BAB I
TINJAUAN TEORITIS
1. LANDASAN TEORI
A. PENGERTIAN
Sirosis
hepatis adalah stadium akhir penyakit hati menahun dimana secara anatomis
didapatkan proses fibrosis dengan pembentukan nodul regenerasi dan nekrosis. Ditandai
dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan
adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat
dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan
sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat
dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001).
Sirosis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan
distorsi arsitektur hati normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan
nodul-nodul regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal
( Price & Wilson, 2005, hal. 493). Sirosis hati adalah penyakit kronis hati
yang dikarakteristikkkan oleh gangguan struktur dan perubahan degenerasi,
gangguan fungsi seluler, dan selanjutnya aliran darah ke hati. Penyebab
meliputi malnutrisi, inflamasi (bakteri atau virus), dan keracunan (alcohol,
karbon tetraklorida, acetaminoven)(Doenges, dkk, 2000, hal. 544).
B. ETIOLOGI
Meskipun ada beberapa faktor yang terlibat dalam etiologi
dari sirosis hepatis, konsumsi alkohol dianggap sebagai penyebab yang utama.
Sirosis sering terjadi dengan frekwensi paling tinggi adalah pada peminum
minuman keras, meskipun defisisensi gizi dengan penurunan asupan protein turut
menimbulkan kerusakan hati pada sirosis, namun asupan alkohol yang berlebihan
merupakan faktor penyebab yang utama pada perlemakan hati dan konsekwensi yang
ditimbulkanya. Sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki
kebiasaan minum minuman keras dan pada individu yang dietnya normal tetapi
dengan konsumsi alkohol yang tinggi.
Sebagian individu, tampaknya lebih rentan terhadap penyakit
ini dibanding individu yang lain tanpa ditentukan apakah individu tersebut
mempunyai kebiasaan minum minuman keras ataukah menderita malnutrisi. Faktor
lain yang dapat memainkan peranan adalah pajanan dengan zat kimia tertentu
(karbon tetraklorida, naftul terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi
skistosomia yang menular. Jumlah penderita laki-laki lebih banyak dari pada
wanita dan mayoritas klien sirosis berusia 40 hingga 60 tahun.
C. TIPE SIROSIS
HEPATITIS
a. Sirosis
Laennec
Sirosis Laennec merupakan suatu pola khas
sirosis terkait penggunaan alkohol. Perubahan pertama pada hati yang
ditimbulkan alkohol adalah akumulasi lemak secara bertahap di dalam sel-sel
hati (ilfiltrasi lemak). Penyebab utama kerusakan hati merupakan efek langsung
alkohol pada sel hati. Secara makroskopis hati membesar, rapuh, tampak
berlemak, dan mengalami gangguan fungsional akibat akumulasi lemak dalam jumlah
yang banyak. Pada kasus sirosis Laennec sangat lanjut, lembaran-lembaran
jaringan ikat yang tebal terbentuk pada tepian lobules, membagi parenkim
menjadi nodul-nodul halus. Nodul-nodul ini dapat membesar akibat aktivitas
regenerasi dan degenerasi yang dikemas padat dalam kapsula fibrosa yang tebal.
Penderita sirosis Laennec lebih berisiko menderita karsinoma sel hati primer
(hepatoseluler).
b. Sirosis
Pascanekrotik
Sirosis pascanekrotik terjadi setelah nekrosis berbercak pada
jaringan hati. Hepatosit dikelilingi dan dipisahkan oleh jaringan parut dengan
kehilangan banyak sel hati dan diselingi dengan parenkim hati normal. Sekitar
75% kasus cenderung berkembang dan berakhir dengan kematian dalam 1 hingga 5
tahun. Sekitar 25 hingga 75% kasus memiliki riwayat hepatitis virus sebelumnya.
Sejumlah kecil kasus akibat intoksikasi yang pernah diketahui adalah dengan
bahan kimia industry, racun, ataupun obat-obatan seperti fosfat, kontrasepsi
oral, metal-dopa, arsenic, dan karbon tetraklorida.
c. Sirosis
Biliaris
Kerusakan sel hati dimulai dari sekitar duktus biliaris. Tipe
ini merupakan 2% penyebab kematian akibat sirosis. Penyebab tersering sirosis
biliaris adalah obstruksi biliaris pasca hepatik. Hati membesar, keras,
bergranula halus, dan berwarna kehijauan. Ikterus selalu menjadi bagian awal
dan utama dari sindrom ini, pruritus, malabsorpsi, dan steatorea.
D. MANIFESTASI
KLINIS
Gejala dini bersifat samar dan tidak spesifik yang meliputi :
·
Kelelahan
·
Anoreksia
·
Dispepsia
·
Flatulen
·
Perubahan
kebiasaan defekasi (konstipasi atau diare)
·
Berat
badan sedikit berkurang
·
Mual
dan muntah (terutama pagi hari)
·
Nyeri
tumpul atau perasaan berat pada epigastrium atau kuadran kanan atas
·
Hati
keras dan mudah retaba tanpa memandang apakah hati membesar atau mengalami
atrofi.
Gejala lanjut : kegagalan fungsi hati dan hipertensi portal
Manifestasi gagal hepatoseluler :
·
Ikterus
·
Edema
perifer
·
Kecenderungan
perdarahan
·
Eritema
palmaris (telapak tangan merah)
·
Spider
nevi : gambaran seperti jaring laba-laba di dada dan di bahu karena peningkatan
estrogen secara relatif.
·
Atrofi
testis
·
Ginekomastia
·
Alopesia
Gangguan
perdarahan, anemia, lekopenia, dan trombositopeni, mudah memar, perdarahan
hidung dan gusi, menstruasi yang berat merupakan akibat berkurangnya faktor
pembekuan dalam darah.
Gambaran klinis yang terutama berkaitan dengan hipertensi
portal :
·
Splenomegali
·
Varises
esofagus dan lambung
·
Asites
(cairan dalam rongga peritonium)
·
Caput
medusa/pelebaran vena dinding abdomen
·
Hemoroid
internal
Gejala lain :
·
Gangguan
distribusi rambut
·
Amenore,
atropi testis, ginekomastia
·
Tendensi
perdarahan terutama GIT, anemia, kerusakan ginjal, infeksi
·
Gejala
awal/hepatitis berulang
E. PATOFISOLOGI
Konsumsi minuman beralkohol dianggap
sebagai faktor penyebab yang utama. Sirosis terjadi paling tinggi pada peminum
minuman keras. Meskipun defisiensi gizi dengan penurunan asupan protein turut
menimbulkan kerusakan hati pada sirosis, namun asupan alkohol yang berlebihan
merupakan faktor penyebab utama pada perlemakan hati dan konsekuensi yang
ditimbulkannya. Namun demikian, sirosis juga pernah terjadi pada individu yang
tidak memiliki kebiasan minum dan pada individu yang dietnya normal tapi dengan
konsumsi alkohol yang tinggi. Faktor lain diantaranya termasuk pajanan dengan
zat kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftalen, terklorinasi, arsen atau
fosfor) atau infeksi skistosomiastis dua kali lebih banyak daripada wanita dan
mayoritas pasien sirosis berusia 40 – 60 tahun.
Sirosis laennec merupakan penyakit yang
ditandai oleh nekrosis yang melibatkan sel-sel hati dan kadang-kadang berulang
selama perjalanan penyakit sel-sel hati yang dihancurkan itu secara
berangsur-angsur digantikan oleh jaringan parut yang melampaui jumlah jaringan
hati yang masih berfungsi. Pulau-pulau jaringan normal yang masih tersisa dan
jaringan hati hasil regenerasi dapat menonjol dari bagian-bagian yang
berkonstriksi sehingga hati yang sirotik memperlihatkan gambaran mirip paku sol
sepatu berkepala besar (hobnail
appearance) yang khas. Sirosis hepatis biasanya memiliki awitan yang
insidus dan perjalanan penyakit yang sangat panjang sehingga kadang-kadang
melewati rentang waktu 30 tahun/lebih.
F. TANDA DAN GEJALA
Penyakit sirosis
hepatis mempunyai gejala seperti ikterus dan febris yang intermiten. Adanya
pembesaran pada hati. Pada awal perjalanan sirosis hepatis ini, hati cenderung
membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan
memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat
terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi
sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni).
Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah
jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi,
permukaan hati akan teraba benjol-benjol (noduler). Obstruksi Portal dan
Asites. Semua darah dari organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena
portal dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan
pelintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam
limpa dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini
menjadi tempat kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ
tersebut akan dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja
dengan baik. Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita dispepsia
kronis atau diare. Berat badan pasien secara berangsur-angsur mengalami
penurunan. Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan
menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting
dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi. Jaring-jaring
telangiektasis, atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan jaring berwarna
biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan
keseluruhan tubuh. Varises Gastrointestinal. Obstruksi aliran darah lewat hati
yang terjadi akibat perubahan fibrofik juga mengakibatkan pembentukan pembuluh
darah kolateral sistem gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari
pernbuluh portal ke dalam pernbuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah.
Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh
darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput
medusae), dan distensi pembuluh darah di seluruh traktus gastrointestinal.
Esofagus, lambung dan rektum bagian bawah merupakan daerah yang sering
mengalami pembentukan pembuluh darah kolateral. Karena fungsinya bukan untuk
menanggung volume darah dan tekanan yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh
darah ini dapat mengalami ruptur dan menimbulkan perdarahan. Karena itu,
pengkajian harus mencakup observasi untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan
tersembunyi dari traktus gastrointestinal. Edema. Gejala lanjut lainnya pada sirosis
hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma
menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi
aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan
ekskresi kalium
G. PEMERIKSAAN
DIAGNOSIS
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pada Darah dijumpai HB rendah, anemia normokrom normositer,
hipokrom mikrositer hipokrom makrositer, anemia dapat dari akibat
hipersplemisme dengan leukopenia dan trombositopenia, kolesterol darah yang selalu
rendah mempunyai prognosis yang kurang baik. Kenaikan kadar enzim transaminase
- SGOT, SGPT bukan merupakan petunjuk berat ringannya kerusakan parenkim hati,
kenaikan kadar ini timbul dalam serum akibat kebocoran dari sel yang rusak,
pemeriksaan bilirubin, transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis
inaktif. Albumin akan merendah karena kemampuan sel hati yang berkurang, dan
juga globulin yang naik merupakan cerminan daya tahan sel hati yang kurang dan
menghadapi stress. Pemeriksaan CHE (kolinesterase). Ini penting karena bila
kadar CHE turun, kemampuan sel hati turun, tapi bila CHE normal / tambah turun
akan menunjukan prognasis jelek.
Kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretic dan
pembatasan garam dalam diet, bila ensefalopati, kadar Na turun dari 4
meg/L menunjukan kemungkinan telah terjadi sindrom hepatorenal. Pemanjangan
masa protrombin merupakan petunjuk adanya penurunan fungsi hati. Pemberian vit
K baik untuk menilai kemungkinan perdarahan baik dari varises esophagus, gusi
maupun epistaksis. Peningggian kadar gula darah. Hati tidak mampu membentuk
glikogen, bila terus meninggi prognosis jelek. Pemeriksaan marker serologi
seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg/ HbcAb, HBV DNA, HCV RNA., untuk menentukan
etiologi sirosis hati dan pemeriksaan AFP (alfa feto protein) penting dalam
menentukan apakah telah terjadi transpormasi kearah keganasan.
2. Pemeriksaan
Radiologis
USG Abdomen, sudah secara rutin digunakan
karena pemeriksaannya noninvasif dan mudah dilakukan. Pemeriksaan USG meliputi
sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis
lanjut, hati mengecil dan noduler, permukaan irreguler, dan ada peningkatan
ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga dapat menilai asites,
splenomegali, thrombosis vena porta, pelebaran vena porta, dan skrining
karsinoma hati pada pasien sirosis.
H. KOMPLIKASI
1. Ulkus peptikum
2. Perdarahan saluran cerna
3. Ensefalopati hepatik
4. Carsinoma hepatoseluler
5. Koma hepatikum
I. PENATALAKSANAAN
a. Asites
- Asites diterapi dengan tirah baring total dan diawali
dengan diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari.
- Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretik.
- Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis
100-200mg sekali sehari.
- Respons diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat
badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/ hari bila edema kaki
ditemukan.
- Bila pemberian spironolaktin belum adekuat maka bisa
dikombinasi dengan furosemide dengan dosis 20-40 mg/hari. Parasintesis
dilakukan jika jumlah asites sangat besar.
b.
Encephalophaty
Pada pasien dengan adanya ensephalophaty hepatik dapat
digunakan laktulosa untuk mengeluarkan amonia dan neomisin dapat digunakan
untuk mengeliminasi bakteri usus penghasil amonia.
c.
Pendarahan Esofagus
Untuk perdarahan esofagus pada sebelum dan sesudah berdarah
dapat diberikan propanolol. Waktu perdarahan akut, dapat diberikan preparat
somatostatin atau okreotid dan dapat diteruskan dengan tindakan ligasi
endoskopi atau skleroterapi.
.
2. KONSEP
ASUHAN KEPERAWATAN
a.
Data Fokus
1)
Data Subyektif
a)
Keluhan perut tidak
enak, mual dan nafsu makan menurun.
b)
Mengeluh cepat
lelah.
c)
Mengeluh sesak
nafas
2) Data Obyektif
a)
Penurunan berat
badan
b)
Ikterus.
c)
Spider naevi.
d)
Anemia.Air kencing
berwarna gelap.
e)
Kadang-kadang hati
teraba keras.
f)
Kadar cholesterol
rendah, albumin rendah.
g)
Hematemesis dan
melena.
b.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa
keperawatan yang mungkin timbul adalah:
1)
Perubahan nutrisi:
kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia.
2)
Intolerans
aktifitas b/d kelemahan otot.
3)
Gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit b/d hipertensi portal.
4)
Gangguan perfusi
jaringan b/d hematemesis dan melena.
5)
Cemas b/d
hematemesis dan melena.
6)
Gangguan pola nafas
b/d asites.
7)
Kerusakan
komunikasi verbal b/d gangguan persarafan bicara.
8)
Resiko tinggi
cedera b/d gerakan yang tidak terkontrol.
9)
Kerusakan mobilitas
fisik b/d efek kekakuan otot.
10) Defisit perawatan diri b/d keadaan koma.
c.
Rencana Tindakan
1)
Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia.
Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria hasil: menunjukkan peningkatan nafsu makan.
Rencana tindakan:
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Diskusikan
tentang pentingnya nutrisi bagi klien.
2.
Anjurkan makan
sedikit tapi sering.
3.
Batasi cairan 1
jam sebelum dan sesudah makan.
4.
Pertahankan
kebersihan mulut.
5.
Batasi makanan
dan cairan yang tinggi lemak.
6.
pantau intake
sesuai dengan diet yang telah disediakan.
|
Nutrisi
yang baik dapat mempercepat proses penyembuhan.
Peningkatan
tekanan intra abdominal akibat asites menekan saluran GI dan menurunkan
kapasitasnya.
Cairan
dapat menurunkan nafsu makan dan masukan.
Akumulasi
partikel makanan di mulut dapat menambah bau dan rasa tak sedap yang
menurunkan nafsu makan.
Kerusakan
aliran empedu mengakibatkan malabsorbsi lemak.
Untuk
mencukupi nutrisi intake harus adekuat.
|
2)
Intolerans aktifitas b/d kelemahan otot.
Tujuan: Klien dapat beraktifitas sesuai dengan batas toleransi.
Kriteria hasil: menunjukkan peningkatan dalam
beraktifitas.
Rencana tindakan:
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Kaji kesiapan
untuk meningkatkan aktifitas contoh: apakah tekanan darah stabil, perhatian
terhadap aktifitas dan perawatan diri.
2.
jelaskan pola
peningkatan bertahap dari aktifitas contoh: posisi duduk di tempat tidur,
bangun dari tempat tidur, belajar berdiri dst.
3.
Berikan bantuan
sesuai dengan kebutuhan (makan, minum, mandi, berpakaian dan eleminasi).
|
Stabilitas
fisiologis penting untuk menunjukkan tingkat aktifitas individu.
Kemajuan
aktifitas bertahap mencegah peningkatan tiba-tiba pada kerja jantung.
Teknik
penghematan energi menurunkan penggunaan energi.
|
BAB
II
ASUHAN
KEPERAWATAN SIROSIS HEPATITIS
3.
ASKEP TEORITIS
1. PENGKAJIAN
a. Identitas klien
Nama, umur, alamat, pekerjaan, dll.
b. Riwayat
Kesehatan
1.
Riwayat
kesehatan sekarang
-
Letih
atau
lemah
- Perdarahan gusi
-
Nafsu
makan
menurun
- BAK seperti teh pekat
-
Kembung
- Diare/konstipasi
-
Mual
- hematemesis dan melena
-
BB
menurun
2.
Riwayat
Kesehatan Dahulu
Apakah ada riwayat konsumsi alkohol, menderita penyakit
hepatitis viral sebelumnya, riwayat malaria, menderita penyakit
3.
Riwayat
Kesehatan Keluarga
Apakah
keluarga ada yang menderita penyakit hepatitis/sirosis hepatis, malaria.
c. Data Fisik
1. Aktivitas/Istirahat
-
Kelemahan
-
Letargi
-
Penurunan
tonus otot
2
Sirkulasi
-
Perikarditis
-
Penyakit
jantung rematik
3
Eliminasi
- Flatus
- Penurunan/tidak adanya bising usus
-
Distensi
abdomen
-
Urin
gelap, pekat - Feses warna tanah liat,
melena
4
Makanan/Cairan
-
Anoreksia,
mual/muntah, berat badan menurun atau peningkatan berat badan, edem umum, kulit
kering, turgor buruk, perdarahan gusi, spidernevi, ikterik
5
Nyeri/kenyamanan
-
Nyeri
tekan abdomen, perilaku waspada, fokus pada diri sendiri
6
Pernafasan
-
Dispnea,
takipnea, pernafasan dangkal, bunyi nafas tambahan, ekspansi paru terbatas.
7
Keamanan
-
Demam,
ikterik, ekimosis, eritema palmaris
8
Seksualitas
-
Impotensi,
gangguan menstruasi
9
Neurosensorik
-
Perubahan
mental, bingung, bicara lambat/tidak puas, ensepalopati hepatik.
2, DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.
Perubahan
nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d diit tak adekuat, ketidakmampuan
memproses/ mencerna makanan, anoreksia, mual/muntah.
b.
Kelebihan
volume cairan b.d kelebihan natrium/masukan cairan, penurunan protein plasma,
malnutrisi.
c.
resiko
tinggi kerusakan integritas kulit b.d gangguan sirkulasi/status metabolik,
akumulasi garam empedu kulit, asites
d.
resiko
tinggi pernafasan tak efektif b.d penggumpalan cairan intra abdomen, penurunan
ekspansi paru.
e.
resiko
tinggi terhadap cidera b.d profil darah abnormal, gangguan faktor pembekuan,
hipertensi portal.
f.
resiko
tinggi perubahan proses pikir b.d peningkatan kadar amoniak serum
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d diet tak
adekuat, ketidakmampuan memproses atau mencerna makanan, anoreksia, mual atau muntah.
Kriteria hasil:
· Klien
mengatakan makannya enak
· Porsi
makanan yang disediakan Rumah Sakit dapat dihabiskan
· BB meningkat
mencapai BB ideal
· Mual dan
muntah hilang
· Klien Tampak
kuat
·
Hb dan TTV dalam batas normal
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri
1. Kaji
status nutrisi klien,kebiasaan makan, makanan yang disukai dan tidak disukai
2. Motivasi klien untuk makan makanan dan suplemen
makanan
3. Anjurkan klien makan makanan dengan porsi kecil tapi
sering
4. Hidangkan makanan yang menimbulkan
selera dan menarik dalam penyajiannya
5. Lakukan oral hygiene sebelum dan sesudah makan
6. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman pada saat
klien makan
7. Berikan klien diet hati
8. Timbang berat badan klien setiap hari sesuai
toleransi dan kekuatan klien untuk timbang BB
Kolaborasi
1.kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan
parenteral : D10% Aminofusin
2. kolaborasi dalam pemberian obat-obatan penambah
nafsu makan, antimual,muntah.
|
Untuk mengetahui sejauh mana masalah
nutrisi yang dirasakan klien dan kebiasaan makan sebelum sakit
Motivasi sangat penting bagi penderita
anoreksia dan gangguan intestinal
Makanan dengan porsi kecil dan sering
ditolerir oleh penderita anoreksia
Makanan dengan sajian yang menarik
meningkatka selera makan klien
Kebersihan mulut yang terjaga dapat
mengurangi cita rasa tidak enak dan merangsang selera makan
Makanan yang dimakan akan dirasakan
lebih menarik atau enak pada ruangan dan kenyamanan tersedia
Hati dapat mengurangi beban
kerja
Dari BB dapat diketahui kemajuan dan
kemunduran pola nutrisi klien
Dektrase dapat diberikan pada klien
dengan kekurangan asupan nutrisi
Pemberian vitamin dapat meningkatkan
nafsu makan dan pemberian obat anti muntah dan mual dapat meningkatkan nafsu
makan
|
b. kelebihan volume
cairan b.d kelebihan natrium atau masukan cairan, penurunan protein plasma,
malnutrisi
Kriteria hasil:
·
input dan output seimbang
·
BB ideal
·
Udema negatif
Intervensi
1
Batasi asupan natrium jika
diinstruksikan
2. Catat asupan dan keluaran cairan
3. Ukur dan catat lingkar perut tiap hari
4. Jelaskan pada klien dan keluarga mengapa harus dibatasi natrium/garam
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian diuretik, suplemen, kalium dan
protein
|
Rasional
Miminimalkan retensi
cairan, dan mengurngi asites dan oedema
Menilai efektifitas
terapi dan kecukupan asupan cairan
Memantau perubahan
pada pembentukan asites dan penumpukan cairan
Meningkatkan
pemahaman dan kerja sma klien dalam menjalani dan melaksanakan pembatasan
cairan
Meningkatkan eksresi
cairan lewat ginjal dan mempertahankan keseimbangan cairan serta elektrolit
yang normal
|
c. risiko tinggi kerusakan integritas kulit
b.d gangguan sirkulasi atau status metabolik, akumulasi garam empedu pada
kulit, asites.
Kriteria Hasil :
·
Turgor kulit baik
·
Edema, asites tidak ada
·
Sirkulasi baik, kulit lembab
Intervensi
|
Rasional
Edema jaringan lebih cenderung untuk
mengalami kerusakan dan terbentuk dekubitus
Pengubahan posisi menurunkan tekanan pada jaringan edema untuk
memperbaharui sirkulasi, latihan meningkatkan sirkulasi
Meningkatkan aliran balik vena dan
menurunkan edema pada ekstremitas
Kelembaban meningkatkan prioritas dan
meningkatkan resiko kerusakan kulit
Mencegah deskosiasi dari garam empedu
Mencegah terjadinya goresan pada kulit
sehingga meningkat cedera kulit
|
d. risiko tinggi pola
nafas tak efektif b.d penumpukan cairan intraabdomen, penurunan ekspansi paru
Kriteria Hasil :
·
Klien nampak tenang
·
Klien mengatakan sesak berkurang
·
Pernafasan normal 16- 24 x /mnt
Intervensi
|
Rasional
Untuk mengetahui masalah pernafasan
dan sejauh mana masalah dirasakan.
Posisi semi fowler meningkatkan
ekspansi paru
Pemberian O2 dapat memnbantu dalam
pemenuhan kebutuhan O2
Mengetahui sejauh mana masalah pernafasan
berpengaruh pada fisiologis tubuh
Aktifitas dan pikiran membuat
peningkatan metabolisme yang memerlukan O2 sehingga nafas semakin sesak untuk memenuhi O2
|
4. IMPLEMENTASI
KEPERAWATAN
1) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan
tubuh b/d anoreksia.
implementasi:
• Mendiskusikan tentang pentingnya nutrisi
bagi klien.
• Menganjurkan makan sedikit tapi sering.
• Membatasi cairan 1 jam sebelum dan
sesudah makan.
• Mempertahankan kebersihan mulut.
• membatasi makanan dan cairan yang tinggi
lemak.
• Pantau intake sesuai dengan diet yang
telah disediakan
Hasil:
• Klien tepat dalam pemberian nutrisi
• Klien tepat dalam pemberian nutrisi
• Pasien menghabiskan porsi makanan yang
disediakan.
• Pemberian cairan berlebihan dapat dikontrol
agar klien dapat makan
• Mulut pasien tampak bersih dengan
diberikan perawatan mulut
• Klien tidak mengkonsumsi makanan yang
tinggi lemak
• Intake selalu dikontrol agar adekuat
2) Intoleransi aktifitas b/d kelemahan
otot..
Implementasi :
• Mengkaji kesiapan untuk meningkatkan
aktifitas contoh: apakah tekanan darah stabil, perhatian terhadap aktifitas dan
perawatan diri.
• Menjelaskan pola peningkatan bertahap
dari aktifitas contoh: posisi duduk di tempat tidur, bangundari tempat tidur,
belajar berdiri dst.
• Memberikan bantuan sesuai dengan
kebutuhan (makan, minum, mandi, berpakaian dan eleminasi).
Hasil:
• Aktivitas klien tampak imobilisasi dan
tidak dapat melakukan perawatan secara mandiri
• Pola peningkata bertahap dari
aktifitas pasien selalu dipantau
• Klien selalu mendapatkan bantuan dari
keluarganya dalam melakukan aktifitasnya
3) Gangguan integritas kulit
berhubungan dengan pembentukan edema.
Implementasi :
• membatasi natrium seperti yang
diresepkan.
• Memberikan perhatian dan perawatan yang
cermat pada kulit.
• mengubah posisi tidur pasien dengan
sering.
• Menimbang berat badan dan catat asupan
serta haluaran cairan setiap hari.
• melakukan latihan gerak secara pasif,
tinggikan ekstremitas edematus.
• Meletakkan bantalan busa yang kecil
dibawah tumit, maleolus dan tonjolan tulang lainnya.
Hasil:
• Natrium terkontrol seperti yang
diresepkan
• Perawatan kulit tetap dilakukan agar
kondisi kulit pasien terhindar dari edema
• Posisi tidur pasien seriang diubah
untuk mencegah terjadinya edema
• Bb klien tampak menurun drastis dan
asupan selalu serta haluan cairan selalu dikontrol
• Pasien dapat melakukan gerak pasif ,
• Bantalan busa terpasang dibawah tumit,
maleolus dan tonjolan tulang lainnya.
5. EVALUASI
a.
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan diet tidak adekuat, kemampuan
untuk memproses dan mencerna makanan, anoreksia
Evaluasi : Diharapkan klien akan menunjukkan peningkatan
berat badan progresif, nilai laboratorium normal dan tidak mengalami malnutrisi
lebih lanjut.
b.
Kelebihan
volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi, kelebihan natrium
dan berkurangnya protein plasma
Evaluasi : diharapkan klien akan menunjukkan volume cairan
stabil, dengan keseimbangan pemasukan dan pengeluaran, berata badan stabil,
tanda vital dalam rentang normal dan tak ada edema.
c.
Resiko
tinggi terhadap perdarahan berhubungan dengan gangguan faktor pembekuan,
hipertensii portal
Evaluasi : diharapkan klien akan mempertahankan homeostasis
dengan tanpa perdarahan dan menunjukkan penurunan perilaku resiko perdarahan.
d.
Gangguan
body image gambaran diri berhubungan dengan gangguan fisik, perubahan
fungsi peran
Evaluasi : diharapkan klien akan menyatakan pemahaman akan
perubahan dan penerimaan diri pada situasi yang ada.
e.
Resiko
tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan turgor kulit
buruk, penonjolan tulang, adanya edema dan asites, akumulasi garam empedu pada
kulit, gangguan sirkulasi atau status metabolik
Evaluasi : Diharapkan klien dapat mempertahankan integritas
kulit, mengidentifikasi faktor resiko dan menunjukkan perilaku atau teknik
untuk mencegah kerusakan kulit.
f.
Resiko
tinggi terhadap pola pernapasan tidak efektif berhubungan dengan asites,
penurunan akumulasi paru, akumulasi sekret serta penurunan energi dan kelemahan
Evaluasi : Diharapkan klien mampu mempertahakan pola
pernapasan efektif, bebas dispnea dan sianosis, dengan nilai GDA dan kapasitas
vital dalam batas normal.
g.
Resiko
tinggi terhadap perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis,
peningkatan kadar amonia serum, ketidakmampuan hati untuk mendetoksikasi enzim
atau obat tertentu.
Evaluasi : Diharapkan klien mampu mempertahankan tingkat
mental atau orientasi kenyataan, menunjukkan perilaku atau perubahan pola hidup
untuk mencegah atau meminimalkan perubahan mental.
h.
Kurang
pengetahuan (kebutuhan belajar), tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan
Evaluasi : Diharapkan klien dapat menyatakan pemahaman
tentang proses penyakit atau prognosis, menghubungkan gejala dengan faktor
penyebab, melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam perawatan.
i.
Intoleransi
aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik
Evaluasi : Diharapkan klien dapat beraktifitas sesuai dengan
toleransinya baik dengan atau tanpa bantuan sama sekali
j.
Resiko
infeksi berhubungan dengan tindakan invasif dan hipoalbumin
Evaluasi : Diharapkan klien tidak mengalami infeksi selama
terdapat terapi invasif dan hipoalbumin
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sirosis hati
adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan
jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan
nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi
nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan
makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut
(Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001). Penyebab sirosis hepatis adalah
alkohol, sirosis pasca nekrostik, obstruksi biliaris pasca hepatic.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges,
Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. (1999). Rencana asuhan keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994).
Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: Penerbit EGC.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001).
Keperawatan medikal bedah 2. (Ed 8). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Soeparman. 1987. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta :
FKUI.
Tjokronegoro dan Hendra Utama. (1996). Ilmu penyakit
dalam jilid 1. Jakarta: FKUI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar