Deteksi dini infeksi HIV diyakini menjadi salah satu cara untuk
mencegah penularan dan meningkatkan harapan hidup orang dengan HIV/AIDS.
Karena itu pemeriksaan HIV menjadi penting. Namun karena adanya stigma
pada ODHA di masyarakat, banyak orang yang enggan memeriksakan dirinya.
Dengan pemeriksaan HIV secara mandiri di rumah, kekhawatiran tersebut
bisa dicegah.
Para peneliti menjelaskan bahwa pemeriksaan mandiri
yang dikombinasi dengan konseling dapat meningkatkan angka partisipasi
deteksi dini dan pengobatan. Pada akhirnya hal tersebut akan menurunkan
penularan HIV, virus yang menyebabkan AIDS.
Studi menunjukkan, pemeriksaan mandiri untuk HIV dapat dilakukan di rumah dengan cara mengambil sampel dari gusi. Pemeriksaan ini bersifat non-invasif, nyaman, pribadi, dan dapat menunjukkan hasil dalam 20 menit. Namun hasil tes juga perlu dikonfirmasi dari klinik kesehatan.
Studi yang dimuat dalam jurnal PLoS Medicine ini menganalisa 21 studi sebelumnya. Studi-studi tersebut menyimpulkan bahwa pemeriksaan mandiri dapat menghilangkan ketakutan dan stigma dari masyarakat.
"Sudah tiga puluh tahun epidemi HIV, namun belum ditemukan vaksinnya," ujar penulis utama studi dr. Nitika Pant Pai, peneliti klinis di Research Institute of McGill University Health Center di Montreal.
"Pengobatan sebagai strategi pencegahan sudah berhasil dilakukan, namun skrining HIV masih menjadi masalah, khususnya masalah sosial, yaitu adanya stigma dan diskriminasi," tuturnya.
Menurut badan PBB untuk Masalah HIV/AIDS (UNAIDS), secara global 50 persen orang dengan HIV belum tahu bahwa mereka terinfeksi. Padahal ada sekitar 2,5 juta orang yang terinfeksi setiap tahunnya.
Pant Pai dan timnya menekankan pada pembuat kebijakan di seluruh dunia untuk mempertimbangkan penyediaan pemerikaan mandiri untuk HIV.
"Dunia telah membuat kemajuan yang besar dalam alat medis, obat, dan strategi pencegahan dan penanggulangan HIV, namun belum pada stigma dan diskriminasi," ujar para peneliti.
Studi menunjukkan, pemeriksaan mandiri untuk HIV dapat dilakukan di rumah dengan cara mengambil sampel dari gusi. Pemeriksaan ini bersifat non-invasif, nyaman, pribadi, dan dapat menunjukkan hasil dalam 20 menit. Namun hasil tes juga perlu dikonfirmasi dari klinik kesehatan.
Studi yang dimuat dalam jurnal PLoS Medicine ini menganalisa 21 studi sebelumnya. Studi-studi tersebut menyimpulkan bahwa pemeriksaan mandiri dapat menghilangkan ketakutan dan stigma dari masyarakat.
"Sudah tiga puluh tahun epidemi HIV, namun belum ditemukan vaksinnya," ujar penulis utama studi dr. Nitika Pant Pai, peneliti klinis di Research Institute of McGill University Health Center di Montreal.
"Pengobatan sebagai strategi pencegahan sudah berhasil dilakukan, namun skrining HIV masih menjadi masalah, khususnya masalah sosial, yaitu adanya stigma dan diskriminasi," tuturnya.
Menurut badan PBB untuk Masalah HIV/AIDS (UNAIDS), secara global 50 persen orang dengan HIV belum tahu bahwa mereka terinfeksi. Padahal ada sekitar 2,5 juta orang yang terinfeksi setiap tahunnya.
Pant Pai dan timnya menekankan pada pembuat kebijakan di seluruh dunia untuk mempertimbangkan penyediaan pemerikaan mandiri untuk HIV.
"Dunia telah membuat kemajuan yang besar dalam alat medis, obat, dan strategi pencegahan dan penanggulangan HIV, namun belum pada stigma dan diskriminasi," ujar para peneliti.
Sumber :
Healthday News
Tidak ada komentar:
Posting Komentar