JAKARTA, KOMPAS.com —
Suhu di Indonesia pada tahun 2000-2100 rata-rata diperkirakan naik 1
derajat celsius, lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan seabad
sebelumnya, sebesar 0,65 derajat. Meski hanya 1 derajat, dampaknya
serius.
”Perubahan lingkungan akibat aktivitas manusia memicu makin tingginya kenaikan suhu udara,” kata Guru Besar Hidrologi, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Sudibyakto, dihubungi dari Jakarta, Rabu (28/11/2012).
Kenaikan suhu 1 derajat celsius tak terjadi merata. Daerah dengan kerusakan lingkungan parah makin tinggi kenaikannya.
Naik 1 derajat celsius berarti naiknya suhu maksimum dan turunnya suhu minimum sebesar 1 derajat. Rentang suhu suatu daerah kian lebar, meningkatkan ancaman kesehatan masyarakat.
Peningkatan suhu juga mengubah pola curah hujan. Bencana hidrometeorologi, seperti banjir, longsor, dan kekeringan, akan kian sering terjadi.
Kepala Pusat Perubahan Iklim Institut Teknologi Bandung Armi Susandi mengingatkan, perubahan iklim akan membuat Sumatera Tengah kian basah. Di Aceh, curah hujan makin tinggi.
Curah hujan di Jawa dan Lampung meningkat, tetapi lebih rendah dibandingkan dengan Sumatera. Namun, risikonya lebih tinggi karena wilayah ini padat penduduk dan aktivitas ekonominya tinggi.
Kondisi kebalikan terjadi di Kalimantan yang jadi kian kering. Risiko kebakaran lahan dan hutan meningkat.
Kenaikan curah hujan juga terjadi di Nusa Tenggara Timur. Walaupun ada risiko longsor, tetapi jika bisa dikelola dengan baik akan membuat wilayah kering itu jadi subur. ”Dampak perubahan iklim di setiap daerah unik sehingga pola adaptasi dan mitigasi di setiap daerah berbeda,” kata Armi.
Masyarakat dinilai sudah memahami dampak perubahan iklim dan mampu beradaptasi. ”Namun, informasi risiko bencana perlu lebih banyak disampaikan,” ujar Sudibyakto.
Armi menilai, ketidaksiapan justru pada pemerintah. ”Konsep menghadapi perubahan iklim di pemerintahan sangat lemah,” ujarnya. Infrastruktur mengantisipasi perubahan iklim sangat lemah. Makin pemerintah tak mau berinvestasi menghadapi perubahan iklim, kerugian ekonomi makin besar. (MZW)
”Perubahan lingkungan akibat aktivitas manusia memicu makin tingginya kenaikan suhu udara,” kata Guru Besar Hidrologi, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Sudibyakto, dihubungi dari Jakarta, Rabu (28/11/2012).
Kenaikan suhu 1 derajat celsius tak terjadi merata. Daerah dengan kerusakan lingkungan parah makin tinggi kenaikannya.
Naik 1 derajat celsius berarti naiknya suhu maksimum dan turunnya suhu minimum sebesar 1 derajat. Rentang suhu suatu daerah kian lebar, meningkatkan ancaman kesehatan masyarakat.
Peningkatan suhu juga mengubah pola curah hujan. Bencana hidrometeorologi, seperti banjir, longsor, dan kekeringan, akan kian sering terjadi.
Kepala Pusat Perubahan Iklim Institut Teknologi Bandung Armi Susandi mengingatkan, perubahan iklim akan membuat Sumatera Tengah kian basah. Di Aceh, curah hujan makin tinggi.
Curah hujan di Jawa dan Lampung meningkat, tetapi lebih rendah dibandingkan dengan Sumatera. Namun, risikonya lebih tinggi karena wilayah ini padat penduduk dan aktivitas ekonominya tinggi.
Kondisi kebalikan terjadi di Kalimantan yang jadi kian kering. Risiko kebakaran lahan dan hutan meningkat.
Kenaikan curah hujan juga terjadi di Nusa Tenggara Timur. Walaupun ada risiko longsor, tetapi jika bisa dikelola dengan baik akan membuat wilayah kering itu jadi subur. ”Dampak perubahan iklim di setiap daerah unik sehingga pola adaptasi dan mitigasi di setiap daerah berbeda,” kata Armi.
Masyarakat dinilai sudah memahami dampak perubahan iklim dan mampu beradaptasi. ”Namun, informasi risiko bencana perlu lebih banyak disampaikan,” ujar Sudibyakto.
Armi menilai, ketidaksiapan justru pada pemerintah. ”Konsep menghadapi perubahan iklim di pemerintahan sangat lemah,” ujarnya. Infrastruktur mengantisipasi perubahan iklim sangat lemah. Makin pemerintah tak mau berinvestasi menghadapi perubahan iklim, kerugian ekonomi makin besar. (MZW)
Sumber :
Kompas Cetak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar