Photos.com
Kiamat
JAKARTA, KOMPAS.com —
Isu kiamat yang bermula dari pemahaman akan penanggalan suku Maya
merebak dalam beberapa tahun terakhir. Jumat (21/12/2012) dikatakan
sebagai hari akhir ketika Bumi akan mengalami kehancuran dan makhluk
hidup di dalamnya akan musnah.
Beberapa kalangan yang percaya akan ramalan tersebut menyusun berbagai persiapan. Ada yang membuat bahtera Nuh di China hingga menyiapkan ritual khusus. Sementara kalangan ilmuwan membantah bahwa kiamat akan terjadi Jumat nanti. Kiamat 2012 adalah kesalahan interpretasi.
Satu hal yang masih akan tetap mengusik walaupun kiamat 2012 tak terjadi adalah, apakah memang akan ada hari kiamat. Bagaimana ilmu pengetahuan, khususnya kosmologi, menerangkan satu peristiwa yang paling membuat umat manusia penasaran ini?
Premana W Premadi, peneliti bidang kosmologi dari Jurusan Astronomi, Institut Teknologi Bandung (ITB), mengatakan, kiamat bisa diterangkan tergantung pada pemahaman manusia akan peristiwa kiamat itu sendiri.
"Jika kiamat dimaknai secara naif sebagai kepunahan makhluk hidup di Bumi, itu bisa terjadi akibat banyak sebab. Misalnya ada asteroid yang menumbuk Bumi seperti yang terjadi 100 juta tahun lalu," kata Nana.
Namun, Nana mengungkapkan bahwa kiamat bisa dimaknai lebih luas, terkait dinamika Matahari, dinamika galaksi maupun semesta dalam skala lebih luas, apakah memang ada proses yang merupakan kebalikan dari Big Bang.
Menurut Nana, kehancuran di Bumi telah diperkirakan secara saintifik oleh para astronom, terkait dengan dinamika dan terus menuanya Matahari. Nantinya, Matahari akan menjelma menjadi bintang raksasa merah.
"Secara saintifik, kiamat bisa terjadi saat Matahari nanti berubah menjadi bintang raksasa merah. Matahari akan memuai sehingga radiusnya bisa mencapai Bumi. Saat itu, makhluk hidup di Bumi akan musnah," terangnya.
Peristiwa itu diperkirakan terjadi 5 miliar tahun lagi. Meski demikian, "ribut-ribut" itu hanya akan terjadi di Bumi dan Tata Surya. Bagian lain dari galaksi Bimasakti akan tenang-tenang saja dan melanjutkan kehidupannya.
Dalam skala lebih luas, kehancuran mungkin bisa terjadi sekitar 7 miliar tahun lagi. "Saat itu, galaksi Andromeda akan bertabrakan dengan Bimasakti. Tapi, ini juga hanya di Bimasakti. Semesta memiliki ribuan galaksi," ungkap Nana.
Triliunan tahun kemudian, astronom telah memprediksikan bahwa semesta akan sangat tua. "Triliunan tahun kemudian, bintang terakhir akan berhenti bersinar karena kehabisan bahan bakarnya," tutur Nana saat dihubungi Kompas.com, Selasa (18/12/2012).
Nana mengungkapkan, semesta akan terus mengembang. Saat itu, laju pertumbuhan bintang hampir mendekati nol, tak ada bintang baru yang lahir. Ketika bintang terakhir mati, Nana mengatakan, "Saat itu mungkin juga bisa dikatakan kiamat, meskipun tidak yang meledak-ledak."
Apa yang akan terjadi setelah bintang terakhir "padam" nanti? Hingga saat ini, masih sulit untuk memperkirakannya, apakah akan ada proses di mana semesta baru tercipta atau akan terjadi semacam "daur ulang" dari semesta saat ini.
"Ada teori yang mengungkapkan bahwa semesta dapat berkembang dan pada suatu titik kolaps lagi," kata Nana. Jika hal ini terjadi, maka semesta yang akan dapat mampat lagi dan bintang-bintang baru dapat tercipta. Semesta yang semula mengalami "kiamat" bisa hidup lagi.
Namun, Nana mengungkapkan bahwa teori tersebut kurang didukung. Sejauh ini, dipercaya bahwa semesta akan terus-menerus mengembang tanpa batas. Pada saatnya nanti, semesta akan menjadi sangat dingin dan gelap.
Beberapa kalangan yang percaya akan ramalan tersebut menyusun berbagai persiapan. Ada yang membuat bahtera Nuh di China hingga menyiapkan ritual khusus. Sementara kalangan ilmuwan membantah bahwa kiamat akan terjadi Jumat nanti. Kiamat 2012 adalah kesalahan interpretasi.
Satu hal yang masih akan tetap mengusik walaupun kiamat 2012 tak terjadi adalah, apakah memang akan ada hari kiamat. Bagaimana ilmu pengetahuan, khususnya kosmologi, menerangkan satu peristiwa yang paling membuat umat manusia penasaran ini?
Premana W Premadi, peneliti bidang kosmologi dari Jurusan Astronomi, Institut Teknologi Bandung (ITB), mengatakan, kiamat bisa diterangkan tergantung pada pemahaman manusia akan peristiwa kiamat itu sendiri.
"Jika kiamat dimaknai secara naif sebagai kepunahan makhluk hidup di Bumi, itu bisa terjadi akibat banyak sebab. Misalnya ada asteroid yang menumbuk Bumi seperti yang terjadi 100 juta tahun lalu," kata Nana.
Namun, Nana mengungkapkan bahwa kiamat bisa dimaknai lebih luas, terkait dinamika Matahari, dinamika galaksi maupun semesta dalam skala lebih luas, apakah memang ada proses yang merupakan kebalikan dari Big Bang.
Menurut Nana, kehancuran di Bumi telah diperkirakan secara saintifik oleh para astronom, terkait dengan dinamika dan terus menuanya Matahari. Nantinya, Matahari akan menjelma menjadi bintang raksasa merah.
"Secara saintifik, kiamat bisa terjadi saat Matahari nanti berubah menjadi bintang raksasa merah. Matahari akan memuai sehingga radiusnya bisa mencapai Bumi. Saat itu, makhluk hidup di Bumi akan musnah," terangnya.
Peristiwa itu diperkirakan terjadi 5 miliar tahun lagi. Meski demikian, "ribut-ribut" itu hanya akan terjadi di Bumi dan Tata Surya. Bagian lain dari galaksi Bimasakti akan tenang-tenang saja dan melanjutkan kehidupannya.
Dalam skala lebih luas, kehancuran mungkin bisa terjadi sekitar 7 miliar tahun lagi. "Saat itu, galaksi Andromeda akan bertabrakan dengan Bimasakti. Tapi, ini juga hanya di Bimasakti. Semesta memiliki ribuan galaksi," ungkap Nana.
Triliunan tahun kemudian, astronom telah memprediksikan bahwa semesta akan sangat tua. "Triliunan tahun kemudian, bintang terakhir akan berhenti bersinar karena kehabisan bahan bakarnya," tutur Nana saat dihubungi Kompas.com, Selasa (18/12/2012).
Nana mengungkapkan, semesta akan terus mengembang. Saat itu, laju pertumbuhan bintang hampir mendekati nol, tak ada bintang baru yang lahir. Ketika bintang terakhir mati, Nana mengatakan, "Saat itu mungkin juga bisa dikatakan kiamat, meskipun tidak yang meledak-ledak."
Apa yang akan terjadi setelah bintang terakhir "padam" nanti? Hingga saat ini, masih sulit untuk memperkirakannya, apakah akan ada proses di mana semesta baru tercipta atau akan terjadi semacam "daur ulang" dari semesta saat ini.
"Ada teori yang mengungkapkan bahwa semesta dapat berkembang dan pada suatu titik kolaps lagi," kata Nana. Jika hal ini terjadi, maka semesta yang akan dapat mampat lagi dan bintang-bintang baru dapat tercipta. Semesta yang semula mengalami "kiamat" bisa hidup lagi.
Namun, Nana mengungkapkan bahwa teori tersebut kurang didukung. Sejauh ini, dipercaya bahwa semesta akan terus-menerus mengembang tanpa batas. Pada saatnya nanti, semesta akan menjadi sangat dingin dan gelap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar