KOMPAS.com -
Penyakit Jantung Bawaan atau PJB adalah kelainan jantung yang terjadi
pada bayi sejak dalam kandungan. Janin dalam kandungan memiliki
kompensasi yang baik terhadap kelainan ini, sehingga tanpa kontrol
kehamilan yang baik seringkali PJB tidak terdiagnosa sebelum bayi
dilahirkan.
Setiap jenis PJB memiliki penanganan yang berbeda
satu sama lain, bergantung pada klasifikasi (sianotik atau non
sianotik), kelainan struktur, dan keparahan defek jantung. Dampak
kematian dan morbiditas yang menganggu maka perlu memahami lebih jauh
mengenai tanda-tanda penyakit ini, sehingga dapat melakukan deteksi dini
terhadap penyakit jantung bawaan pada anak-anak.
PJB adalah
kelainan struktur dan fungsi jantung yang ditemukan sejak bayi
dilahirkan. Kelainan ini terjadi pada saat janin berkembang dalam
kandungan. PJB yang paling banyak ditemukan adalah kelainan pada septum
bilik jantung atau dikenal dengan sebutan ventricular septal defect
(VSD) dan diikuti oleh kelainan pada septum serambi jantung atau lebih
dikenal dengan nama
Atrial Septal Defect (ASD).
Masyarakat
awam sering melihat kedua kelainan jantung ini dikenal dengan sebutan
jantung bocor. Jenis kelainan struktur lainnya dapat berupa patent
ductus arteriosus, transposition of great arteries, dan kelaianan katup
jantung. Seringkali PJB juga timbul dalam bentuk gabungan beberapa
kelainan, seperti yang terjadi pada
tetralogi fallot, yang
mencakup 4 kelainan pada jantung. Di antara berbagai kelainan bawaan
yang ada, PJB merupakan kelainan yang paling sering ditemukan.
Prevalensi
PJB di Indonesia sekitar 8-10 dari 1.000 kelahiran hidup, dengan
sepertiga di antaranya bermanifestasi dalam kondisi kritis pada tahun
pertama kehidupan dan 50% dari kegawatan pada bulan pertama kehidupan
berakhir dengan kematian. Di Indonesia, dengan populasi 200 juta
penduduk dan angka kelahiran hidup 2%, diperkirakan terdapat sekitar
30.000 penderita PJB.
Penelitian di Amerika Serikat menyatakan
bahwa setiap tahun sedikitnya 35.000 bayi menderita kelainan ini dan 90%
di antaranya dapat meninggal bila di tahun pertama kehidupan bayi tidak
dilakukan perawatan yang adekuat. Menurut Children Heart Foundation,
pada setiap tahun sebanyak 1.000.000 bayi di seluruh dunia lahir dengan
penyakit jantung bawaan. Sekitar 100.000 diantaranya tidak akan dapat
melewati tahun pertama kehidupannya, dan ribuan bayi lainnya akan
meninggal sebelum mencapai usia dewasa. Keadaan ini seringkali tidak
disadari oleh masyarakat awam, sehingga angka kematian anak-anak yang
disebabkan oleh penyakit jantung ini terus meningkat.
Penyakit
jantung bawaan adalah penyakit jantung yang dibawa sejak lahir, di mana
kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung terjadi
akibat gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase
awal perkembangan janin. Penyebab PJB sendiri sebagian besar tidak
diketahui, namun beberapa kelainan genetik seperti sindroma Down dan
infeksi Rubella (campak Jerman) pada trimester pertama kehamilan ibu
berhubungan dengan kejadian PJB tertentu.
Secara umum terdapat 2
kelompok besar PJB yaitu PJB sianotik dan PJB asianotik. PJB sianotik
biasanya memiliki kelainan struktur jantung yang lebih kompleks dan
hanya dapat ditangani dengan tindakan bedah. Sementara PJB asianotik
umumnya memiliki lesi (kelainan) yang sederhana dan tunggal, namun tetap
saja lebih dari 90% di antaranya memerlukan tindakan bedah jantung
terbuka untuk pengobatannya. Pada PJB sianotik, bayi baru lahir terlihat
biru oleh karena terjadi percampuran darah bersih dan darah kotor
melalui kelainan pada struktur jantung. Pada kondisi ini jaringan tubuh
bayi tidak mendapatkan cukup oksigen yang sangat berbahaya, sehingga
harus ditangani secara cepat. Sebaliknya pada PJB non sianotik tidak ada
gejala yang nyata sehingga seringkali tidak disadari dan tidak
terdiagnosa baik oleh dokter maupun oleh orang tua. Gejala yang timbul
awalnya berupa lelah menyusui atau menyusui sebentar-sebentar dan gejala
selanjutnya berupa keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan.
Inilah 5 penyakit jantung bawaan pada anak1. VSD (Ventracular Septal Defect)/ Sekat Bilik Jantung Berlubang VSD
adalah kelainan jantung berupa lubang pada sekat antarbilik jantung
yang menyebabkan kebocoran aliran darah pada bilik kiri dan kanan
jantung. Kebocoran ini membuat sebagian darah kaya oksigen kembali ke
paru-paru sehingga menghalangi darah rendah oksigen memasuki paru-paru.
Bila lubangnya kecil, VSD tidak memberikan masalah berarti. Bila besar,
bayi dapat mengalami gagal jantung. VSD adalah kelainan jantung bawaan
yang paling sering terjadi (30% kasus). Gejala utama dari kelainan ini
adalah kesulitan menyusui dan gangguan pertumbuhan, nafas pendek dan
mudah lelah. Bayi dengan VSD besar cepat tidur setelah kurang menyusui,
bangun sebentar karena lapar, mencoba menyusu lagi tetapi cepat
kelelahan, tertidur lagi, dan seterusnya.
2. PDA (Persisten Duktus Arteriosus Persisten) Duktus
arteriosus adalah pembuluh darah yang menghubungkan arteria pulmonalis
dengan bagian aorta distal dari arteria subklavia, yang akan mengalami
perubahan setelah bayi lahir, yaitu : "Normal postnatal patency" :
Secara fungsional, duktus arteriosus masih terbuka karena hipoksia atau
pada bayi kurang bulan, dan akan menutup sendiri bila keadaan yang
mendasari telah membaik. "
Delayed, non surgical closure" :
Duktus arteriosus akan menutup baik fungsional maupun anatomis, tetapi
hal ini terjadi lebih lambat walaupun keadaan-keadaan yang mendasari
telah membaik. Penutupan ini terjadi karena secara normal menutup
sendiri, atau secara abnormal yaitu karena infeksi atau trombosis pada
duktus arteriosus tersebut. "Persistent patency of the ductus" (PDA) :
Duktus arteriosus tetap terbuka secara anatomis sampai dewasa. Tindakan
pembedahan dilakukan secara elektif (sebelum masuk sekolah). Tindakan
pembedahan dilakukan lebih dini bila terjadi : Gangguan pertumbuhan,
Infeksi saluran pernafasan bagian bawah berulang, Pembesaran
jantung/payah jantung dan Endokarditis bakterial 6 bulan setelah sembuh
3. PS (Pulmonary Stenosis)/ Penyempitan Katup Paru PS
adalah penyempitan katup paru yang berfungsi mengatur aliran darah
rendah oksigen dari bilik kanan jantung ke paru-paru. Dengan penyempitan
ini, bilik kanan harus bekerja keras memompa darah sehingga makin lama
makin membesar (hipertrofi). PS terjadi pada 10% kasus. Banyak penderita
yang baru terdiagnosis setelah dewasa. Bila demikian, dampaknya mungkin
sudah sangat merusak berupa penyakit paru, risiko stroke tinggi dan
usia harapan hidup yang rendah.
4. ASD (Atrial Septal Defect) / Sekat Serambi Jantung Berlubang Atrial
Septal Defect (ASD) adalah terdapatnya lubang di antara dua serambi
jantung atau terdapat hubungan antara atrium kanan dengan atrium kiri
yang tidak ditutup oleh katup. ASD adalah adanya lubang atau defek pada
sekat yang memisahkan atrium kiri dan kanan. Lubang ini menimbulkan
masalah yang sama dengan VSD, yaitu mengalirkan darah kaya oksigen
kembali ke paru-paru. ASD terjadi pada 5-7% kasus dan lebih banyak
terjadi pada bayi perempuan dibandingkan bayi laki-laki.
5. TF (Tetralogi Fallot) TOF
adalah komplikasi kelainan jantung bawaan yang khas, dan melibatkan
empat kondisi: Sekat bilik jantung berlubang (VSD), penyempitan katup
paru (PS), bilik kanan jantung membesar (hipertrofi) dan akar aorta
tepat berada di atas lubang VSD. Pada penyakit ini yang memegang peranan
penting adalah defek septum ventrikel dan stenosis pulmonalis, dengan
syarat defek pada ventrikel paling sedikit sama besar dengan lubang
aorta. Lubang VSD biasanya besar dan darah mengalir dari bilik kanan
melalui lubang ini menuju bilik kiri. Hal ini terjadi karena adanya
hambatan pada katup paru. Setelah masuk ke bilik kiri, darah yang rendah
oksigen itu dipompa ke aorta dan mengalir ke seluruh tubuh. Itulah
sebabnya bayi penderita TOF memiliki kulit yang membiru karena
kekurangan oksigen.
GejalaPJB seringkali
ditemukan pada masa kanak-kanak. Akan tetapi, tidak semua kelainan
jantung bawaan langsung menimbulkan gejala saat lahir. Beberapa kelainan
jantung bawaan sulit untuk dideteksi pada masa kanak-kanak, sehingga
kelainan tersebut baru dapat ditemukan saat remaja dan dewasa. Pada
umumnya kelainan jantung bawaan yang berat dapat menimbulkan gejala
dalam bererapa bulan pertama setelah lahir, sehingga seringkali dapat
terdeteksi pada masa kanak-kanak. Akan tetapi kelainan jantung bawaan
yang ringan seringkali tidak menimbulkan keluhan, sehingga seringkali
pula tidak terdeteksi. Umumnya kelainan jantung bawaan ringan akan
terdeteksi saat anak tersebut datang berobat ke dokter.
Penyakit
jantung bawaan dapat dibagi menjadi dua. Penyakit jantung bawaan biru
dan penyakit jantung bawaan tanpa biru. Penyakit jantung bawaan biru
lebih cepat menimbulkan gejala dan paling mudah dikenali. Gejala yang
paling sering ditemukan adalah bayi menjadi biru saat menangis (bibir,
kuku, dan lidah menjadi biru). Wajah bayi tampak pucat dan biru, ujung
kaki dan tangan juga kuku terlihat kebiruan akibat kurangnya aliran
darah.
Biru dan sesak ini akan tampak lebih jelas bila bayi menangis atau mengedan saat buang
air
besar, secara umum fisik tampak lemas, lelah dan malas menyusu,bayi
sering demam batuk pilek. Pada saat menghisap ASI, bayi sering berhenti
dan nafas tersengal-sengal wajah kebiruan. Gejala-gejala lainnya antara
lain, sulit bernapas, nafsu
makan
rendah, bayi sering tersedak atau terbatuk saat menyusu, berkeringat
berlebih saat makan atau minum susu, pertumbuhan dan perkembangan
terhambat, berat badan sulit meningkat atau cenderung menurun, terlambat
berjalan, aktivitas anak berkurang, anak terlihat lemah, dan anak
sering mengalami demam yang tidak diketahui penyebabnya.
DiagnosisPenyakit
jantung pada janin di dalam kandungan kebanyakan tidak menimbulkan
gejala yang signifikan. Oleh karena itu PJB seringkali tidak terdiagnosa
sampai bayi dilahirkan.
Penyakit kelainan jantung bawaan bisa di
diagnosis sejak masa kehamilan yakni memasuki usia kehamilan 16 hingga
20 minggu dengan pemeriksaan USG kandungan. Semakin dini diagnose dapat
di ketahui maka harapan untuk proses penyembuhan akan semakin besar.
Pada PJB sianotik, diagnosa dapat langsung dilakukan (bayi terlihat biru dan sesak) dan membutuhkan penanganan yang cepat.
Pada
PJB non sianotik, pemeriksaan fisik pada bayi barus lahir memegang
peranan yang terpenting. Apabila pada pemeriksaan fisik oleh dokter
terdapat kecurigaan kelainan jantung, maka beberapa pemeriksaan tambahan
harus dilakukan, antara lain ekokardiografi, elektrokardiografi (EKG),
roentgen (X-Ray) dada, oksimetri, sampai kateterisasi atau angiografi.
Namun dengan kemajuan teknik ekokardiografi, prosedur angiografi yang
invasif cenderung berkurang.
PenyebabPenyebab
kelainan jantung bawaan sebagian besar (90%) tidak diketahui. Faktor
lingkungan seperti: ibu merokok, minum obat di luar resep dokter,
infeksi waktu hamil dikatakan memegang peranan 3%. Sisanya 7% karena
turunan. Karena penyebabnya sebagian besar belum diketahui dan faktor
turunan hanya 7%, kemungkinan untuk melahirkan anak dengan kelainan
jantung bawaan relatif kecil.
Kebanyakan ahli menduga timbulnya
PJB pada bayi-bayi baru lahir disebabkan oleh gabungan beberapa faktor,
diantaranya adalah infeksi virus TORCH pada saat kehamilan, penyakit
gula pada saat kehamilan, kebiasaan merokok, konsumsi obat tertentu
seperti asam retinoat untuk pengobatan jerawat, alkohol, dan faktor
genetik atau keturunan.
Infeksi TORCH (toksoplasma, rubela,
cytomegalovirus/CMV dan herpes simplex) adalah sekelompok infeksi yang
dapat ditularkan dari wanita hamil kepada bayinya. Ibu hamil yang
terinfeksi TORCH berisiko tinggi menularkan kepada janinnya yang bisa
menyebabkan cacat bawaan atau PJB. Dugaan terhadap infeksi TORCH baru
bisa dibuktikan dengan melakukan pemeriksaan darah atau skrining. Jika
hasilnya positif, atau terdapat infeksi aktif, selanjutjnya disarankan
pemeriksaan diagnostik berupa pengambilan sedikit cairan ketuban untuk
diperiksa di laboratorium
Faktor keturunan dapat dilihat apabila
saudara kandung atau orang tua dari bayi yang menderita PJB juga
memiliki kelainan yang sama. Riset menunjukkan bahwa orang tua yang
memiliki kelainan jantung lebih berisiko memiliki anak yang berkelainan
jantung pula. Kelainan juga dapat disebabkan gangguan perkembangan
jantung pada janin karena infeksi seperti rubella dan toksoplasma,
obat-obatan, alkohol dan zat-zat beracun yang dikonsumsi ibunya.
Kelainan gen seperti sindrom Down dan Turner juga berkorelasi dengan
kelainan jantung bawaan.
Pencegahan-
Pemeriksaan antenatal atau pemeriksaan saat kehamilan yang rutin sangat
diperlukan. Dengan kontrol kehamilan yang teratur, maka PJB dapat
dihindari atau dikenali secara dini.
- Kenali faktor risiko pada
ibu hamil yaitu penyakit gula maka kadar gula darah harus dikontrol
dalam batas normal selama masa kehamilan, usia ibu di atas 40 tahun, ada
riwayat penyakit dalam keluarga seperti diabetes, kelainan genetik
down sindrom , penyakit jantung dalam keluarga. Perlu waspada ibu hamil dengan faktor resiko meskipun kecil kemungkinannya.
-
Pemeriksaan antenatal juga dapat mendeteksi adanya PJB pada janin
dengan ultrasonografi (USG). Pemeriksaan ini sangat tergantung dengan
saat dilakukannya USG, beratnya kelainan jantung dan juga kemampuan
dokter yang melakukan ultrasonografi. Umumnya, PJB dapat terdeteksi pada
saat USG dilakukan pada paruh kedua kehamilan atau pada kehamilan lebih
dari 20 minggu. Apabila terdapat kecurigaan adanya kelainan jantung
pada janin, maka penting untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan
fetal ekokardiografi. Dengan pemeriksaan ini, gambaran jantung dapat
dilihat dengan lebih teliti.
- Pencegahan dapat dilakukan pula
dengan menghindarkan ibu dari risiko terkena infeksi virus TORCH
(Toksoplasma, Rubela, Sitomegalovirus dan Herpes). Skrining sebelum
merencanakan kehamilan. Skrining ini yang juga dikenal dengan skrining
TORCH adalah hal yang rutin dilakukan pada ibu-ibu hamil di negara maju,
namun di Indonesia skrining ini jarang dilakukan oleh karena
pertimbangan finansial. Lakukan imunisasi MMR untuk mencegah penyakit
morbili (campak) dan rubella selama hamil.
- Konsumsi
obat-obatan tertentu saat kehamilan juga harus dihindari karena beberapa
obat diketahui dapat membahayakan janin yang dikandungnya. Penggunaan
obat dan antibiotika bisa mengakibatkan efek samping yang potensial bagi
ibu maupun janinnya. Penggunaan obat dan antibiotika saat hamil
seharusnya digunakan jika terdapat indikasi yang jelas. Prinsip utama
pengobatan wanita hamil dengan penyakit adalah dengan memikirkan
pengobatan apakah yang tepat jika wanita tersebut tidak dalam keadaan
hamil. Biasanya terdapat berbagai macam pilihan, dan untuk alasan inilah
prinsip yang kedua adalah mengevaluasi keamanan obat bagi ibu dan
janinnya
- Hindari paparan sinar X atau radiasi dari foto rontgen berulang pada masa kehamilan
- Hindari paparan asap rokok baik aktif maupuin pasif dari suami atau anggota keluarga di sekitarnya.
- Hindari polusi asap kendaraan dengan menggunakan masker pelindung agar tidak terhisap zat - zat racun dari karbon dioksida.