KONSEP DASAR TEORI GASTRITIS
A.
Definisi
Gastritis
atau lebih dikenal sebagai maag berasal dari bahasa yunani yaitu gastro,
yang berarti perut/lambung dan itis yang berarti inflamasi/peradangan.
Gastritis
adalah inflamasi dari mukosa lambung (Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga ,
1999). Gastritis adalah segala radang mukosa lambung.
Gastritis
merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang dapat
bersifat akut, kronis, difus atau local (Sylvia A Price, 2006).
Gastritis
adalah inflamasi pada dinding gaster terutama pada lapisan mukosa gaster (Sujono Hadi, 1999,
hal: 181).
Gastritis
adalah peradangan lokal atau penyebaran pada mukosa lambung dan berkembang
dipenuhi bakteri (Charlene. J, 2001, hal: 138).
Berdasarkan
berbagai pendapat tokoh diatas, gastritis dapat juga diartikan sebagai suatu
proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung dan secara
hispatologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel radang pada
daerah tersebut. Gastritis bukan merupakan penyakit tunggal, tetapi terbentuk
dari beberapa kondisi yang kesemuanya itu mengakibatkan peradangan pada
lambung. Biasanya, peradangan tersebut merupakan akibat dari infeksi oleh
bakteri yang sama dengan bakteri yang dapat mengakibatkan borok di lambung
yaitu Helicobacter pylori. Peradangan ini mengakibatkan sel darah
putih menuju ke dinding lambung sebagai respon terjadinya kelainan pada bagian
tersebut.
B.
Klasifikasi
Ada dua
jenis gastritis yaitu :
a. Gastritis
superfisialis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya jinak dan
dapat sembuh sendiri. Merupakan respons mukosa lambung terhadap berbagai iritan
lokal.
b. Gastritis
atrofik kronik ditandai oleh atrofi progresif epitel kelenjar disertai
kehilangan sel pariental dan chief cell. Gastritis kronis dapat
diklasifikasikan sebagai Tipe A dan Tipe B
- Gastritis Tipe A merupakan suatu penyakit autoimun yang disebabkan oleh adanya autoantibodi terhadap sel parietal, yang menimbulkan atrofi dan infiltrasi seluler. Hal ini dihubungkan dengan penyakit otoimun seperti anemia penisiosa dan terjadi pada fundus atau korpus dari lambung.
- Gastritis Tipe A merupakan suatu penyakit autoimun yang disebabkan oleh adanya autoantibodi terhadap sel parietal, yang menimbulkan atrofi dan infiltrasi seluler. Hal ini dihubungkan dengan penyakit otoimun seperti anemia penisiosa dan terjadi pada fundus atau korpus dari lambung.
- Tipe B
(kadang disebut sebagai gastritis H. pylori) mempengaruhi antrum dan pylorus
(ujung bawah lambung dekat duodenum) ini dihubungkan dengan bakteri H. pylor
C.
Etiologi
Penyebab
dari Gastritis dapat dibedakan sesuai dengan klasifikasinya sebagai berikut :
a)
Gastritis Akut
Penyebabnya
adalah stres psikologi, obat analgetik, anti inflamasi terutama aspirin
(aspirin yang dosis rendah sudah dapat menyebabkan erosi mukosa lambung),
makanan, bahan kimia misalnya lisol, alkohol, merokok, kafein lada, steroid dan
digitalis.
b)
Gastritis Kronik
Penyebab dan
patogenesis pada umumnya belum diketahui, biasanya disebabkan oleh ulkus
benigna atau maligna dari lambung Helicobacter pylori. Gastritis ini
merupakan kejadian biasa pada orang tua, tapi di duga pada peminum alkohol, dan
merokok.
D.
Patofisiologi
1.
Gastritis Akut
Pengaruh
efek samping obat-obat NSAIDs atau Non-Steroidal Anti Inflamatory Drug seperti
aspirin juga dapat menimbulkan gastritis. Obat analgesik anti inflamasi
nonsteroid (AINS) seperti aspirin, ibuproven dan naproxen dapat menyebabkan
peradangan pada lambung dengan cara mengurangi prostaglandin yang bertugas
melindungi dinding lambung.
Jika
pemakaian obat-obat tersebut hanya sesekali maka kemungkinan terjadinya masalah
lambung akan kecil. Tapi jika pemakaiannya dilakukan secara terus menerus atau
pemakaian yang berlebihan dapat mengakibatkan gastritis dan peptic
ulcer. Pemberian aspirin juga dapat menurunkan sekresi bikarbonat dan mukus
oleh lambung, sehingga kemampuan faktor defensif terganggu.
Alkohol
berlebih, terlalu sering memakan makanan yang mengandung nitrat (bahan
pengawet) atau terlalu asam (cuka), kafein seperti pada teh dan kopi serta
kebiasaan merokok dapat memicu terjadinya gastritis. Karena bahan-bahan
tersebut bila terlalu sering kontak dengan dinding lambung akan memicu sekresi
asam lambung berlebih sehingga dapat mengikis lapisan mukosa lambung.
Kemudian
stress psikologis maupun fisiologis yang lama dapat menyebabkan gastritis.
Stress seperti syok, sepsis, dan trauma menyebabkan iskemia mukosa lambung.
Iskemia mukosa lambung mengakibatkan peningkatan permeabilitas mukosa akibatnya
terjadi difusi balik H+ ke dalam mukosa. Mukosa tidak mampu lagi menahan asam
berlebih menyebabkan edema lalu rusak
2.
Gastritis Kronik
Gastritis
kronis dapat diklasifikasikan tipe A atau tipe B. Tipe A (sering disebut
sebagai gastritis autoimun) diakibatkan dari perubahan sel parietal, yang
menimbulkan atropi dan infiltrasi sel. Hal ini dihubungkan dengan penyakit
otoimun, seperti anemia pernisiosa dan terjadi pada fundus atau korpus dari
lambung.
Tipe B
(kadang disebut sebagai gastritis H. pylory) Ini dihubungkan dengan
bakteri H. pylory, faktor diet seperti minum panas atau pedas,
penggunaan obat-obatan dan alkohol, merokok atau refluks isi usus kedalam
lambung. H. Pylori termasuk bakteri yang tidak tahan asam, namun bakteri
jenis ini dapat mengamankan dirinya pada lapisan mukosa lambung. Keberadaan
bakteri ini dalam mukosa lambung menyebabkan lapisan lambung melemah dan rapuh
sehingga asam lambung dapat menembus lapisan tersebut.
Dengan
demikian baik asam lambung maupun bakteri menyebabkan luka atau tukak. Sistem
kekebalan tubuh akan merespon infeksi bakteri H. Pylori tersebut dengan
mengirimkan butir-butir leukosit, selT-killer, dan pelawan infeksi
lainnya. Namun demikian semuanya tidak mampu melawan infeksi H. Pylori tersebut
sebab tidak bisa menembus lapisan lambung.
Akan tetapi
juga tidak bisa dibuang sehingga respons kekebalan terus meningkat dan tumbuh. Polymorph
mati dan mengeluarkan senyawa perusak radikal superoksida pada sel lapisan
lambung. Nutrisi ekstra dikirim untuk menguatkan sel leukosit, namun nutrisi
itu juga merupakan sumber nutrisi bagi H. Pylori. Akhirnya, keadaan
epitel lambung semakin rusak sehingga terbentuk ulserasi superfisial dan bisa
menyebabkan hemoragi (perdarahan). Dalam beberapa hari gastritis dan bahkan
tukak lambung akan terbentuk.
E. Manifestasi Klinis
a.
Gastritis Akut
1. Anoreksia
2. Mual
3. Muntah
4. Nyeri
epigastrum
5. Perdarahan
saluran cerna pada Hematemasis melena, tanda lebih lanjut yaitu anemia.
b.
Gastritis Kronik
Pada tipe A, biasanya asimtomatik,
klien tidak mempunyai keluhan. Namun pada gastritis tipe B, pasien biasanya
mengeluh :
1. Nyeri ulu hati
2. Anorexia
3. Nausea
4. Anemia
F. Manajemen Medik
Gastritis
akut diatasi dengan menginstruksikan pasien untuk menghindari alkohol dan
makanan sampai gejala berkurang. Bila pasien mampu makan melalui mulut, diet
mengandung gizi dianjurkan. Obat-obat anti muntah dapat membantu menghilangkan
mual dan muntah. Bila gejala menetap, cairan perlu diberikan secara parenteral.
Pemakaian penghambat A2 (seperti ranitidin) untuk mengurangi sekresi asam,
sulafat atau antasida dapat mempercepat penyembuhan. Bila perdarahan terjadi,
maka penatalaksanaan adalah serupa dengan prosedur yang dilakukan untuk
hemoragik saluran gastrointestinal atas.
- Untuk menetralisis asam, digunakan antasida umum (misalnya aluminium hidroksida) untuk menetralisir alkali digunakan jus lemon encer atau cuka encer.
- Untuk menetralisis asam, digunakan antasida umum (misalnya aluminium hidroksida) untuk menetralisir alkali digunakan jus lemon encer atau cuka encer.
- Bila
korosi luas atau berat, emetic dan larase dihindari karena bahaya perforasi.
Terapi
pendukung mencakup intubasi, analgesik dan sedatif, antasida serta cairan
intravena.
Endoskopi
fiberotik mungkin diperlukan pembedahan darurat untuk mengangkat gangrene atau
jaringan perforasi. Gastrojejunostomi atau reseksi lambung mungkin diperlukan
untuk mengatasi obstruksi pylorus.
Gastritis
kronik pengobatannya bervariasi tergantung pada penyebab kelainan yang
dicurigai. Alkohol dan obat-obatan yang dikenal mengiritasi mukosa lambung
dihindari, dan pertama-tama mengatasi dan menghindari penyebab pada gastritis
kemudian diberikan pengobatan empiris berupa antasid, dan obat-obatan
prokinetik.
Gastritis
kronik diatasi dengan memodifikasi diet pasien, meningkatkan istrahat,
mengurangi stress dan memulai farmakoterapi. H. pylori dapat diatasi dengan
antibiotic (seperti tetrasilin atau amoxicillin) dan garam bismuth
(pepto-bismol). Pasien dengan gastritis A mengalami malabsorbsi vitamin B12
yang disebabkan oleh adanya antibody terhadap faktor intrinsic.
G.
Komplikasi \
- Gastritis superfisialis akut yaitu perdarahan saluran cerna bagian atas berupa hematemesis dan melena, dapat berakhir sebagai syok hemoragik.
- Gastritis superfisialis akut yaitu perdarahan saluran cerna bagian atas berupa hematemesis dan melena, dapat berakhir sebagai syok hemoragik.
- Gastrtitis
atrofik kronik yaitu perdarahan saluran cerna bagian atas, ulkus, perforasi dan
anemia karena gangguan absorpsi vitamin B12.
H.
Pemeriksaan
Diagnostik
1.
EGD (Esofagogastriduodenoskopi) = tes diagnostik kunci untukperdarahan GI atas,
dilakukan
untuk melihat sisi perdarahan / derajat ulkus jaringan / cedera.
2. Minum barium dengan foto rontgen
= dilakukan untuk membedakan diganosa penyebab / sisi lesi.
3. Analisa gaster = dapat dilakukan
untuk menentukan adanya darah, mengkaji aktivitas sekretori mukosa gaster,
contoh peningkatan asam hidroklorik dan pembentukan asam nokturnal penyebab
ulkus duodenal. Penurunan atau jumlah normal diduga ulkus gaster, dipersekresi
berat dan asiditas menunjukkan sindrom Zollinger-Ellison.
4.
Angiografi = vaskularisasi GI dapat dilihat bila endoskopi tidak dapat
disimpulkan atau tidak dapat dilakukan. Menunjukkan sirkulasi kolatera dan
kemungkinan isi perdarahan.
5. Amilase serum = meningkat dengan ulkus duodenal, kadar rendah diduga gastritis (Doengoes, 1999, hal: 456)
5. Amilase serum = meningkat dengan ulkus duodenal, kadar rendah diduga gastritis (Doengoes, 1999, hal: 456)
Adapun
pemeriksaan penunjang gastritis menurut Hudak dan Gallo, 1996, seperti di bawah
ini :
a.
Nilai haemoglobin dan hematokrit untuk menentukan adanya anemia akibat
perdarahan.
b.
Kadar serum gastrin rendah atau normal, atau meninggi pada gastritis kronik
yang berat.
c.
Pemeriksaan rontgen dengan sinar X barium untuk melihat kelainan mukosa
lambung.
d.
Endoskopi dengan menggunakan gastrocopy untuk melihat kelainan mukosa lambung.
e.
Pemeriksaan asam lambung untuk mengetahui ada atau tidak peningkatan asam
lambung
f.
Pemeriksaan darah untuk memeriksa apakah terdapat H. Pylori dalam darah.
Hasil tes yang positif menunujukkan bahwa pasien pernah kontak dengan bakteri
pada suatu waktu dalam hidupnya tapi itu tidak menunjukkan bahwa pasien
tersebut terkena infeksi. Tes darah dapat juga dilakukan untuk memeriksa anemia
yang terjadi akibat perdarahan lambung karena gastritis.
g.
Pemeriksaan feses tes ini untuk memeriksa apakah terdapat bakteri H. Pylori
dalam feses atau tidak. Hasil yang positif dapat mengindikasikan terjadinya
infeksi. Pemeriksaan juga dilakukan terhadap adanya darah dalam feses. Hal ini
menunjukkan adanya pendarahan dalam lambung.
h.
Analisa lambung tes ini untuk mengetahui sekresi asam dan merupakan tekhnik
penting untuk menegakkan diagnosis penyakit lambung. Suatu tabung nasogastrik
dimasukkan ke dalam lambung dan dilakukan aspirasi isi lambung puasa untuk
dianalisis. Analisis basal mengukur BAO( basal acid output) tanpa
perangsangan. Uji ini bermanfaat untuk menegakkan diagnosis sindrom Zolinger-
Elison (suatu tumor pankreas yang menyekresi gastrin dalam jumlah besar
yang selanjutnya akan menyebabkan asiditas nyata).
I. Penatalaksanaan
Pengobatan gastritis meliputi :
1.
Mengatasi kedaruratan medis yang terjadi.
2.
Mengatasi atau menghindari penyebab apabila dapat dijumpai.
3.
Pemberian obat-obat antasid atau obat-obat ulkus lambung yang lain
(Soeparman,1999)
Pada
gastritis, penatalaksanaanya dapat dilakukan dengan (medis dan non medis),
yaitu sebagai berikut
a.
Gastritis Akut
1.
Intruksikan pasien untuk menghindari alkohol.
2.
Bila pasien mampu makan melalui mulut, anjurkan diet mengandung gizi.
3.
Bila gejala menetap, cairan perlu diberi secara parenteral.
4.
Bila perdarahan terjadi, lakukan penatalaksanaan untuk hemoragi saluran
gastrofestinal.
5.
Untuk menetralisir asam gunakan antasida umum.
6.
Untuk menetralisir alkhali gunakan jus lemon encer atau cuka encer.
7.
Pembedahan darurat mungkin diperlukan untuk mengangkat gangren atau perforasi.
8.
Jika gastritis terjadi akibat menelan basa kuat, gunakan sari buah jeruk yang
encer atau cuka yang di encerkan.
9.
Reaksi lambung diperlukan untuk mengatasi obstruksi polirus.
b.
Gastritis Kronik
1.
Dapat diatasi dengan memodifikasi diet pasien, diet makan lunak diberikan
sedikit tapi lebih sering.
2.
Mengurangi stress
3.
H.pylori diatasi dengan antibiotik (seperti tetraciklin ¼, amoxillin) dan gram
bismuth (pepto-bismol)
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GASTRITIS
1.
Pengkajian
a)
Anamnese meliputi :
1.
Nama
: Tn.
X
2.
Usia
: lebih banyak pada anak-anak
3. Jenis
kelamin
: lebih banyak laki-laki
4. Jenis
pekerjaan :
tidak dipengaruhi jenis pekerjaan
5.
Alamat
: -
6.
Suku/bangsa
: indonesia
7.
Agama
: islam
8. Tingkat
pendidikan : bagi orang yang tingkat pendidikan
rendah/minim mendapatkan pengetahuan tentang gastritis, maka akan menganggap
remeh penyakit ini, bahkan hanya menganggap gastritis sebagai sakit perut biasa
dan akan memakan makanan yang dapat menimbulkan serta memperparah penyakit ini.
9. Riwayat
sakit dan kesehatan
a) Keluhan
utama
: Nyeri di ulu hati dan perut sebelah kanan bawah.
b) Riwayat
penyakit saat ini : Meliputi perjalan penyakitnya, awal dari gejala yang
dirasakan klien, keluhan timbul dirasakan secara mendadak atau bertahap, faktor
pencetus, upaya untuk mengatasi masalah tersebut.
c) Riwayat
penyakit dahulu : Meliputi penyakit yang berhubungan dengan
penyakit sekarang, riwayat dirumah sakit, dan riwayat pemakaian obat.
b)
Pemeriksaan fisik, yaitu Review
of system (ROS)
Keadaan
umum : tampak kesakitan pada pemeriksaan fisik
terdapat nyeri tekan di kwadran epigastrik.
1.
B1(breath) : takhipnea
2.
B2 (blood) :
takikardi, hipotensi, disritmia, nadi perifer lemah, pengisian perifer
lambat, warna kulit pucat.
3.
B3 (brain) :
sakit kepala, kelemahan, tingkat kesadaran dapat terganggu, disorientasi, nyeri
epigastrum.
4.
B4 (bladder) : oliguria, gangguan keseimbangan
cairan.
5.
B5 (bowel) : anemia, anorexia,
mual, muntah, nyeri ulu hati, tidak toleran terhadap makanan pedas.
6.
B6 (bone) : kelelahan,
kelemahan
c)
Fokus Pengkajian
1. Aktivitas
/ Istirahat
Gejala
: kelemahan, kelelahan
Tanda
: takikardia, takipnea / hiperventilasi (respons terhadap
aktivitas)
2.
Sirkulasi
Gejala
: kelemahan, berkeringat
Tanda
: - hipotensi (termasuk postural)
-
takikardia, disritmia (hipovolemia / hipoksemia)
-
nadi perifer lemah
-
pengisian kapiler lambat / perlahan (vasokonstriksi)
-
warna kulit pucat, sianosis (tergantung pada jumlah kehilangan darah)
-
kelemahan kulit / membran mukosa, berkeringat (menunjukkan status syok, nyeri
akut, respons psikologik)
3.
Integritas ego
Gejala
: faktor stress akut atau kronis (keuangan, hubungan kerja),
perasaan tak berdaya.
Tanda
: tanda ansietas, misalnya gelisah, pucat, berkeringat, perhatian
menyempit, gemetar, suara gemetar.
4.
Eliminasi
Gejala
: riwayat perawatan di rumah sakit sebelumnya karena perdarahan
gastroenteritis (GE) atau masalah yang berhubungan dengan GE, misalnya
luka peptik atau gaster, gastritis, bedah gaster, iradiasi area gaster.
Perubahan pola defekasi / karakteristik feses.
Tanda
: - nyeri tekan abdomen, distensi
-
bunyi usus : sering hiperaktif selama perdarahan, hipoaktif setelah perdarahan.
-
karakteristik feses : diare, darah warna gelap, kecoklatan atau kadang-kadang merah cerah,
berbusa, bau busuk (steatorea), konstipasi dapat terjadi (perubahan diet,
penggunaan antasida).
- haluaran urine :
menurun, pekat.
5.
Makanan / Cairan
Gejala
: - anoreksia, mual, muntah (muntah yang memanjang
diduga obstruksi pilorik bagian luar sehubungan dengan luka duodenal).
-
masalah menelan : cegukan
-
nyeri ulu hati, sendawa bau asam, mual atau muntah
Tanda
: muntah dengan warna kopi gelap atau merah cerah, dengan atau
tanpa bekuan darah, membran mukosa kering, penurunan produksi mukosa, turgor
kulit buruk (perdarahan kronis).
6.
Neurosensi
Gejala
: rasa berdenyut, pusing / sakit kepala karena sinar, kelemahan.
Tanda
: tingkat kesadaran dapat terganggu, rentang dari agak cenderung tidur,
disorientasi / bingung, sampai pingsan dan koma (tergantung pada volume
sirkulasi / oksigenasi).
7.
Nyeri / Kenyamanan
Gejala
: - nyeri, digambarkan sebagai tajam, dangkal,
rasa terbakar, perih, nyeri hebat tiba-tiba dapat disertai perforasi. Rasa
ketidaknyamanan / distres samar-samar setelah makan banyak
dan hilang dengan makan (gastritis akut).
dan hilang dengan makan (gastritis akut).
-
nyeri epigastrum kiri sampai tengah / atau menyebar ke punggung terjadi 1-2 jam
setelah makan dan hilang dengan antasida (ulkus gaster).
-
nyeri epigastrum kiri sampai / atau menyebar ke punggung terjadi kurang lebih 4
jam setelah makan bila lambung kosong dan hilang dengan makanan atau antasida
(ulkus duodenal).
-
tak ada nyeri (varises esofegeal atau gastritis).
-
faktor pencetus : makanan, rokok, alkohol, penggunaan obat-obatan tertentu
(salisilat, reserpin, antibiotik, ibuprofen), stresor psikologis.
Tanda
: wajah berkerut, berhati-hati pada area yang sakit, pucat,
berkeringat, perhatian menyempit.
8.
Keamanan
Gejala
:
alergi terhadap obat / sensitif misal : ASA
Tanda
: peningkatan suhu, spider angioma, eritema palmar (menunjukkan
sirosis / hipertensi portal)
9.
Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala
: adanya penggunaan obat resep / dijual bebas yang mengandung ASA,
alkohol, steroid. NSAID menyebabkan perdarahan GI. Keluhan saat ini dapat
diterima karena (misal : anemia) atau diagnosa yang tak berhubungan (misal :
trauma kepala), flu usus, atau episode muntah berat. Masalah kesehatan yang
lama misal : sirosis, alkoholisme, hepatitis, gangguan makan (Doengoes, 1999,
hal: 455).
d)
Pemeriksaan Diagnostik
a.
Pemeriksaan darah
Tes ini
digunakan untuk memeriksa apakah terdapat H. Pylori dalam darah. Hasil
tes yang positif menunujukkan bahwa pasien pernah kontak dengan bakteri pada
suatu waktu dalam hidupnya tapi itu tidak menunjukkan bahwa pasien tersebut
terkena infeksi. Tes darah dapat juga dilakukan untuk memeriksa anemia yang
terjadi akibat perdarahan lambung karena gastritis.
b.
Uji napas urea
Suatu metode
diagnostik berdasarkan prinsip bahwa urea diubah oleh urease H. Pylori dalam
lambung menjadi amoniak dan karbondioksida (CO2). CO2
cepat diabsorbsi melalui dinding lambung dan dapat terdeteksi dalam udara
ekspirasi.
c.
Pemeriksaan feces
Tes ini
memeriksa apakah terdapat bakteri H. Pylori dalam feses atau tidak.
Hasil yang positif dapat mengindikasikan terjadinya infeksi. Pemeriksaan juga
dilakukan terhadap adanya darah dalam feses. Hal ini menunjukkan adanya
pendarahan dalam lambung.
d.
Endoskopi saluran cerna bagian atas
Dengan tes
ini dapat terlihat adanya ketidaknormalan pada saluran cerna bagian atas yang
mungkin tidak terlihat dari sinar-x. Tes ini dilakukan dengan cara memasukkan
sebuah selang kecil yang fleksibel(endoskop) melalui mulut dan masuk ke dalam
esofagus, lambung dan bagian atas usus kecil. Tenggorokan akan terlebih dahulu
dianestesi sebelum endoskop dimasukkan untuk memastikan pasien merasa nyaman
menjalani tes ini. Jika ada jaringan dalam saluran cerna yang terlihat
mencurigakan, dokter akan mengambil sedikit sampel(biopsy) dari jaringan
tersebut. Sampel itu kemudian akan dibawa ke laboratorium untuk diperiksa. Tes
ini memakan waktu kurang lebih 20 sampai 30 menit. Pasien biasanya tidak
langsung disuruh pulang ketika tes ini selesai, tetapi harus menunggu sampai
efek dari anestesi menghilang kurang lebih satu atau dua jam. Hampir tidak ada
resioko akibat tes ini. Komplikasi yang sering terjadi adalah rasa tidak nyaman
pada tenggorokan akibat menelan endoskop.
e.
Rontgen saluran cerna bagian atas
Tes ini akan
melihat adanya tanda-tanda gastritis atau penyakit pencernaan lainnya. Biasanya
akan diminta menelan cairan barium terlebih dahulu sebelum dirontgen. Cairan
ini akan melapisi saluran cerna dan akan terlihat lebih jelas ketika di
rontgen.
f.
Analisis Lambung
Tes ini
untuk mengetahui sekresi asam dan merupakan tekhnik penting untuk menegakkan diagnosis
penyakit lambung. Suatu tabung nasogastrik dimasukkan ke dalam lambung dan
dilakukan aspirasi isi lambung puasa untuk dianalisis. Analisis basal mengukur
BAO( basal acid output) tanpa perangsangan. Uji ini bermanfaat untuk menegakkan
diagnosis sindrom Zolinger- Elison(suatu tumor pankreas yang menyekresi gastrin
dalam jumlah besar yang selanjutnya akan menyebabkan asiditas nyata).
g.
Analisis stimulasi
Dapat
dilakukan dengan mengukur pengeluaran asam maksimal (MAO, maximum acid output)
setelah pemberian obat yang merangsang sekresi asam seperti histamin atau
pentagastrin. Tes ini untuk mengetahui teradinya aklorhidria atau tidak.
2.
Diagnosa
Keperawatan
1.
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat dan
output cair yang berlebih (mual dan muntah).
2.
Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa lambung sekunder karena stress
psikologi.
3.
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake
asupan gizi.
4.
Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, ancaman kematian,
nyeri.
5.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.
3.
Intervensi
keperawatan
No
|
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
|
Kekurangan volume cairan kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat dan output
cair yang berlebih (mual dan muntah)
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x24 jam intake cairan adekuat.
Kriteria Hasil:
Mukosa bibir lembab
Turgor kulit baik
Pengisian kapiler baik
Input dan output seimbang
|
1.
Penuhi kebutuhan individual. Anjurkan klien untuk minum (dewasa : 40-60
cc/kg/jam).
2.
Berikan cairan tambahan IV sesuai indikasi.
3.
Awasi tanda-tanda vital, evaluasi turgor kulit, pengisian kapiler dan membran
mukosa.
4.
Kolaborasi pemberian cimetidine dan ranitidine
|
1.
Intake cairan yang adekuat akan mengurangi resiko dehidrasi pasien.
2.
Mengganti kehilangan cairan dan memperbaiki keseimbangan cairan dalam fase
segera.
3.
Menunjukkan status dehidrasi atau kemungkinan kebutuhan untuk peningkatan
penggantian cairan.
4.
Cimetidine dan ranitidine berfungsi untuk menghambat sekresi asam lambung
|
2.
|
Nyeri berhubungan dengan iritasi
mukosa lambung sekunder karena stress psikologi
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam nyeri dapat berkurang, pasien dapat tenang dan
keadaan umum cukup baik
Kriteria Hasil:
Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang
Klien tidak menyeringai kesakitan
TTV dalam batasan normal
Intensitas nyeri berkurang (skala nyeri berkurang 1-10)
Menunjukkan rileks, istirahat tidur, peningkatan aktivitas dengan cepat
|
1.
Selidiki keluhan nyeri, perhatikan lokasi, itensitas nyeri, dan skala nyeri
2.
Anjurkan pasien untuk melaporkan nyeri segera saat mulai
3.
Pantau tanda-tanda vital
4.
Jelaskan sebab dan akibat nyeri pada klien serta keluarganya
5.
Anjurkan istirahat selama fase akut
6.
Anjurkan teknik distruksi dan relaksasi
7.
Berikan situasi lingkungan yang kondusif
8.
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian tindakan
|
1.
Untuk mengetahui letak nyeri dan memudahkan intervensi yang akan dilakukan
2.
Intervensi dini pada kontrol nyeri memudahkan pemulihan otot dengan
menurunkan tegangan otot
3.
Respon autonomik meliputi, perubahan pada TD, nadi, RR, yang berhubungan
dengan penghilangan nyeri
4.
Dengan sebab dan akibat nyeri diharapkan klien berpartisipasi dalam perawatan
untuk mengurangi nyeri
5.
Mengurangi nyeri yang diperberat oleh gerakan
6.
Menurunkan tegangan otot, meningkatkan relaksasi, dan meningkatkan rasa
kontrol dan kemampuan koping
7.
Memberikan dukungan (fisik, emosional, meningkatkan rasa kontrol, dan
kemampuan koping)
8.
Menghilangkan atau mengurangi keluhan nyeri klien
|
3.
|
Nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan kurangnya intake makanan
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria hasil:
Keadaan umum cukup
Turgor kulit baik
BB
meningkat
Kesulitan menelan berkurang
|
1.
Anjurkan pasien untuk makan dengan porsi yang sedikit tapi sering
2.
Berikan makanan yang lunak
3.
Lakukan oral hygiene
4.
Timbang BB dengan teratur
5.
Observasi tekstur, turgor kulit pasien
6.
Observasi intake dan output nutrisi
|
1.
Menjaga nutrisi pasien tetap stabil dan mencegah rasa mual muntah
2.
Untuk mempermudah pasien menelan
3.
Kebersihan mulut dapat merangsang nafsu makan pasien
4.
Mengetahui perkembangan status nutrisi pasien
5.
Mengetahui status nutrisi pasien
6.
Mengetahui keseimbangan nutrisi pasien
|
4.
|
Ansietas berhubungan dengan
perubahan status kesehatan, ancaman kematian, nyeri.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan pasien dapat menunjukkan kecemasan berkurang atau hilang.
Kriteria hasil:
Mengungkapkan perasaan dan pikirannya secara terbuka
Melaporkan berkurangnya cemas dan takut
Mengungkapkan mengerti tentang peoses penyakit
Mengemukakan menyadari terhadap apa yang
diinginkannya yaitu menyesuaikan diri terhadap perubahan fisiknya
|
1.
Awasi respon fisiologi misalnya: takipnea, palpitasi, pusing, sakit kepala,
sensasi kesemutan.
2.
Dorong pernyataan takut dan ansietas, berikan umpan balik.
3.
Berikan informasi yang akurat.
4.
Berikan lingkungan yang tenang untuk istirahat.
5.
Dorong orang terdekat untuk tinggal dengan pasien.
6.
Tunjukan teknik relaksasi.
|
1.
Dapat menjadi indikator derajat takut yang dialami pasien, tetapi dapat juga
berhubungan dengan kondisi fisik atau status syok.
2.
Membuat hubungan terapeutik
3.
Melibatkan pasien dalam rencana asuhan dan menurunkan ansietas yang tak perlu
tentang ketidaktahuan.
4.
Memindahkan pasien dari stresor luar, meningkatkan relaksasi, dapat
meningkatkan keterampilan koping.
5.
Membantu menurunkan takut melalui pengalaman menakutkan menjadi seorang diri.
6.
Belajar cara untuk rileks dapat membantu menurunkan takutdan ansietas
|
5.
|
Kurang pengetahuan berhubungan
dengan kurangnya informasi.
Tujuan:
Klien mendapatkan informasi yang
tepat dan efektif.
Kriteria hasil:
Klien dapat menyebutkan pengertian
Penyebab
Tanda dan gejala
Perawatan dan pengobatan.
|
1.
Beri pendidikan kesehatan (penyuluhan) tentang penyakit, beri kesempatan
klien atau keluarga untuk bertanya, beritahu tentang pentingnya obat-obatan
untuk kesembuhan klien.
2.
Evaluasi tingkat pengetahuan klien
|
1.
Memberikan pengetahuan dasar dimana klien dapat membuat pilihan informasi
tentang kontrol masalah kesehatan.
2.
Pengkajian / evaluasi secara periodik meningkatkan pengenalan / pencegahan
dini terhadap komplikasi seperti ulkus peptik dan pendarahan pada lambung.
|
4.
Implementasi Keperawatan
Iyer,
et al, (1996), mengatakan bahwa pelaksanaan tindakan keperawatan adalah
inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik.
Tahap
ini merupakan tahap keempat dari proses keperawatan, oleh karena itu
pelaksanaannya sangat urgen, urgen, dan tidak urgen (non urgen). (Griffin, et
al, 1968)
5.
Evaluasi
Menurut
Griffin dan Christensen (1986), evaluasi adalah salah satu yang direncanakan
dan perbandingan yang sistematis pada status kesehatan klien, sedangkan
Ignatavius dan Bayne (1994), mengatakan evaluasi adalah tindakan yang
intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang memandang seberapa jauh
diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil
dicapai.
Evaluasi
yang digunakan mencakup 2 bagian yaitu evaluasi formatif yang disebut juga
evaluasi proses dan evaluasi jangka pendek adalah evaluasi yang dilaksanakan
secara terus menerus terhadap tindakan yang telah dilakukan. Sedangkan evaluasi
sumatif yang disebut juga evaluasi akhir adalah evaluasi tindakan secara
keseluruhan untuk menilai keberhasilan tindakan yang dilakukan dan menggambarkan
perkembangan dalam mencapai sasaran yang telah ditentukan. Bentuk evaluasi ini
lazimnya menggunakan format “SOAP” (Nursalam, 2001).
Dalam
evaluasi diharapkan adanya pencapaian tujuan dan criteria hasil. Adapun
evaluasi yang mungkin dapat dicapai dari respon klien adalah :
a.
Rasa nyeri yang klien rasakan berkurang.
b.
Perubahan dari penemuan nutrisi kembali normal dengan ditandai dengan habisnya
porsi makanan yang dihidangkan.
c.
Kebutuhan dari istirahat dan tidur klien dapat terpenuhi.
d.
Defisit knowledge akibat dari ketidaktahuan klien tentang penyakitnya dapat
teratasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Bruner & Sudart, (2002), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol. 2, Edisi 8, EGC, Jakarta
Doengoes,Marilyn.E.dkk.2006.Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKU
Mansjoer. Arif. 2001. Kapita
Selekta Kedokteran. Ed3 .Jilid 2. Jakarta : FKUI.
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis
Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria NOC. Jakarta : EGC
Nuzulul. 2011. Askep Gastritis. http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_
detail-35839-Kep-Pencernaan-Askep-Gastritis.html. Diakses
pada tanggal 2 Juni 2012 Jam 11.00 WIB
Noname. 2009. Asuhan keperawatan pada klien dengan
gastritis. http:// dezlicious.
blogspot.com/2009/05/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan_30.html. Diakses pada
tanggal 2 Juni 2012 Jam 11.10 WIB
Doengoes M.E.
(2000), Rencana Asuhan Keperawatan:
Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3 . EGC.
Jakarta.
Smeltzer,
Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H.
Y.
Kuncara, Andry
Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.
Wilkinson, Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC, 2007
Wilkinson, Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC, 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar