Social Icons

Kamis, 25 April 2013

Bahaya Garam, Gula, dan Lemak

Ilustrasi



Konsumsi makanan tinggi garam, gula, dan lemak dalam jangka panjang berbahaya bagi kesehatan. Membiasakan pola makan sehat sejak muda dapat mengurangi risiko penyakit degeneratif, seperti tekanan darah tinggi, gangguan jantung, dan gangguan ginjal.

Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam, Divisi Ginjal-Hipertensi, Departemen Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit dr Cipto Mangunkusumo, Suhardjono, Rabu (24/4), di Jakarta, mengatakan, untuk hidup sehat, tubuh memerlukan nutrisi penting seperti karbohidrat, lemak, dan protein, serta nutrisi tambahan seperti vitamin dan mineral.

”Nutrisi tersebut harus dikonsumsi semua, tidak boleh ada yang ditinggalkan. Namun, bila konsumsi karbohidrat dan lemak berlebihan, bisa mengakibatkan kegemukan yang mengundang berbagai penyakit,” katanya.

Kegemukan, kata Suhardjono, berpotensi menyebabkan tekanan darah tinggi, gangguan insulin, dan peradangan. Faktor-faktor itu dalam jangka panjang berpotensi merusak ginjal.

Saat ini, kasus gagal ginjal terus meningkat dan berdampak meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular alias gangguan jantung dan pembuluh darah. Kematian pasien gagal ginjal akibat penyakit jantung dan pembuluh darah sangat tinggi. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) tahun 2000, 56 juta kematian di dunia setiap tahun disebabkan penyakit ginjal.

Pola makan sehat

Untuk menekan faktor risiko terjadinya kerusakan ginjal, Suhardjono menyarankan pola makan sehat. Maksudnya, pola makan yang lebih banyak porsi air, sayur, dan buah sesuai piramida makanan. ”Makanan berlemak, berminyak, dan manis berada di ujung tertinggi piramida sehingga porsinya lebih kecil,” katanya.

Pola makan sehat harus diterapkan sejak dini. ”Pada bayi sampai usia empat tahun, sel lemak masih dibutuhkan untuk tumbuh dan berkembang. Tapi setelah itu, sel tidak lagi tumbuh, melainkan akan membesar. Jika makan terlalu banyak lemak, bisa terjadi kegemukan bahkan obesitas,” kata Suhardjono.

Dokter spesialis penyakit jantung dan pembuluh darah dari Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Santoso Karo Karo, mengatakan, diet yang seimbang dibutuhkan agar kondisi jantung tetap sehat. Konsumsi garam yang berlebihan dapat meningkatkan risiko tekanan darah tinggi. Pada akhirnya, hal itu membuat kerja jantung lebih berat.

Santoso mengatakan, pola makan yang sehat harus meminimalkan asupan garam, gula, dan lemak. Sebaliknya, kaya serat seperti sayur, buah, dan biji-bijian.

”Kalori dari gula tidak boleh lebih dari 10 persen dari total kebutuhan sehari karena sumber gula bermacam-macam. Garam tidak lebih dari 6 gram. Lemak berkisar 5-10 persen dari makanan yang kita makan,” katanya.

Di Indonesia, pola makan rendah garam sulit diterapkan karena banyak makanan yang diasinkan. Masyarakat juga umumnya masih mementingkan asupan karbohidrat banyak. ”Yang penting kenyang,” ujarnya.

Rendahnya aktivitas fisik dan jarang berolahraga memperbesar risiko terjadinya penyakit jantung. Sesuai rekomendasi World Society of Sport, orang berusia 25-55 tahun disyaratkan berjalan setidaknya 10.000 langkah setiap hari atau rata-rata 3,5 kilometer.

Pola makan sehat rendah garam, gula, dan lemak, kata Santoso, sebaiknya diterapkan sejak anak dalam kandungan. Mengurangi garam saat hamil dapat menghindarkan ibu dari preeklamsia dan bayi lahir dengan berat badan rendah. Bayi seperti ini berpotensi terkena penyakit jantung di masa dewasa.

Mengurangi asupan gula saat hamil dapat menekan risiko bayi lahir dengan berat badan berlebih dan nantinya berisiko menderita diabetes. (DOE)


Sumber :
Kompas Cetak
»»  READMORE...

Mangga Berkhasiat Turunkan Gula Darah

Ilustrasi





Mangga merupakan buah super yang sarat vitamin dan memiliki beragam khasiat pencegahan penyakit. Penelitian terbaru menunjukkan kandungan polifenol dalam mangga berpotensi mencegah obesitas dengan cara menurunkan kadar gula darah.

Buah yang lezat ini juga diketahui mampu melawan reaksi inflamasi pemicu kanker. Penelitian yang dipresentasikan dalam konferensi Experimental Biology 2013 menyebutkan, peningkatan kadar gula darah bisa menyebabkan diabetes atau obesitas.

Polifenol adalah jenis mikronutrien yang ditemukan dalam tanaman. Beberapa penelitian telah mengaitkan polifenol dengan berbagai manfaat pencegahan penyakit.

Mangga termasuk buah yang kaya polifenol, termasuk jenis antioksidan seperti mangiferin yang akan meningkatkan metabolisme dan melawan diabetes, quercetin yang melawan inflamsi dan hipertensi, serta kaempferol yang menghambat pertumbuhan kanker.

Dr.Edralin Lucas dari Oklahoma University melakukan penelitian terhadap 20 orang obesitas. Mereka diberikan 10 gram buah mangga yang sudah dikeringkan untuk dikonsumsi setiap hari selama 12 minggu.

Di akhir periode studi, kadar gula darah para partisipan diukur dan diketahui adanya penurunan yang signifikan. Meski begitu tidak ada perbedaan dalam kadar lemak tubuh.

Lucas menjelaskan hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian pada hewan yang menunjukkan konsumsi mangga menurunkan kadar gula darah pada tikus yang diberi makanan tinggi lemak.

Sementara itu penelitian lain akan buah mangga dilakukan oleh Dr.Susanne Mertens-Talcott dari Texas A&M University. Ia menemukan polifenol dalam mangga menghambat respon inflamasi pada sel kanker dan nonkanker yang diisolasi di laboratorium.

Akan tetapi penelitian Mertens-Talcott itu masih harus ditindak lanjuti dengan penelitian pada manusia.

Meski begitu penelitian ini memperkuat studi-studi sebelumnya yang mengungkapkan bahwa polifenol pada mangga menghambat pertumbuhan sel kanker payudara dan mengurangi ukuran tumor pada tikus. Kandungan tertentu yang disebut gallotannins juga membantu mematikan sel-sel kanker kolon tanpa merusak sel yang sehat.



Sumber :
»»  READMORE...

Mencegah Anak Menjadi Picky Eater

Ilustrasi



Susah makan atau selalu menolak makanan yang bukan kesukaannya alias picky eater sering terjadi pada balita. Kondisi ini bukan hanya membuat jengkel tapi juga membuat orangtua cemas dengan kecukupan nutrisinya.

Memberi makan balita sebenarnya sederhana, sebelum ia belajar akan kemandirian dan mengerti makanan favorit. Untuk itu orangtua perlu menyiasati agar si kecil tak berubah menjadi "monster" di waktu makan.

Berikut beberapa tip yang bisa dipraktikkan orangtua untuk mencegah anak menjadi pemilih dalam hal makanan.

1. Kenalkan sejak awal
Perkenalkan berbagai jenis rasa makanan sejak awal, bahkan sebelum ia bisa mengunyah. Beberapa ahli mengatakan, janin dalam kandungan sudah bisa merasakan apa yang dimakan ibunya. Jadi, sejak hamil sebaiknya Anda mengonsumsi berbagai jenis makanan sehat.

Teruskan kebiasaan mengonsumsi berbagai jenis makanan di masa menyusui sehingga bayi mulai mengenal rasa makanan lewat ASI. Kemudian mulailah memperkenalkan sayuran lebih dulu sebelum buah. Jika terbalik nantinya anak cenderung lebih menyukai rasa manis.

2. Hanya makan yang ada di rumah
Hanya sajikan makanan sehat di rumah dan jangan buat perbedaan menu antara anak dengan orangtua. Lupakan kebiasaan menyimpan berbagai kudapan tidak sehat di kulkas Anda.

3. Makan bersama
Anak-anak selalu mencontoh orang di sekitarnya, terutama orangtuanya. Karena itu melihat Anda selalu makan makanan sehat akan mendorong mereka melakukan hal serupa. Jika anak ingin mencoba makanan di piring Anda berikan saja sehingga pengalaman ia akan rasa dan tekstur makanan semakin kaya.

Hindari membuat perbedaan antara "makanan anak" dengan makanan "orangtua". Jika anak sudah cukup besar untuk memahami penjelasan, beritahu bahwa ia sekarang sudah menjadi "anak besar" dan makan makanan orang dewasa seperti milik ayah ibu. Konsep tentang "anak besar" biasanya akan membuat anak bangga dan lebih mudah diajak beralih makanan.

4. Sembunyikan makanan bernutrisi
Pastikan setiap jenis panganan yang disantap anak bernutrisi.  Anda bisa menyisatinya dengan menyembunyikan bahan pangan sehat dalam berbagai makanan favoritnya. Misalnya menyembunyikan bayam dan wortel dalam adonan perkedel. Atau jika si kecil hobi menyantap kentang goreng, buatlah sayuran potong berlapis tepung yang digoreng.

5. Mulai dengan aturan "satu gigit"
Piring besar dengan berbagai jenis makanan bisa membuat anak merasa tertekan untuk menghabiskan. Lebih baik sajikan dalam porsi kecil untuk satu jenis makanan sehingga anak lebih tergugah makan. Setelah ia menghabiskan, ia boleh memilih makanan lain yang ingin dimakannya.  Ceritakan pada anak betapa lezatnya makanan yang sudah Anda buat dan pastikan Anda juga menyantap dan menikmatinya.

6. Tunggu lapar
Anak yang sedang lapar biasanya akan lebih mudah menyantap semua makanan yang disodorkan. Tetapi menunggu anak sampai lapar bisa membuat cemas orangtua karena ada anak-anak yang tampak tak pernah lapar meski seharian baru makan sepotong roti.

Tawarkan makanan pada anak di waktu makan. Jika anak selalu menolak, jangan langsung menyerah dan membuatkannya susu.


Sumber :
FOX NEWS
»»  READMORE...

Selasa, 23 April 2013

Penyakit Raja Singa Kemungkinan "Sulit Diobati"

Bakteri Neisseria gonorrhoeae penyebab penyakit Raja Singa


Penyakit kelamin jenis gonore (dikenal di Indonesia dengan nama kencing nanah atau raja singa) kemungkinan akan segera menjadi jenis penyakit yang kebal pengobatan antibiotika.

Sebuah konferensi para pakar mikrobiologi di Inggris akan mengumumkan peringatan terbaru terkait upaya penyembuhan penyakit kelamin yang diisebabkan bakteri Neisseria gonorrhoeae ini pada Selasa (23/4/2013).

Penyakit kelamin menjadi ancaman serius dalam upaya kesehatan dunia. Sebab, menurut PBB, setidaknya aktivitas seksual tak aman saat ini telah menyebabkan penyebaran penyakit kelamin hingga seratus juta kasus lebih secara global setiap tahun.

Seorang pakar mikrobiologi asal Inggris, Professor Cathy Ison, akan menjadi pembicara dalam konferensi tersebut dan menyatakan akan menyerukan pada berbagai otoritas kesehatan dunia agar melakukan berbagai tindakan pencegahan penyebaran penyakit kelamin, sementara penelitian mencari terobosan pengobatan terbaru dilakukan.

Professor Ison akan menyerukan agar upaya pencegahan penyebaran gonorrhea dilakukan dengan kampanye seks aman dan pemeriksaan rutin.

Dengan demikian, diharapkan penyebaran gonorrhea setidaknya dapat diikuti dengan temuan pola pengobatan baru untuk menggantikan metode antibiotika yang sudah tak mempan lagi.

Sumber :
»»  READMORE...

Senin, 22 April 2013

Hobi Berkebun Bikin Langsing




Melihat tanaman dan bunga-bunga tumbuh subur berkat kesukaan kita berkebun memang menyenangkan. Namun ada manfaat lain yang bisa Anda dapatkan dengan berkebun, yakni membuat tubuh lebih langsing.
Sebuah studi baru mengatakan, orang yang hobi berkebun rata-rata memiliki indeks massa tubuh atau body mass index (BMI) yang lebih rendah daripada mereka yang tidak.

Penulis studi Cathleen Zick, profesor dari Universitas of Utah mengatakan, sebelumnya sudah diketahui bahwa berkebun dapat memberikan manfaat positif. "Namun hingga sekarang, kami belum memiliki data yang menunjukkan keuntungan kesehatan yang dapat diukur dari mereka yang berkebun," ujarnya.

Zick dan timnya menelaah BMI dari 198 orang dengan hobi berkebun di Salt Lake City. Para peneliti membandingkan mereka dengan tetangganya yang tidak memiliki hobi yang sama. BMI merupakan pengukuran lemak tubuh berdasarkan tinggi dan berat tubuh.

BMI dari wanita yang hobi berkebun rata-rata 1,84 poin lebih rendah dari tetangganya yang tidak. Sedangkan bagi pria yang hobi berkebun rata-rata memiliki BMI 2,36 poin yang lebih rendah daripada tetangganya yang tidak.

Menurut studi yang dimuat dalam American Journal of Public Health ini, mereka yang hobi berkebun juga memiliki kecenderungan lebih rendah untuk berkelebihan berat badan. Bagi pria kemungkinannya 62 persen lebih rendah, sedang bagi wanita 46 persen lebih rendah dibandingkan dengan tetangganya yang tidak.

Para peneliti juga menemukan, mereka yang hobi berkebun juga memiliki BMI yang lebih rendah daripada saudara kandungnya yang berjenis kelamin sama. Rata-rata BMI wanita dengan hobi berkebun 1,88 poin lebih rendah daripada saudara perempuannya, dan pria dengan hobi berkebun 1,33 poin lebih rendah daripada saudara laki-lakinya.

Menariknya, manfaat ini juga berlaku bagi pasangan wanita atau pria yang memiliki hobi berkebun. Para peneliti mencatat, pasangan cenderung untuk membantu kegiatan berkebun dan mendapat makanan yang lebih sehat hasil berkebun.

"Temuan ini mendukung ide bahwa hobi berkebun merupakan aset untuk memperbaiki gaya hidup yang lebih sehat," ujar Zick. Kendati demikian, studi ini belum dapat menunjukkan hubungan sebab-akibat.

Sumber :
Healthday News
»»  READMORE...

Bayi Kenal Lingkungannya di Usia 5 Bulan






Meski tampak lemah dan tak berdaya, bayi ternyata sudah mulai mengenali lingkungan sekitarnya di usia 5 bulan. Hal ini disebabkan mekanisme internal dalam otak untuk menerima fakta yang ada di sekelilingnya seperti halnya pada orang dewasa, sudah berfungsi sempurna.

Sebetulnya pada usia tiga bulan  jumlah sambungan otak pada bayi mencapai 3 triliun sambungan. Jumlah tersebut akan meningkat tiga kali lipat dalam setahun pertama usianya. Para ilmuwan selalu ingin tahu apa saja sebetulnya yang sudah diketahui bayi pada usia 3 bulan dan bagaimana mereka mengetahuinya.

“Pada usia lima bulan, fungsi mekanisme internal  otak sudah meyerupai orang dewasa. Kendati para bayi tidak bisa mengatakan apa saja yang dilihatnya,” kata pemimpin riset Dr. Sid Kouider dari École Normale Supérieure, Paris. Studi yang dilakukan tim French neuroscientists ini telah dipublikasikan di jurnal Science. Penelitian menggunakan 80 bayi berusia 5, 12 dan 15 bulan. Para partisipan ditunjukkan foto wajah manusia dan dilihat bagaimana responnya.

Para bayi menggunakan “topi” yang penuh elektroda dan kemudian ditunjukkan sebuah foto yang sama beberapa kali. Awalnya sebuah foto ditunjukkan dalam waktu yag tidak lama. Waktu ini bahkan relatif cepat bagi orang dewasa untuk bisa mengingat sebuah foto. Lamanya waktu perlahan ditingkatkan. Setiap foto ditampilkan pada layar komputer, yang dilengkapi bel penanda untuk menarik perhatian bayi.

Biasanya pada orang dewasa, area otak yang berkaitan dengan visual tanpa disadari akan aktif walau foto ditampilkan dalam waktu tidak lama. Ketika sebuah foto ditampilkan dalam waktu setidaknya 300 milidetik, neuron akan mengirim sinyal dari pusat penglihatan yang terdapat di bagian belakang otak. Sinyal ini kemudian dikirim ke daerah prefrontal cortex yang ada di bagian depan otak. Mekanisme orang dewasa dan bayi ternyata sama dalam menyimpan memori dan menyadari wajah pada sebuah foto. Sinyal ini disebut later slow wave atau nonlinear cortical response.

Aktivitas virtual cortex dan later slow wave ditemukan pada setiap responden bayi. Respon paling lemah ditemukan pada bayi termuda, dan hanya ditemukan bila foto ditunjukkan dalam  waktu 900 milidetik sampai lebih dari satu detik. Pada bayi tertua responnya lebih signifikan dan terlihat walau foto hanya ditunjukkan selama 750 milidetik.

“Kami percaya nonlinear cotrical bisa menjadi penanda kapan pikiran disebut sadar,” kata Kouider. Kesadaran ini berhubungan degan kerja otak yang terus bisa menangkap rangsang, walau kekuatan stimulan lemah.

Hasil temuan ini bisa diaplikasikan pada orang dewasa yang tidak mampu mengkomunikasikan apa yang dilihatnya, misalnya pada pasien koma. Teknik yang sama bisa diaplikasikan kalangan profesioal medis, untuk mengerti persepsi penyakit atau hasil pembiusan pada anak.


Sumber :
Medical News Today
»»  READMORE...

Siapa Bilang Ayah tak Lihai Kenali Tangis Bayi?

Bayi sudah membangun kelekatan dan merasa nyaman bila berada di dekat orang yang memenuhi kebutuhannya dan memberinya kasih sayang.
Faktor gender ternyata tak menentukan kemampuan orangtua dalam mengenali tangisan bayi mereka. Intesitas dan kebersamaan orangtua dengan anak ternyata lebih memegang peranan. Hasil penelitian ini mengindikasikan, mungkin saja tidak ada yang disebut naluri keibuan. Kemampuan mengenali tangisan bayi, bukan hanya monopoli sang ibu, tetapi bisa saja menjadi milik ayah.

Ini merupakan analisa para ahli dari The University of Saint-Etienne, Paris, Prancis. Dipimpin Prof. Nicolas Mathevon, tim ilmuwan ini merekam 29 tangisan bayi berusia 58 hingga 153 hari. Sebanyak 15 bayi berasal dari Paris, sementara 14 bayi dari Democratic Republic of Congo.  Ilmuwan berharap dapat melihat hubungan antara kultur negara dengan pola asuh orangtua dalam mengenali tangisan bayi.

“Ayah dan ibu sama baiknya dalam mengenali tangisan anak. Kemampuan ini sangat ditentukan seringnya menghabiskan waktu bersama. Kebudayaan tidak ada masalah sepanjang orangtua asering menghabiskan waktu bersama anak,” kata Nicolas yang penelitiannya dimuat dalam jurnal Nature Communications.

Para orangtua yang terdiri atas 29 ibu dan 27 ayah diperdengarkan 5 tangisan bayi. Tangisan bayi yang direkam adalah saat bayi mandi, dan bermain bersama orangtua. Dari kelima rekaman tersebut, orangtua diminta menebak yang mana bayi mereka.

Hasilnya, sekitar 90 persen orangtua mengenali tangisan bayinya. Ada 98 persen ibu yang berhasil mengenali tangisan bayinya, sedangkan ayah mendapat porsi 90 persen. Ayah yang hanya menghabiskan waktu bersama bayi kurang dari 4 jam sehari, hanya berhasil mengidetifikasi tangisan sebesar 75 persen. Hal yang sama berlaku juga pada ibu yang jarang meluangkan waktu bersama bayinya.

Ikatan yang erat antara orangtua dan anak menjadi jawabannya. Semakin sering meluangkan waktu bersama, orangtua semakin mengenali bagaimana karakter anak termasuk suara tangisannya. Sebaliknya, anak juga semakin nyaman dengan kehadiran orangtua di dekatnya.




Ayah dan ibu sama baiknya dalam mengenali tangisan anak. Kemampuan ini sangat ditentukan seringnya menghabiskan waktu bersama. Kebudayaan tidak ada masalah sepanjang orangtua sering menghabiskan waktu bersama anak.

Sumber :
»»  READMORE...