burung gereja ke dalam goa tersebut, dan dalam waktu singkat burung itu kehabisan napas dan mati," tulis Strabo mendeskripsikan bagaimana ia membuktikan sifat racun gas dari Gerbang Neraka.

D'Andria sendiri membuktikan sifat racun gerbang itu saat ekskavasi. Banyak burung mati saat mereka bergerak mendekati goa. Mereka terbunuh oleh gas karbon dioksida konsentrasi tinggi dalam goa itu.

Alkisah, hanya para kasim Cybele, dewi kesuburan kuno, yang dapat memasuki gerbang itu. Para kasim itu menahan napas sebisa mungkin sehingga tak menghirup gas racun dari Gerbang Neraka.

D'Andria menemukan Gerbang Neraka setelah menjalankan penelitian arkeologi intensif di Kawasan Cagar Budaya Hierapolis. Didirikan pada tahun 190 SM oleh Eumenes II, Raja Pergamum, Hierapolis diserahkan pada Roma tahun 130 SM.

Kawasan Cagar Budaya Hierapolis terletak di kota Phrygia, berdekatan dengan Anatolia. Kompleks tersebut memiliki banyak kuil, panggung, serta permandian air panas yang dianggap sakral, yang dipercaya memiliki daya penyembuhan penyakit.

Seperti dikutip Discovery, Jumat (29/3/2013), D'Andria mengatakan, "Kami menemukan Plutonium (gerbang) dengan merekonstruksi rute dari mata air panas. Ya, pemandian air panas Pamukkale yang menghasilkan white travertine terrace bersumber dari goa ini."

Bersama dengan penemuan ini, D'Andria juga menemukan reruntuhan yang mungkin terjadi akibat gempa. Ada pula penyangga semikolom Ionic, tempat pijakan di atas goa, serta prasasti tanda pemujaan dewa bawah tanah, Pluto dan Kore. Temuan sesuai gambaran lokasi dalam berbagi dokumen.

Gerbang Neraka merupakan tempat menggelar ritual. Ritual mencakup prosesi menggiring hewan mendekati gerbang dan menariknya hingga masuk ke dalamnya dan mati. Ritual ini bisa disaksikan publik masa lalu.

"Orang-orang bisa melihat ritual sakral itu dari anak tangga, tetapi mereka tak dapat mendekat ke area di dekat mulut goa. Hanya para pemuka agama yang dapat berdiri di depan portal," ungkap D'Andria.


Sumber :
DISCOVERY
»»  READMORE...

Apakah Manusia Perlu Tuhan untuk Menjadi Bermoral?

 
Alejandro Gonzales/USA Today Ilustrasi. Frans de Wall, ahli primata Emory University mengatakan, manusia tak perlu Tuhan untuk punya moralitas.

Mana yang lebih tepat? Apakah manusia bermoral karena percaya Tuhan atau manusia percaya Tuhan karena manusia bermoral. Hingga kini, jawaban pasti pertanyaan itu masih menjadi perdebatan.

Frans de Waal, ahli primata ternama dunia, biolog di Emory University dan Direktur Living Links Center di Yerkes Primate Center di Atlanta, mencoba memberi uraian untuk menuju pada jawaban akan pertanyaan tersebut lewat bukunya, The Bonobo and the Atheist.

Agamawan dan kaum pemeluk agama yang taat pastinya akan menjawab bahwa manusia bermoral karena percaya Tuhan. Namun, De Waal menjawab sebaliknya. Menurutnya, manusia percaya Tuhan karena manusia bermoral.

Jawaban De Waal didasarkan atas hasil penelitian selama bertahun-tahun pada perilaku primata besar seperti simpanse dan bonobo. Ia menunjukkan bahwa moralitas berkembang sebelum manusia dan kebudayaan manusia berkembang.

Penelitian menunjukkan bahwa primata besar memiliki empati. Mereka memiliki rasa keadilan, mereka bisa memelihara dan peduli satu sama lain serta mampu berbagi dengan individu lain yang kurang beruntung.

Karakter primata yang menyerupai sifat manusia tersebut membuat De Waal berpikir bahwa primata pun punya akar moralitas. Walaupun, memang, primata selain manusia belum bisa dikatakan bermoral; primata punya penyusun utama moralitas.

Dalam bukunya, De Waal menuliskan, "Ada sedikit bukti bahwa hewan menilai kesesuaian suatu aksi yang tak secara langsung berdampak pada dirinya. Dalam perilaku ini, kita pun mengenal nilai yang sama."

"Saya mengambil petunjuk-petunjuk kepedulian pada komunitas ini sebagai tanda bahwa penyusun utama moralitas lebih tua dari kemanusiaan, dan kita tidak perlu Tuhan untuk menjelaskan bagaimana kita bisa sampai pada posisi kita sekarang," tulis De Waal seperti dikutip ABC News, Senin (8/4/2013).

De Waal yang juga seorang ateis menegaskan, moralitas berkembang dari proses perkembangan spesies manusia itu sendiri, bukan diberikan oleh Tuhan. Ia mengungkapkan tanda lain adanya moralitas pada primata. Salah satunya, primata selain manusia juga bisa merasa bersalah.

Kasus tersebut dijumpai pada bonobo bernama Lody di Kebun Binatang Milwaukee County. Bonobo itu menggigit tangan dokter hewan yang memberikannya vitamin. Akibat gigitan, dokter hewan tersebut kehilangan satu jari.

Mendengar teriakan sang dokter saat jarinya digigit, Lody menengok ke atas dan terkejut. Ia lalu melepaskan tangan yang sudah kehilangan satu jari itu. Hari berikutnya, saat dokter hewan kembali menengoknya, Lody lari ke sebuah sudut, menundukkan kepala dan melingkarkan tangan di tubuhnya.

Yang mengejutkan, 15 tahun setelah berpisah dengan dokter hewan itu, Lody tetap mengenalinya dan mengingat kesalahannya. Saat dokter hewan itu berdiri di kerumunan, Lody berlari ke dokter itu seraya melihat tangan kiri sang dokter. Lody terus melihat tangan dan wajah dokter itu.

Apa yang dilakukan Lody menjadi bukti adanya bibit-bobot moralitas pada hewan. Apakah Lody merasa malu? Atau, apakah dia takut akan pembalasan? Yang jelas, apa yang dilakukan Lody adalah bukti bahwa dia merasa bersalah, sekaligus menjadi tanda bahwa ia punya bibit moralitas.

Berkali-kali, para ahli primata juga mendokumentasikan rasa bersalah, sedih, dan iba saat pada individu lain yang sekarat, pada ibu kera yang kehilangan anaknya, serta memelihara anakan yang kehilangan orangtuanya.

"Beberapa orang mengatakan, hewan adalah diri mereka sendiri, sementara manusia mengikuti sesuatu yang ideal, tapi itu terbukti salah. Bukan karena kita tak punya sesuatu yang ideal tetapi karena mereka pun memilikinya," tulis De Waal.

Ada satu kasus menarik. Bonobo pun tahu cara mencegah perang. Koloni bonobo kadang berkumpul saat dua pejantan akan berperang. Yang menarik, saat perang telah siap dimulai, bonobo betina yang ada di sekitarnya justru mulai bercinta dengan sesama ataupun lawan jenisnya.

Dalam sudut pandang manusia, apa yang dilakukan bonobo itu bisa disebut orgy. Lalu, apakah orgy adalah wujud moral? Pastinya, bagi manusia, hal itu tidak bermoral. Namun mungkin, bonobo hanya menyadari bahwa memang lebih baik bercinta daripada berperang.



Sumber :
ABCNews
»»  READMORE...

Minggu, 07 April 2013

Senjata Tradisional Tunjukkan 2 Spesies Hiu yang Telah Punah


Drew J, Philipp C, Westneat MW (2013) / PLOS ONE Senjata pembunuh tradisional yang dibuat masyarakat Pulau Gilbert, Kiribati berasal dari gigi hiu yang diikatkan pada kayu menggunakan sabut kelapa dan rambut manusia. Saat ini menjadi koleksi The Field Museum, Chicago, Amerika Serikat.
NEW YORK, KOMPAS.com — Sebuah "kejutan" didapat seorang peneliti ketika ia melakukan kajian tentang jenis hiu yang digunakan pada senjata pembunuh tradisional yang dibuat masyarakat di Pulau Gilbert, Republik Kiribati, di Samudera Pasifik.
Dalam studinya, ia menemukan ada dua jenis hiu yang sebelumnya belum pernah tercatat dalam beragam hasil penelitian mengenai keragaman hiu di negara tersebut. Peneliti menduga, hiu-hiu tersebut telah punah sebelum ada peneliti yang datang ke sana.
Adalah Joshua Drew, seorang ichthyologist atau ahli zoologi tentang ikan di Columbia University, New York, AS, yang mendapat "kejutan" tersebut. Ia mendapat kejutan saat melakukan identifikasi jenis hiu berdasarkan bentuk dan pola gerigi pada gigi yang ditempel pada senjata keji yang masih dibuat masyarakat lokal di pulau tersebut sampai 130 tahun lalu. 
Dari 122 senjata dan koleksi gigi hiu dari Pulau Gilberts yang digunakan Drew untuk identifikasi, terungkap kalau senjata tradisional tersebut menggunakan gigi dari berbagai jenis hiu. Beberapa jenis hiu yang dimaksud antara lain hiu sirip perak (Carcharhinus albimarginatus), hiu sutra (C falciformis), Hiu samudra ujung putih (C longimanus), hiu macan (Galeocerdo cuvier), hiu biru (Prionace glauca), hiu kepala martil (Sphymidae sp), dusky shark (C obscurus), dan spot tail shark (C sorrah).
Drew terkejut karena dua jenis hiu yang terakhir disebutkan tidak pernah tercatat sebelumnya dalam berbagai hasil penelitian mengenai keragaman hiu yang pernah dilakukan di perairan Kiribati. Ia menduga kedua jenis hiu tersebut telah punah sebelum ada seorang peneliti yang datang ke Kiribati.
"Kami ternyata telah kehilangan spesies sebelum kami tahu kalau mereka ada di perairan kami," kata Drew yang dikutip oleh LiveScience pada hari Rabu (3/4/2013) kemarin. "Penemuan tersebut seolah menjadi gema dalam diriku sebagai sebuah penemuan yang pada prinsipnya sangat tragis," ujar peneliti yang melakukan kajian ini sebagai bagian dari upaya konservasi hiu di Kiribati.
Penyebab kepunahan
Tidak adanya satu pun catatan ilmiah yang merekam keberadaan kedua spesies hiu tersebut di perairan Kiribati, menurut Drew, bukan  karena hiu-hiu yang bernilai komersial itu diabaikan oleh para peneliti, melainkan karena keduanya telah hilang sebelum satu orang pun melakukan sensus. Demikian tulisnya dalam artikel yang dipublikasikan dalam jurnal PLOS ONE.
Kepunahan spesies itu diduga kuat akibat dari aktivitas perburuan sirip hiu yang sangat marak terjadi di wilayah itu pada awal tahun 1900-an. Data hasil penangkapan ikan hiu pada tahun 1950 menunjukkan hasil yang sangat tinggi.
Pada tahun itu, bobot sirip hiu yang dihasilkan dari hasil penangkapan mencapai berat 3.500 kg atau 3,5 ton, untuk siripnya saja dari perairan sekitar Pulau Gilbert.
Drew berharap hasil temuannya ini bisa memberi dorongan kepada Pemerintah Kiribati, yang kini telah menjadi pemimpin dunia dalam hal konservasi laut untuk terus berupaya melindungi kekayaan alam lautnya agar tidak lagi terjadi kepunahan pada spesies lainnya.

Sumber :
»»  READMORE...

Pola Migrasi Hiu Putih Terkait Siklus Kembang Biaknya


Terry Goss / Wikipedia.org Hiu putih (Carcharodon carcharias)
CALIFORNIA, Untuk pertama kalinya peneliti berhasil mendokumentasikan migrasi hiu putih besar dan pergerakan mereka di lautan, selama bertahun-tahun. Pola yang muncul ternyata berbeda dengan pola yang terungkap berdasarkan hasil pengamatan selama beberapa bulan yang dilalukan sebelumnya.
Pengamatan selama 3 tahun yang dilakukan Michael Domeier, peneliti sekaligus presiden dari Marine Conservation Science Institute (MCSI), menunjukkan siklus berkembang biak hiu putih betina dewasa ternyata berlangsung selama dua tahun.
Tim peneliti melakukan pengamatan dengan menelusuri jejak penanda yang dipasang di sirip dorsal, pada 4 ekor hiu putih betina dewasa. Penelusuran dilakukan sejak hiu meninggalkan Pulau Guadalupe, Meksiko, yang menjadi tempat perkawinan mereka hingga mereka kembali ke tempat itu, 24 bulan kemudian.
Domeier mengatakan, selama 18 bulan pertama, hiu putih betina berenang sesukanya di lautan, hingga akhirnya mereka sampai di lepas pantai Baja, California untuk melahirkan keturunan mereka. "Selama masa melahirkan di Peninsula Baja, para betina tersebut dengan mudah diketahui oleh para penangkap ikan komersial, membuat mereka berada dalam resiko ditangkap," ujar Domeier kepada OurAmazingPlanet melalui surat elektronik.
"Resiko yang dihadapi bayi hiu putih yang baru lahir lebih besar, karena mereka akan menghabiskan tahun pertama mereka di perairan pesisir. Ukuran mereka yang kecil, membuat mereka jadi lebih mudah ditangkap," katanya Kamis (4/4/2013) lalu.
Pascamelahirkan, hiu putih betina dewasa kembali ke Pulau Guadalupe untuk kembali melakukan perkawinan. Hiu-hiu betina kembali ke pulau tersebut setiap dua tahun, sedangkan hiu jantan datang setiap tahun. Hasil pengamatan Domeier dan timnya telah dipublikasikan dalam jurnal Animal Biotelemetry.
Ikan hiu menjadi perhatian dunia karena populasinya yang terus menurun dan masih tingginya ancaman terhadap mereka akibat kegiatan perburuan. Berbagai penelitian tentang hiu dilakukan guna mengetahui karakteristik biologis, ekologis dan perilaku mereka.
»»  READMORE...

Rabu, 03 April 2013

Saat Kawin, Kelelawar Juga Melakukan Seks Oral



Maruthupandian J, Marimuthu G / PLOS ONE Kalong jantan sedang melakukan oral seks pada betinanya pasca kopulasi yang terekam dalam video yang diunggah oleh peneliti dalam laporan penelitiannya.


MADURAI, Hasil penelitian terbaru yang dilakukan peneliti dari Madurai Kamaraj University di India menemukan fakta bahwa kelelawar jantan melakukan seks oral kepada betinanya untuk membuat waktu perkawinan mereka berlangsung lebih lama.
Menurut peneliti, perilaku yang disebut cunnilingus ini dilakukan kelelawar jantan ketika kelelawar betina berhenti bergerak dan bertujuan untuk merangsang dan melumasi organ reproduksi pasangannya.

Perilaku ini diketahui peneliti setelah melakukan pengamatan terhadap sebuah koloni beranggotakan 420 ekor kelelawar India (Pteropus giganteus) selama  lebih dari 13 bulan menggunakan binokuler dan kamera video.
Kelelawar pemakan buah ini merupakan salah satu jenis kelelawar terbesar di dunia. Selama pengamatan, peneliti menyaksikan 57 kali aktivitas seks, kopulasi dan oral, yang kebanyakan dilakukan di pagi hari.

"Terlepas dari yang manusia lakukan, ternyata kelelawar juga melakukan oral seks sebagai bagian perilaku sanggama mereka," ujar Ganapathy Marimuthu, peneliti tentang kelelawar di Madurai Kamaraj University di India, seperti dikutip Livescience, Senin (1/4/2013).
Dalam proses reproduksi, pada awalnya, kelelawar jantan akan merangsang penisnya hingga mengalami ereksi. Kemudian, dia akan mengejar kelelawar betina. Sekali menyentuh, betina biasanya melarikan diri. Kelelawar jantan kemudian mengikuti. Jika berhasil memikat betina, maka pejantan akan memulai seks oral.
Peneliti juga menemukan fakta bahwa durasi cunnilingus sebelum kawin akan memengaruhi durasi kopulasi. Semakin lama seks oral dilakukan, durasi kelelawar jantan untuk melakukan kopulasi semakin panjang. Hal ini menguntungkan baginya. Artinya, sperma memiliki waktu lebih lama untuk bergerak.

"Waktu kopulasi yang lebih lama membantu mobilitas sperma. Mobilitas sperma ini akan meningkatkan peluang terjadinya pembuahan," kata Marimuthu.

Aktivitas cunnilingus ini berlangsung kira-kira 50 detik, kemudian dilanjutkan dengan kopulasi selama 10 sampai 20 detik. Setelah kopulasi, kelelawar jantan kembali melakukan cunnilingus untuk 94 sampai 188 detik.

Marimuthu juga mencatat, perilaku seks oral yang dilakukan kelelawar jantan mungkin bertujuan untuk membersihkan vagina pasangannya dari sperma individu lain yang jadi pesaingnya. Perilaku ini seolah memberi kepastian bahwa sperma yang membuahi sel telur bukan milik pesaingnya.
"Dalam konteks ini, aktivitas seks oral yang dilakukan kelelawar jantan pasca-hubungan badan adalah perilaku maladaptive. Hal ini karena, ketika mereka melakukan hal tersebut, ada risiko si jantan menghilangkan sperma mereka sendiri," tulis peneliti dalam artikelnya yang dipublikasikan di jurnal PLOS ONE, Kamis (28/3/2013) lalu.
Perilaku seks oral ini tak hanya dilakukan kelelawar jantan. Pada jenis lain, dijumpai juga bahwa betina pun melakukan seks oral untuk merangsang pejantan.
Sumber :
»»  READMORE...

Senin, 01 April 2013

Tak Hanya Manusia, Tikus Pun Bisa Batuk

GUANGZHOU, Batuk ternyata tak hanya dialami manusia. Tikus yang biasa digunakan dalam percobaan di laboratorium pun ternyata bisa batuk. Fakta ini terungkap dari hasil percobaan yang dilakukan oleh sekelompok tim peneliti dari Guangzhou Medical College di China yang telah dipublikasikan dalam jurnal PLOS ONE hari Kamis (21/3/2013) lalu.

Dalam percobaan, tim peneliti memberikan serbuk halus capsaicin, molekul yang membuat cabai terasa pedas, ke 40 tikus. Mereka kemudian ditaruh di sebuah mesin pletysmograph yang mengukur perubahan volume tubuh saat udara mengalir masuk dan keluar tubuh tikus. Tak hanya itu, tim peneliti juga mencoba mendengarkan suara yang dihasilkan tikus melalui mikrofon mini, dan mengamati pergerakan tubuh mereka.

Hasilnya, tikus-tikus yang diuji coba ternyata mengalami batuk ketika diberikan capsaicin. Bahkan, suara bersin, ketukan gigi, garukan hidung, dan sentakan kepala mereka pun bervariasi. Di antara suara-suara yang dihasilkan, peneliti berhasil mengidentifikasi kalau suara "ledakan" ketika tikus batuk bertepatan dengan gerakan melempar kepala mendadak, sentakan pada bagian abdominal, dan mulut yang terbuka.

Batuk yang dialami tikus-tikus itu mengalami penurunan secara dramatis setelah peneliti memberikan obat penekan batuk seperti kodein. Pemberian capsaicin sebelum percobaan juga dapat membantu menekan batuk selama masa percobaan. Tampaknya pemberian itu telah mengurangi sensitivitas saraf tikus terhadap capsaicin.

Dengan penemuan ini, peneliti mengusulkan bahwa tikus juga bisa digunakan dalam percobaan untuk pembuatan obat batuk sirup dan obat lainnya untuk melawan batuk. Adapun Erich Jarvis, pakar behavioural neurobiology dari Duke University Medical Center, yang tidak terlibat dalam penelitian ini, menyebut bahwa penelitian mengungkap perilaku lain dari tikus yang menurut kebanyakan orang tidak mungkin bisa mereka lakukan.

"Akan sangat menarik untuk dilihat, jika memungkinkan, melihat tikus yang batuk dengan sendirinya (tanpa diberi rangsangan), dan mengetahui mekanisme saraf, apakah yang bekerja di otak pada saat itu," kata Jarvis kepada LiveScience yang dikutip pada hari Jumat (29/3/2013). "Seandainya mereka bisa batuk dengan sendirinya, mungkin sirkuit saraf untuk batuk tersebut merupakan prekursor untuk sirkuit komunikasi vokal mereka," tandasnya.
 
Sumber :
»»  READMORE...

Pohon Ulin Terbesar Dunia Ada di Indonesia

green.web.id Pohon Ulin (Eusideroxylon zwageri)

Taman Nasional Kutai (TNK) di Kabupaten Kutai Timur memiliki ulin berumur lebih kurang 1.000 tahun dengan diameter 2,47 meter dan tinggi 20 meter serta merupakan pohon terbesar di dunia.

"Kami temukan pertama kali pada tahun 1993. Pohon tersebut, kata Sarjo, kemudian diukur dan saat itu masih berdiameter 2 meter 41 sentimeter dengan tinggi mencapai 20 meter. Kini, diameternya menjadi 2 meter 47 cm," kata Sarjo, pengaman hutan kawasan TNK, Senin (18/3/2013).

Sebelumnya, kepada wartawan yang mengikuti "Jurnalism Field Trip" Taman Nasional Kutai, 15-17 Maret 2013, dia juga bercerita mengenai penemuannya itu.

"Saat itu, saya menemani seorang peneliti asal Jepang, Putuka Watanabe, yang melakukan penelitian spesies yang ada di kawasan TNK, yang merupakan proyek Kyoto University. Saya melihat saat pulang menemani peneliti itu, kemudian saya sampaikan kepada Putuka Watanabe," katanya.

Ia menjelaskan bahwa perkembangan ulin setiap tahun hanya sekitar 0,5 cm sehingga usia pohon diperkirakan lebih kurang 1.000 tahun.

"Tingginya saat ini sekitar 20 meter, diduga akibat terkena petir. Sebelumnya diperkirakan lebih 30 meter. Kondisi pohon ini masih hidup," kata Sarjo.

Untuk mencapai lokasi ulin raksasa tersebut, perjalanan ditempuh dari Kota Samarinda melalui jalur darat menuju Kantor Balai TNK di Desa Sangkima, Kabupaten Kutai Timur, dengan jarak tempuh 3-4 jam.

Dari Kantor Balai TNK tersebut, perjalanan dilanjutkan dengan trekking menelusuri kawasan hutan dengan jarak sekitar 800 meter atau ditempuh dengan berjalan kaki sekitar satu jam lebih.

Sarjo melanjutkan, temuan ulin terbesar dan tertua di dunia itu juga dibenarkan peneliti dari Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, Profesor Nengah Wirawan.

"Pak Prof Nengah Wirawan yang juga melakukan penelitian di TNK juga membenarkan bahwa pohon itu merupakan ulin tertua di dunia," ungkap Sarjo.

Sebanyak 18 wartawan, baik lokal maupun nasional, yang mengikuti Jurnalism Field Trip ini sempat melakukan pengukuran terhadap ulin tersebut dengan cara saling berpegangan sambil melingkari pohon itu. Dibutuhkan tujuh orang yang saling berpegangan untuk bisa melingkari pohon tersebut.

Kepala Balai TNK Erli Sukrismanto mengakui bahwa keberadaan ulin terbesar itu saat ini masih terus dijaga sebagai salah satu kekayaan alam Indonesia.

"Kita harus bangga sebab ada sebuah pohon terbesar di dunia dan tertua yang sampai saat masih tetap terjaga. Kami berharap, seluruh masyarakat ataupun pihak terkait dapat menjaga dan melestarikan keberadaan kayu ulin, khususnya yang terbesar itu, sebab selama ini ulin masih menjadi incaran utama para pelaku pencurian kayu," kata Erli Sukrismanto.
Sumber :
»»  READMORE...

Ilmuwan Ungkap Misteri Pengalaman Mendekati Kematian

Fotolia Ilustrasi pengalaman mendekati kematian
LIEGE, Fenomena pengalaman mendekati kematian (Near Dearth Experience/NDE) seperti melihat cahaya terang, berjalan melewati sebuah terowongan, merasa telah mencapai akhir relaitas dan bergerak meninggalkan tubuh sendiri terkadang diamali oleh orang yang mendekati kematian.

Fenomena tersebut menimbulkan pertanyaan bagi para peneliti. Bagaimana asal muasal kondisi tersebut?  Apakah pengalaman mendekati kematian merupakan produk dari pikiran atau sebuah mekanisme pertahanan secara psikologis?

Selama ini, pengalaman mendekati kematian sulit diungkap secara ilmiah karena kajian rela-time tidak mungkin dilakukan. Tim peneliti dari Coma Science Group dan Cognitive Psychology Research, University of Liège, baru-baru ini melakukan penelitian dengan pendekatan baru.

Steven Laureys dan Serge Bredart bekerjasama mengembangkan kuesioner untuk melihat karakteristik fenomenologis memori, seperti detil sensorik, referensi diri dan emosi. Kuesioner itu dibagikan pada 4 kelompok responden, 3 kelompok pasien yang bangkit dari koma dan 1 kelompok pasien sehat.

Peneliti berasumsi, jika NDE murni merupakan produk imajinasi, maka karakteristik fenomenologisnya pun akan mendekati. Demikian juga bila ternyata NDE lebih terkait dengan kejadian nyata dalam hidup seseorang.
Dalam penelitian, peneliti mengevaluasi memori NDE, kejadian nyata dan imajinasi. Menggunakan pendekatan tersebut, tim peneliti mendapatkan hasil yang mengejutkan. Pertama, peneliti memeroleh hasil bahwa NDE tidak murni produk imajinasi.

Peneliti menemukan bahwa karakteristik fenomenologis yang melekat pada kejadian nyata justru lebih sering muncul dalam ingatan mengenai NDE dibandingkan ingatan mengenai kejadiannya nyata itu sendiri.

Diberitakan Science Daily, Rabu (27/3/2013), peneliti menguraikan, pada kondisi yang kondusif untuk terjadinya fenomene NDE, otak seseorang mengalami kekacauan. Mekanisme fisiologis dan farmakologis dari otak tersebut menjadi benar-benar terganggu dan menjadi lebih buruk.

Peneliti menuturkan bahwa pengalaman keluar dari tubuh (Out of the Body Experience) yang menjadi komponen NDE bisa terjadi akibat disfungsi bagian otak yang disebut lobus tempo-parietal. Lobus parietal merupakan bagian otak yang berperan dalam proses pemisahan diri dengan sesuatu.

Dalam penelitian yang dipublikasikan di jurnal PLOS ONE ini, peneliti berpendapat, fenomena lain NDE juga bisa merupakan produk dari mekanisme yang sama dengan pengalaman keluar dari tubuh. Ini seperti seseorang berada dalam halusinasi.

Peristiwa ini, bagi orang-orang tertentu, menjadi kejutan dan sangat penting dari perspektif personal dan emosi mereka. Kondisi yang matang untuk ingatan mengenai peristiwa tersebut menjadi sangat rinci, persis, dan tahan lama.

Berbagai penelitian telah menggali tentang mekanisme fisiologis dari NDE, khususnya terkait terciptanya fenomena tersebut oleh otak. Akan tetapi teori-teori yang berkembang masih belum mampu menjelaskan pengalaman ini secara menyeluruh.

Hasil kajian yang dilakukan oleh tim peneliti ini pun tidak menyatakan penjelasan yang unik mengenai NDE, namun berkontribusi dalam jalur yang menjelaskan bahwa NDE dipengaruhi oleh fenomena psikologis yang terasosiasi dengan fenomena fisiologis, bukan saling berseberangan.
Sumber :
»»  READMORE...

Inilah Wajah Kota-kota Dunia Dilihat dari Luar Angkasa

NASA Wajah kota Liege, Belgia
Keindahan sebuah kota ternyata tak hanya tampak pada gedung-gedung megah dan aneka landmark yang dimiliki kota tersebut. Tata kota dan tata lampu sebuah kota juga merupakan obyek yang menarik dan indah, apalagi bila dilihat dari udara.

Beberapa foto yang sangat indah dan mengagumkan bertemakan kilau cahaya di kota besar berhasil diabadikan oleh 33 orang kru NASA yang ikut dalam ekspedisi di stasiun luar angkasa, International Space Stasion (ISS).

Foto-foto ini diambil dari ketinggian 240 mil (386,24 km) dari permukaan Bumi, saat stasiun luar angkasa sedang berputar mengelilingi Bumi.

Para astronot itu memotret hamparan beberapa kota besar di dunia, mulai dari Baltimore, Maryland, hingga pesisir Tokyo.

Dari foto-foto yang ditampilkan, tampak karakteristik khas dari tiap-tiap kota. Sebagai contoh, kota yang ada di pesisir memiliki cahaya paling padat, khususnya di daerah tepian air. Ciri ini berbeda dengan kota yang pembangunan besar-besarannya baru dilakukan seperti Kuwait, pola yang tampak seperti jala.

Berikut ini beberapa foto hasil karya astronot NASA yang dilansir oleh Daily Mail..
 
The biggest little city in the word: Reno, nestled in the foothills of the Sierra Nevada, as seen from the International Space Station
Reno, terletak di kaki bukit Sierra Nevada, dilihat dari International Space Station
By the sea: The city of Porto (left) and Vila Nova de Gaia (right) astride the Douro River on the northwestern coast of Portugal
Kota Porto (kiri) dan Vila Nova de Gaia (kanan) yang terletak di sekitar Sungai Douro.

Miles below: Crew on the space station took this picture of Cleveland, Ohio, flying at an altitude of approximately 240 miles
Cleveland, Ohio

 London calling: Astronaut Chris Hadfield took this photograph of the British capital
London
 Sparkling: A nighttime view of Istanbul, Turkey with the Bosporus strait separating the two halves of the city
Istanbul, Turki dengan Terusan Bosporus

 Intricate: The north west side of Tokyo Bay in Japan. The mammoth city has a population close to 13million
Tokyo, Jepang
 World web: Liege in Belgium sprawls out into the darkness of the surrounding countryside like a spider's webb
Liege, Belgia

 Little Italy: The county's boot-like shape and nearby Sicily as seen from 240 miles above ground
Sicily, Italia
 Eastern delight: A nighttime view of Kuwait City with its neat urban planning. The metropolitan area has a population of two and a half million
Kuwait City
 Pretty as a picture: A view of Baltimore, Maryland. The city is situated on the mid-Atlantic coastline along the terminus of the Patapsco River into Chesapeake Bay
Baltimore, Maryland.
 On the grid: Shenyang on China at night with the smaller city of Sujiatun (pictured left)
Shenyong, China


Sumber :
»»  READMORE...