BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Retinoblastoma
adalah salah satu penyakit kanker primer pada mata yang paling sering dijumpai
pada bayi dan anak. Penyakit ini tidak hanya dapat mengakibatkan kebutaan,
melainkan juga kematian. Di negara berkembang, upaya pencegahan dan deteksi
dini belum banyak dilakukan oleh para orang tua. Salah satu sebabnya adalah
pengetahuan yang masih minim mengenai penyakit kanker tersebut.
Dalam
penelitian menyebutkan bahwa 5-10% anak usia prasekolah dan 10% anak usia
sekolah memiliki masalah penglihatan. Namun seringkali anak-anak sulit
menceritakan masalah penglihatan yang mereka alami. Karena itu, skrining mata
pada anak sangat diperlukan untuk mendeteksi masalah penglihatan sedini
mungkin. Setidaknya anak diperiksakan ke dokter mata setiap 2 tahun dan harus
lebih sering apabila telah ditemukan masalah spesifik atau terdapat faktor
risiko.
Untuk
itu kami menyusun makalah ini dengan tujuan berbagi pengetahuan tentang
penyakit retina blastoma ke masyarakat luas yang mana di negara Indonesia masih
kurang di perhatikan. Dan kami sebagai perawat perlu memahami dan
mengetahui mengenai asuhan keperawatan terhadap pasien dengan retino blastoma.
1.2.Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah
konsep teori retino blastoma?
2.
Bagaimana
asuhan keperawatan pada anak dengan retinoblastoma?
1.3.Tujuan
Mengetahui pengertian dari penyakit
retino blastoma.
Mengetahui etiologi dari penyakit retino
blastoma.
Mengetahui manifestasi klinis dari penyakit
retina blastoma.
Mengetahui patofisiologi dari penyakit retino
blastoma.
Mengetahui penatalaksanaan terhadap
pasien retino blastoma.
Mengetahui asuhan keperawatan yang tepat pada pasien retino blastoma
BAB II
ISI
2.1. Definisi
Retinoblastoma
adalah tumor endo-okular pada anak yang mengenai saraf embrionik retina. Kasus
ini jarang terjadi, sehingga sulit untuk dideteksi secara awal. Rata rata usia
klien saat diagnosis adalah 24 bulan pada kasus unilateral, 13 bulan pada kasus
kasus bilateral. Beberapa kasus bilateral tampak sebagai kasus unilateral, dan
tumor pada bagian mata yang lain terdeteksi pada saat pemeriksaan evaluasi. ini
menunjukkan pentingnya untuk memeriksa klien dengan dengan anestesi pada anak
anak dengan retinoblastoma unilateral, khususnya pada usia dibawah 1 tahun.
(Pudjo Hagung Sutaryo, 2006 ).
2.2. Etiologi
Retinoblastoma
terjadi secara familiar atau sporadik. Namun dapat juga diklasifikasikan
menjadi dua subkelompok yag berbeda, yaitu bilateral atau unilateral dan
diturunkan atau tidak diturunkan. Kasus yang tidak diturunkan selalu
unilateral, sedangkan 90 % kasus yang diturunkan adalah bilateral, dan
unilateral sebanyak 10%. Gen retinoblastoma (RBI) diisolasi dari kromosom
13q14, yang berperan sebagai pengatur pertumbuhan sel pada sel normal.
Penyebabnya adalah tidak terdapatnya gen penekan tumor, yang sifatnya
cenderung diturunkan. Kanker bisa menyerang salah satu mata yang bersifat
somatic maupun kedua mata yang merupakan kelainan yang diturunkan secara
autosom dominant. Kanker bisa menyebar ke kantung mata dan ke otak (melalu
saraf penglihatan/nervus optikus).
2.3. Manifestasi klinis
Gejala
retinoblastoma dapat menyerupai penyakit lain dimata. Bila letak tumor
dimakula, dapat terlihat gejala awal strabismus. Massa tumor yang semakin
membesar akan memperlihatkan gejala leukokoria, tanda-tanda peradangan di
vitreus (Vitreous seeding) yang menyerupai endoftalmitis. Bila sel-sel tumor
terlepas dan masuk ke segmen anterior mata , akan menyebabkan glaucoma atau
tanda-tanda peradangan berupa hipopion atau hifema. Pertumbuhan tumor ini dapat
menyebabkan metastasis dengan invasi tumor melalui nervus optikus ke otak,
melalui sclera ke jaringan orbita dan sinus paranasal, dan metastasis jauh ke
sumsum tulang melalui pembuluh darah. Pada fundus terlihat bercak kuning
mengkilat, dapat menonjol kebadan kaca. Di permukaan terdapat neovaskularisasi
dan perdarahan. Warna iris tidak normal. Penyebaran secara limfogen, ke
kelenjar limfe preaurikular dan submandibula dan, hematogen, ke sumsum tulang
dan visera, terutama hati.
Kanker
retina ini pemicunya adalag faktor genetik atau pengaruh lingkungan dan infeksi
virus. Gejala yang ditimbulkan retinoblastoma adalah timbulnya bercak putih di
bagian tengah mata atau retina, membuat mata seolah-olah bersinar bila terkena
cahaya. Kemudian kelopak mata menurun dan pupil melebar, penglihatan terganggu
atau mata kelihatan juling. Tapi apabila stadium berlanjut mata tampak
menonjol. Jadi apabila terihat tanda-tanda berupa mata merah, berair, bengkak,
walaupun sudah diberikan obat mata dan pada kondisi gelap terlihat seolah
bersinar seperti kucing jadi anak tersebut bisa terindikasi penyakit
retinoblastoma.
2.4.Patofisiologi
Jika letak tumor di macula, dapat terlihat gejala awal strabismus. Massa tumor
yang semakin membesar akan memperlihatkan gejala leukokoria, tanda-tanda
peradangan vitreus yang menyerupai endoftalmitis. Jika sel-sel tumor terlepas
dan masuk ke segmen anterior mata, akan menyebabkan glaucoma atau tanda
peradangan berupa hipopion atau hifema. Pertumbuhan tumor ini dapat menyebabkan
metastasis dengan invasi tumor melalui; nervus optikus ke otak, sclera ke
jaringan orbita dan sinus paranasal, dan metastasis jauh kesumsum tulang
melalui pembuluh darah. Pada fundus terlihat bercak kuning mengkilat, dapat
menonjol ke badan kaca. Dipermukaan terdapat neovaskularisasi dan perdarahan.
Warna iris tidak normal. Penyebaran secara limfogen, ke kelenjar limfe
preaurikuler dan submandibula serta secara hematogen ke sumsum tulang dan
visera.
2.5.Klasifikasi Stadium
Menurut
Reese-Ellsworth, retino balastoma digolongkan menjadi :
1. Golongan I
a. Tumor soliter/multiple kurang dari 4 diameter pupil.
b. Tumor multiple tidak lebih dari 4dd,dan terdapat pada atau dibelakang ekuator
2. Golongan II
a. Tumor solid dengan diameter 4-10 dd pada atau belakang ekuator
a. Tumor soliter/multiple kurang dari 4 diameter pupil.
b. Tumor multiple tidak lebih dari 4dd,dan terdapat pada atau dibelakang ekuator
2. Golongan II
a. Tumor solid dengan diameter 4-10 dd pada atau belakang ekuator
b. Tumor multiple dengan diameter 4-10 dd pada atau
belakang ekuator
3. Golongan III
a. Beberapa lesi di depan ekuator
3. Golongan III
a. Beberapa lesi di depan ekuator
b. Tumor ada di depan ekuator atau tumor soliter
berukuran >10 diameter papil
4. Golongan IV
a. Tumor multiple sebagian besar > 10 dd
4. Golongan IV
a. Tumor multiple sebagian besar > 10 dd
b. Beberapa lesi menyebar ke anterior ke ora
serrata
5. Golongan V
a. Tumor masif mengenai lebih dari setengah retina
b. Penyebaran ke vitreous
5. Golongan V
a. Tumor masif mengenai lebih dari setengah retina
b. Penyebaran ke vitreous
Tumor
menjadi lebih besar, bola mata memebesar menyebabakan eksoftalmus kemudian dapt
pecah kedepan sampai keluar dari rongga orbita disertai nekrose diatasnya.
Menurut
Grabowski dan Abrahamson, membagi penderajatan berdasarkan tempat utama dimana
retinoblastoma menyebar sebagai berikut :
1.
Derajat I intraokular
a.
tumor retina.
b.
penyebaran ke lamina fibrosa.
c.
penyebaran ke ueva.
2.
Derajat II orbita
a.
Tumor orbita : sel sel episklera yang tersebar, tumor terbukti
dengan biopsi.
b.
Nervous optikus.
2.6. Penatalaksanaan
Dua
aspek pengobatan retinoblastoma harus diperhatikan, pertama adalah pengobatan
local untuk jenis intraocular, dan kedua adalah pengobatan sistemik untuk jenis
ekstrokular, regional, dan metastatic.
Hanya
17% pasien dengan retinoblastoma bilateral kedua matanya masih terlindungi.
Gambaran seperti ini lebih banyak pada keluarga yang memiliki riwayat keluarga,
karena diagnosis biasanya lebih awal. Sementara 13% pasien dengan
retinoblastoma bilateral kedua matanya terambil atau keluar karena penyakit
intraocular yang sudah lanjut, baik pada waktu masuk atau setelah gagal
pengobatan local.
Jenis terapi
- Pembedahan
Enukleasi
adalah terapi yang paling sederhana dan aman untuk retinoblastoma. Pemasangan
bola mata palsu dilakukan beberapa minggu setelha prosedur ini, untuk
meminimalkan efek kosmetik. Bagaimanapun, apabila enukleasi dilakukan pada dua
tahun pertama kehidupan, asimetri wajah akan terjadi karena hambatan
pertumbuhan orbita. Bagaimanapun, jika mata kontralateral juga terlibat cukup
parah, pendekatan konservatif mungkin bisa diambil.
Enukleasi
dianjurkan apabila terjadi glaukoma, invasi ke rongga naterior, atau terjadi
rubeosis iridis, dan apabila terapi local tidak dapat dievaluasi karena katarak
atau gagal untuk mengikuti pasien secara lengkap atau teratur. Enuklasi dapat
ditunda atau ditangguhkan pada saat diagnosis tumor sudah menyebar ke
ekstraokular. Massa orbita harus dihindari. Pembedahan intraocular seperti
vitrektomi, adalah kontraindikasi pada pasien retinoblastoma, karena akan
menaikkan relaps orbita.
2. External beam radiotherapy (EBRT)
Retinoblastroma
merupakan tumor yang radiosensitif dan radioterapi merupakan terapi efektif
lokal untuk khasus ini. EBRT mengunakan eksalator linjar dengan dosis 40-45 Gy
dengan pemecahan konvensional yang meliputi seluruh retina. Pada bayi mudah
harus dibawah anestesi dan imobilisasi selama prosedur ini, dan harus ada
kerjasama yang erat antara dokter ahli mata dan dokter radioterapi untuk
memubuat perencanan. Keberhasilan EBRT tidak hanya ukuran tumor, tetapi
tergantung teknik dan lokasi. Gambaran regresi setelah radiasi akan terlihat dengan
fotokoagulasi. Efek samping jangka panjang dari radioterapi harus diperhatikan.
Seperti enuklease, dapat terjadi komplikasi hambatan pertumbuhantulang orbita,
yang akhirnya akan meyebabkan ganguan kosmetik. Hal yang lebih penting adalah
terjadi malignasi skunder.
3. Radioterapi plaque
Radioaktif
episkeral plaque menggunakan 60 Co, 106 Ro, 125 I sekarang makin sering
digunakan untuk mengobati retinoblastoma. Cara itu biasanya digunakan untuk
tumoryang ukurannya kecil sa,pai sedang yang tidak setuju dengan kryo atau
fotokoagulasi, pada kasus yang residif setelah EBRT, tetapi akhir-akhir ini
juga digunakan pada terapi awal, khusunya setelah kemoterapi. Belum ada bukti
bahwa cara ini menimbulkan malignansi sekunder.
4. Kryo atau fotokoagulasi
Cara
ini digunakan untuk mengobati tumor kecil (kurang dari 5 mm) dan dapat diambil.
Cara ini sudah secara luas digunakan dan dapat diulang beberapa kali sampai
kontrol lokal terapi. Kryoterapi biasanya ditujukan unntuk tumorbagian
depan dan dilakukan dengan petanda kecil yang diletakkan di konjungtiva.
Sementara fotokoagulasi secara umum digunakan untuk tumor bagian belakang baik
menggunakan laser argon atau xenon. Fotokoagulasi tidak boleh diberikan pada
tumor dekat makula atau diskus optikus, karena bisa meninggalkan jaringan parut
yang nantinya akan menyebabkan ambliopi. Kedua cara ini tidak akan atau sedikit
menyebabkan komplikasi jangka panjang.
5. Modalitas yang lebih baru
Pada
beberapa tahun terakhir,banyak kelompok yang menggunakan kemoterapi sebagai
terapi awal untuk kasus interaokular, dengan tujuan untuk menguraagi ukuran
tumor dan membuat tumor bisa diterapi secara lokal. Kemoterapi sudah dibuktikan
tidak berguna untuk kasus intraocular, tetapi dengan menggunakan obat yang
lebih baru dan lebih bisa penetrasi ke mata, obat ini muncul lagi. Pendekatan
ini digunakan pada kasus-kasus yang tidak dilakukan EBICT atau enukleasi,
khususnya kasus yang telah lanjut. Carboplatin baik sendiri atau dikombinasi
dengan vincristine dan VP16 atau VM26 setelah digunakan. Sekarang kemoreduksi
dilakukan sebagai terspi awal kasus retinoblastoma bilateral dan mengancam
fungsi mata.
6. Kemoterapi
Protocol
adjuvant kemoterapi masih kontrovensial. Belum ada penelitian yang luas,
prospektif dan random. Sebagian besar penelitian didasarkan pada sejumlah kecil
pasien dengan perbedaan resiko relaps. Selain itu juga karena kurang
diterimanya secra luas sistem stadium yang dibandingkan dengan berbagai macam
variasi. Sebagian besar penelitian didasarkan pada gambaran factor risiko
secara histopatologi.
Penentuan
stadium secara histopatologi setelah enukleasi sangat penting untuk menentukan
risiko relaps. Banyak peneliti memberikan kemoterapi adjuvant untuk
pasien-pasien retinoblastoma intraokular dan memiliki faktor risiko potensial
seperti nervus optikus yang pendek (< 5 mm), tumor undifferentiated, atau
invasi ke nervus optikus prelaminar. Kemoterapi ingtratekal dan radiasi
intracranial untuk mencegah penyebaran ke otak tidak dianjurkan.
Apabila
penyakitnya sudah menyebar ke ekstraokuler, kemoterapi awal dianjurkan. Obat
yang digunakan adalah carboplatin, cis;platin, etoposid, teniposid,
sikofosfamid, ifosfamid, vinkristin, adriamisin, dan akhir-akhir ini adalah
dikombinasi dengan idarubisin. Meskipun laporan terakhir menemukan bahwa invasi
keluar orbita dan limfonodi preauricular dihubungkan dengan keluaran yang
buruk, sebagian besar pasien ini akan mencapai harapan hidup yang panjang
dengan pendekatan kombinasi kemoterapi, pembedahan, dan radiasi. Meskipun
remisi bisa dicapai oleh pasien dengan metastasis, biasanya mempunyai kehidupan
pendek. Hal ini biasanya dikaitkan dengan ekspresi yang belebihan p 170
glikoprotein pada retinoblastoma, yang dihubungkan dengan multidrug resistance
terhadap kemoterapi.
2.7. Asuhan Keperawatan pada Pasein
Retinoblastoma
Suatu sistem dalam merencanakan
pelayanan asuhan keperawatan yang mempunyai empat tahapan yang terdiri dari
pengkajian, perencanaan, implementasi, dan evaluasi (Lismidar,1990).
Pengkajian
Merupakan tahap awal dari landasan proses keperawatan.
Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan yaitu, pengumpulan data,
pengelompokan data, dan perumusan diagnosis keperawatan (Lismidar, 1990).
a. Pengumpulan
data
1)
Identitas pasien
Meliputi nama, umur untuk mengetahui angka kejadian pada
usia keberapa, jenis kelamin untuk membandingkan angka kejadian antara
laki-laki dan perempuan, pekerjaan untuk mengetahui apakah penderita sering
menggunakan tenaga secara berlebihan atau tidak.
2)
Riwayat penyakit sekarang
Pada pengkajian ini yang perlu dikaji adanya keluhan pada
penglihatan seperti penglihatan kabur, melihat kilatan–kilatan kecil, adanya
tirai hitam yang menutupi area penglihatan, adanya penurunan tajam penglihatan.
3)
Riwayat penyakit dahulu
Adakah riwayat penyakit dahulu yang diderita pasien yang
berhubungan dengan timbulnya retinoblastoma yaitu adanya
miopi tinggi, retinopati, trauma pada mata.
4)
Riwayat penyakit keluarga
Adakah anggota keluarga lain yang mengalami penyakit
seperti yang dialami pasien dan miopi tinggi.
5)
Riwayat psikososial dan spiritual
Bagaimana hubungan pasien dengan anggota keluarga yang
lain dan lingkungan sekitar sebelum maupun sesudah sakit. Apakah pasien
mengalami kecemasan, rasa takut, kegelisahan karena penyakit yang dideritanya
dan bagaimana pasien menggunakan koping mekanisme untuk menyelesaikan masalah
yang dihadapinya.
6)
Pola-pola fungsi kesehatan
Masalah yang sering muncul pada pasien dengan post
ablasio retina apabila tidak terdapat komplikasi, adalah sebagai berikut :
(a)
Pola persepsi dan tata laksana hidup
Bagaimana persepsi pasien tentang hidup sehat, dan apakah
dalam melaksanakan talaksana hidup sehat penderita membutuhkan bantuan orang
lain atau tidak.
(b)
Pola tidur dan istirahat
Dikaji berapa lama tidur, kebiasaan disaat tidur dan
gangguan selama tidur sebelum pelaksanaan operasi dan setelah palaksanaan
operasi. Juga dikaji bagaimana pola tidur dan istirahat selama masuk rumah
sakit.
(c)
Pola aktifitas dan latihan
Apa saja kegiatan sehari-hari pasien sebelum masuk rumah
sakit. Juga ditanyakan aktifitas pasien selama di rumah sakit, sebelum dan
setelah pelaksanaan operasi.
(d)
Pola hubungan dan peran
Bagaimana hubungan pasien dengan lingkungan sekitarnya.
Apakah peranan pasien dalam keluarga dan masyarakat. Juga ditanyakan bagaimana
hubungan pasien dengan pasien lain dirumah sakit,sebelum dan setelah
pelaksanaan operasi.
(e) Pola
persepsi dan konsep diri
Bagaimana body image, harga diri, ideal diri, dan
identitas diri pasien. Apakah ada perasaan negatif terhadap dirinya. Juga
bagaimana pasien menyikapi kondisinya setelah palaksanaan operasi.
(f)
Pola sensori dan kognitif
Bagaimana daya penginderaan pasien. Bagaimana cara
berpikir dan jalan pikiran pasien.
(g)
Pola penanggulangan stress
Bagaimana pasien memecahkan masalah yang dihadapi dan
stressor yang paling sering muncul pada pasien.
7)
Pemeriksaan
a)
Status kesehatan umum
Bagaimana keadaan penyakit dan tanda-tanda vitalnya.
b)
Pemeriksaan mata
Pemeriksaan pada mata dibagi berdasarkan segmen-segmen,
yaitu :
Pemeriksaan segmen anterior :
(1) Adanya pembengkakan pada
palpebrae atau tidak, biasanya pada klien post operasi retinoblastoma, palpebraenya
akan bengkak.
(1) Keadaan lensa, bila tidak
ada konplikasi lain, maka keadaan lensanya adalah jernih.
(3) Bagaimana keadaan
pupilnya, pupil pada klien retinoblastoma yang telah
masuk rumah sakit akan melebar sebagai akibat dari pemberian atropin.
(4) Kamera Okuli Anteriornya
biasanya dalam.
(5) Bagaimana keadaan
konjungtivanya, biasanya pasien post operasi akan mengalami hiperemi pada
konjungtivanya.
Pemeriksaan segmen posterior
(1)
Corpus vitreum ada kelainan atau tidak.
(2) Ada
atau tidak pupil syaraf optiknya.
Pemeriksaan diagnostik
(1)
Visus, untuk mengetahui tajam penglihatan, adakah penurunan atau tidak dan
untuk mengetahui sisa penglihatan yang masih ada. Pengujian ini dengan
menggunakan kartu snelen yang dibuat sedemikian rupa sehingga huruf tertentu
yang dibaca dengan pusat optik mata membentuk sudut 500 untuk jarak
tertentu. Pada ablasio retina didapatkan penurunan tajam penglihatan.
(2)
Fundus kopi, untuk mengetahui bola mata seperti warna retina, keadaan retina,
reflek dan gambaran koroid.
b. Analisis data
Setelah pengumpulan data dilakukan, kemudian data
tersebut dikelompokkan dan dianalisis. Data tersebut dikelompokkan menjadi dua
jenis. Yang pertama adalah data subyektif, yaitu data yang diungkapkan oleh
pasien dan data obyektif, yaitu data yang didasarkan pada pengamatan penulis.
Data tersebut dikelompokkan berdasarkan peranannya dalam menunjang suatu
masalah, dimana masalah tersebut berfokus kepada pasien dan respon yang tampak
pada pasien.
c.
Diagnosis keperawatan
Dari hasil analisis data diatas, dapat dirumuskan menjadi
diagnosis keperawatan sebagai berikut :
1)
Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan luka post operasi retinoblastoma.
2)
Potensial terjadi infeksi sehubungan adanya luka operasi retinoblastoma.
3)
Gangguan aktifitas pemenuhan kebutuhan diri sehubungan dengan bed rest total.
4)
Adanya kecemasan sehubungan dengan ancaman kehilangan penglihatan.
5)
Gangguan konsep diri (harga diri rendah) sehubungan dengan kerusakan
penglihatan.
6)
Potensial terjadi kecelakaan sehubungan dengan penurunan tajam penglihatan.
Perencanaan
Tahap perencanaan meliputi prioritas diagnosis
keperawatan, tujuan dilakukan asuhan keperawatan, dan kriteria hasil yang
diharapkan dari pasien serta merumuskan rencana tindakan keperawatan yang akan
terjadi.
Diagnosis Keperawatan Pertama
Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan luka post
operasi retinoblastoma.
Tujuan :
Rasa nyeri pasien hilang atau berkurang sehingga dapat
meningkatkan rasa kenyamanan pasien.
Kriteria Hasil
(1)
Secara verbal pasien mengatakan rasa nyaman terpenuhi.
(2)
Secara verbal pasien mengatakan rasa nyeri hilang atau berkurang.
Diagnosis Keperawatan Kedua
Potensial terjadi infeksi
sehubungan dengan adanya luka operasi
Tujuan
Tidak terjadi infeksi pada
luka post operasi ablasio retina.
Kriteria Hasil
(1)
Pasien mampu melaporkan
adanya tanda-tanda infeksi, seperti rasa nyeri, bengkak, panas.
(2)
Tidak didapatkan adanya tanda-tanda infeksi.
Diagnosis Keperawatan
Ketiga
Gangguan aktifitas
pemenuhan kebutuhan diri sehubungan dengan bed rest total.
Tujuan
Pasien
dapat memenuhi kebutuhan dirinya sesuai dengan kondisinya.
Kriteria
Hasil
Secara verbal, pasien
mengatakan dapat memenuhi kebutuhan diri yang sesuai dengan kondisinya.
Diagnosis
Keperawatan Keempat
Adanya kecemasan sehubungan
dengan ancaman kehilangan penglihatan.
Tujuan
Cemas berkurang atau
hilang.
Kriteria Hasil
(1)
Pasien mampu menggunakan
koping yang efektif.
(2)
Pasien tidak tampak murung.
(3)
Pasien dapat tidur dengan
tenang.
Diagnosis Keperawatan
Kelima
Gangguan citra diri
sehubungan dengan kerusakan penglihatan.
Tujuan
Pasien dapat mencapai
kembali citra diri yang optimal.
Kriteria
Hasil
(1)
Pasien mampu
mengekspresikan tentang perubahan dan perkembangan kearah penerimaan.
(2)
Pasien mampu menunjukkan
rerspon yang adaptif terhadap perubahan citra diri.
Diagnosis
Keperawatan Keenam
Potensial terjadi
kecelakaan sehubungan dengan penurunan tajam penglihatan.
Tujuan
Tidak terjadi kecelakaan
atau cedera pada pasien.
Kriteria Hasil
(1)
Tidak terjadi perlukaan
pada pasien.
(2)
Pasien dapat mengetahui
faktor yang dapat menyebabkan perlukaan.
2.8. Intervensi Keperawatan
No
|
Diagnosa Keperawatan
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan luka
post operasi ablasio retina
|
·
Kolaborasi
dengan individu untuk menjelaskan metode apa yang digunakan untuk menurunkan
intensitas nyeri (relaksasi,distraksi)
·
Kolaborasi
dengan tim dokter untuk memberikan analgesik pada penurunan rasa nyeri yang
optimal.
·
Pantau
tekanan darah setiap 4 jam.
|
·
Untuk
mengetahui keinginan pasien akan jenis tehnik penurun nyeri yang diinginkan
pasien.
·
Tim
dokter dapat menentukan menentukan jenis analgesik yang diperlukan pasien.
·
Rasa
nyeri dapat menaikkan tekanan darah pasien.
|
2.
|
Potensial terjadi infeksi sehubungan dengan
adanya luka operasi
|
·
Pantau
adanya tanda-tanda infeksi seperti, kemerahan, bengkak, nyeri, panas.
·
Kaji
status nutrisi pasien.
·
Instruksikan
pada pasien pada pasien dan keluarga pasien untuk melakukan tindakan aseptik yang sesuai.
·
Gunakan
tehnik aseptik selama mengganti balutan.
·
Kolaborasi
dengan tim dokter dalam pemberian antibiotik.
·
Rawat
luka setiap hari.
·
Kaji
lingkungan pasien yang dapat menimbulkan infeksi.
|
·
Infeksi
yang lebih dini diketahui akan lebih mudah penanganannya.
·
Pemberian
asupan kalori dan protein yang sesuai dengan kebutuhan dapat menunjang proses
penyembuhan pasien .
·
Untuk
mencegah kontaminasi.
·
Tehnik
aseptik dapat mencegah terjadinya infeksi nosokomial.
·
Tim
dokter dapat menentukan jenis antibiotik yang sesuai dengan kondisi pasien.
·
Rawat
luka setiap hari dapat mencegah masuknya kuman.
·
Kondisi
lingkungan pasien yang jelek dapat menimbulkan infeksi nosokomial.
|
3.
|
Gangguan
aktifitas pemenuhan kebutuhan diri sehubungan dengan bed rest total. |
·
Latih
pasien untuk dapat melakukan latihan yang sesuai dengan kondisinya.
·
Orientasikan
lingkungan sekitar kepada pasien.
|
·
Dengan
latihan yang baik, pasien akan mampu memaksimalkan kemampuannya untuk memenuhi
kebutuhannya yang sesuai dengan kondisinya.
·
Pengenalan
pada lingkungan akan membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan dirinya.
|
4.
|
Adanya kecemasan sehubungan dengan ancaman
kehilangan penglihatan.
|
·
Monitor
tingkat kecemasan pasien melalui observasi respon fisiologis.
·
Beri
informasi yang jelas sesuai dengan tingkat pengetahuan pasien tentang
penyakit yang dideritanya.
|
·
Dengan
monitor tingkat kecemasan dapat diketahui berapa besar stressor yang dihadapi
pasien.
·
Pemberian
informasi dapat mengurangi kecemasan pasien.
|
5.
|
Gangguan
citra diri sehubungan dengan kerusakan penglihatan. |
·
Sediakan
waktu bagi pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
·
Tingkatkan
hubungan dan dorongan dari orang terdekat.
·
Bantu
pasien dalam diskusi dan penerimaan perubahan ketajaman penglihatan.
·
Dorong
kemandirian yang ditoleransi.
|
·
Hal
ini dapat menumbuhkan perasaan pada pasien bahwa masih ada orang yang menaruh
perhatian pada pasien.
·
Orang
terdekat mampu mengangkat kepercaayaan diri pasien.
·
Dari
diskusi yang dilakukan diharapkan pasien dapat mengungkapkan perasaannya dan
dapat mencari jalan keluar dari masalah yang dihadapi.
·
Untuk
menumbuhkan kepercayaan diri pasien.
|
6.
|
Potensial terjadi kecelakaan sehubungan dengan
penurunan tajam penglihatan.
|
·
Periksa
adanya perlukaan.
·
Orientasikan
pada pasien lingkungan sekitarnya.
·
Hindari
ketegangan pada pasien.
|
·
Dengan
mengkaji perlukaan dapat mencegah terjadinya perlukaan yang lebih parah.
·
Diharapakan
pasien dapat dapat mengenal lingkungannya sehingga akan mengurangi resiko
terjadinya kecelakaan.
·
Ketegangan
dapat menyebabkan kecelakaan
|
Evaluasi
Evaluasi
merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan yang merupakan tindakan
yang kontinu dan melibatkan seluruh tenaga kesehatan yang terlibat dalam
penanganan pasien, termasuk pasien itu sendiri. Pada tahap ini akan kita
ketahui sejauh mana keberhasilan asuhan keperawatan yang kita laksanakan.
Sedangkan hasil yang kita harapkan
adalah :
a. Rasa nyeri pasien berkurang atau hilang sehingga
meningkatkan rasa nyaman.
b. Tidak terjadi infeksi.
c. Pasien dapat memenuhi kebutuhan dirinya sesuai dengan
kondisinya.
d. Rasa cemas pasien hilang atau berkurang.
e. Pasien dapat mencapai harga diri yang optimal.
f. Tidak terjadi pencederaan diri.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Retinoblastoma adalah suatu
neoplasma yang berasal dari neuroretina (sel kerucut sel batang) atau sel glia
yang bersifat ganas. Merupakan tumor ganas intraokuler yang ditemukan pada
anak-anak, terutama pada usia dibawah lima tahun. Tumor berasal dari jaringan
retina embrional. Dapat terjadi unilateral (70%) dan bilateral (30%). Sebagian
besar kasus bilateral bersifat herediter yang diwariskan melalui kromosom.
Pasien dengan retinoblastoma harus diberikan perawatan secara intensif dan
perlunya pengetahuan dari pihak keluarga agar penyakit tersebut tidak mengalami
komplikasi. Dan kita sebagai perawat harus mampu memberikan edukasi tentang
gejala dini retinoblastoma agar dapat segera diobati.
DAFTAR
PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana asuhan
keperawatan. Jakarta: EGC.
Voughan, Dale. 2000. Oftalmologi umum.
Jakarta :widya medika.
Permono, Bambang, dkk. 2006. Buku ajar
hematologi-onkologi anak. Jakarta:Badan Penerbit IDAI.