Jika Anda memiliki keluarga atau kerabat yang mengalami depresi,
pastikan mereka terhindar dari gangguan tidur. Sebuah studi baru
menemukan bahwa mimpi buruk dan kepercayaan yang tidak sehat seputar
tidur dapat meningkatkan risiko bunuh diri di kalangan orang-orang yang
menderita depresi.
Hasil temuan dari studi baru ini memperkuat hasil dari studi sebelumnya yang menghubungan gangguan tidur atau insomnia dengan risiko bunuh diri. Oleh karenanya, para dokter menyarankan pada mereka yang mengalaminya untuk melakukan pengobatan sehingga dapat mengurangi risiko tersebut.
Kepercayaan yang keliru seputar tidur dapat meliputi beberapa bentuk, contohnya tidur tidak nyenyak pada satu malam dapat menganggu tidur selama satu minggu penuh, atau kurang tidur memiliki konsekuensi yang mengerikan dan tidak dapat diubah. Pemikiran-pemikiran seperti itulah yang membawa suasana putus asa, yang dapat dikaitkan pada risiko bunuh diri.
"Insomnia dapat secara spesifik menyebabkan putus asa, dan keputusasaan dengan sendirinya merupakan prediktor kuat untuk bunuh diri," ungkap peneliti Dr W. Vaughn McCall, ketua Departemen Psikiatri dan Perilaku Kesehatan di Georgia Health Sciences University di Augusta.
Kendati demikian, faktor-faktor yang berkontribusi terhadap risiko bunuh diri tidak sama untuk semua orang, "Untuk beberapa pasien, saya pikir masalah tidur merupakan bagian dari gejala depresi," kata McCall.
Dalam studi ini, McCall dan rekannya meneliti 50 orang dengan depresi yang berusia 20 sampai 84 tahun, beberapa di antaranya berada di rumah sakit. Hampir setiap pasien mengonsumsi beberapa jenis obat psikiatri, dan 56 persen telah mencoba bunuh diri setidaknya sekali.
Para peserta disurvei untuk dinilai derajat insomnia dan seberapa parah keinginan mereka untuk bunuh diri, serta untuk mengetahui apakah mereka mengalami mimpi buruk dan kepercayaan tidak sehat seputar tidur.
Para peneliti pun menemukan hubungan bahwa semakin parah derajat insomnia maka semakin besar keinginan mereka untuk bunuh diri. Namun apabila tidak memiliki mimpi buruk dan kepercayaan tidak sehat seputar tidur, hubungan ini tidak berlaku. Sehingga mimpi buruk dan kepercayaan tidak sehat seputar tidur merupakan faktor yang harus dihindari untuk memperbesar risiko bunuh diri.
Mengobati mimpi buruk atau kepercayaan tidak sehat seputar tidur dapat dengan melakukan psikoterapi atau dengan obat-obatan. Hal ini mungkin dapat mengurangi risiko bunuh diri.
McCall menyatakan perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk melihat apakah mengobati insomnia dengan obat tidur dapat mengurangi risiko bunuh diri.
Sumber :
myhealthnewsdaily
Hasil temuan dari studi baru ini memperkuat hasil dari studi sebelumnya yang menghubungan gangguan tidur atau insomnia dengan risiko bunuh diri. Oleh karenanya, para dokter menyarankan pada mereka yang mengalaminya untuk melakukan pengobatan sehingga dapat mengurangi risiko tersebut.
Kepercayaan yang keliru seputar tidur dapat meliputi beberapa bentuk, contohnya tidur tidak nyenyak pada satu malam dapat menganggu tidur selama satu minggu penuh, atau kurang tidur memiliki konsekuensi yang mengerikan dan tidak dapat diubah. Pemikiran-pemikiran seperti itulah yang membawa suasana putus asa, yang dapat dikaitkan pada risiko bunuh diri.
"Insomnia dapat secara spesifik menyebabkan putus asa, dan keputusasaan dengan sendirinya merupakan prediktor kuat untuk bunuh diri," ungkap peneliti Dr W. Vaughn McCall, ketua Departemen Psikiatri dan Perilaku Kesehatan di Georgia Health Sciences University di Augusta.
Kendati demikian, faktor-faktor yang berkontribusi terhadap risiko bunuh diri tidak sama untuk semua orang, "Untuk beberapa pasien, saya pikir masalah tidur merupakan bagian dari gejala depresi," kata McCall.
Dalam studi ini, McCall dan rekannya meneliti 50 orang dengan depresi yang berusia 20 sampai 84 tahun, beberapa di antaranya berada di rumah sakit. Hampir setiap pasien mengonsumsi beberapa jenis obat psikiatri, dan 56 persen telah mencoba bunuh diri setidaknya sekali.
Para peserta disurvei untuk dinilai derajat insomnia dan seberapa parah keinginan mereka untuk bunuh diri, serta untuk mengetahui apakah mereka mengalami mimpi buruk dan kepercayaan tidak sehat seputar tidur.
Para peneliti pun menemukan hubungan bahwa semakin parah derajat insomnia maka semakin besar keinginan mereka untuk bunuh diri. Namun apabila tidak memiliki mimpi buruk dan kepercayaan tidak sehat seputar tidur, hubungan ini tidak berlaku. Sehingga mimpi buruk dan kepercayaan tidak sehat seputar tidur merupakan faktor yang harus dihindari untuk memperbesar risiko bunuh diri.
Mengobati mimpi buruk atau kepercayaan tidak sehat seputar tidur dapat dengan melakukan psikoterapi atau dengan obat-obatan. Hal ini mungkin dapat mengurangi risiko bunuh diri.
McCall menyatakan perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk melihat apakah mengobati insomnia dengan obat tidur dapat mengurangi risiko bunuh diri.
Sumber :
myhealthnewsdaily
Tidak ada komentar:
Posting Komentar