Social Icons

Jumat, 07 Desember 2012

askep amputasi 2

KONSEP DASAR


A.    PENGERTIAN
        Amputasi adalah perlakuan yang mengakibatkan cacat menetap. (R.     Sjamsudiat dan Wim de jong, 1997 : 1288)
        Amputasi adalah pemisahan anggota badan atau bagian lain dengan     pembedahan. (H.T. Laksman, 2000 : 13)
        Amputasi merujuk pada pengangkatan semua atau sebagian     ekstremitas. (Barbara Engram, 1999 : 343)
    Ada 2 jenis amputasi , yaitu :
1.    Amputasi terbuka (guillotine)
Amputasi ini dilakukan atas indikasi enfeksi berat, meliputi pemotongan tulang dan jaringan otot pada tingkat yang sama. Pembuluh darah dikauterisasi dan luka dibiarkan terbuka, diberi balutan besar. Untuk mencegah retraksi kulit, diberikan skin traction.
2.    Amputasi tertutup
    Luka ditutup dengan flap kulit sesuai dengan bentuk puntung.

B.    ETIOLOGI
        Amputasi dapat terjadi dengan sendirinya karena proses patologi,     misal pada     gangren, penyakit kusta, trauma dan kelainan bawaan.
    Amputasi dapat pula dikerjakan atas indikasi , yaitu :
1)    Medis
a.    Ruda paksa yang menyebabkan hancurnya sebagian atau seluruh anggota tubuh untuk menyelamatkan jiwa.
b.    Karena penyakit, agar jaringan yang masih baik dapat dimanfaatkan.
2)    Hukuman
Amputasi dilakukan sebagai hukuman atas tindak kejahatan.

C.    BATAS AMPUTASI
    Batas amputasi ditentukan oleh luas dan jenis penyakit.
1.    Pada cedera, ditentukan oleh peredaran darah yang adekuat.
2.    Pada tumor, ditentukan oleh daerah bebas tumor dan bebas resiko kekambuhan lokal.
3.    Pada  penyakit pembuluh darah, ditentukan oleh vaskularisasi sisa ekstremitas dan daya sembuh luka puntung.

        Pada ekstremitas atas, tidak dipakai batas amputasi tertentu,     sedangkan pada     ekstremitas bawah lazim dipakai “ Batas Amputasi     Klasik “.
1.    Eksartikulasi jari kaki.
2.    Transmetatarsal.
3.    Artikulasi pergelangan kaki ( Amputasi Syme ).
4.    Tungkai bawah (batas amputasi ideal).
5.    Tungkai bawah batas amputasi minimal.
6.    Eksartikulasi lutut.
7.    Tungkai atas (jarak minimal dari sela lutut).
8.    Tungkai atas batas amputasi yang lazim dipakai.
9.    Tungkai atas batas amputasi minimal.
10.    Eksartikulasi tungkai.
11.    Hemipelvektomi.


    Batas amputasi klasik.
    Penilaian batas amputasi :
1.    Jari dan kaki
        Pada amputasi jari tangan dan kaki penting untuk mempertahankan     falanx     dasar. Amputasi transmetatarsal memberi puntung yang baik.     Amputasi di     sendi tarso-metatarsus lisfranc mengakibatkan per     ekuinus dengan     pembebanan berlebih pada kulit ujung puntung yang     sukar ditanggulangi.
2.    Proksimal sendi pergelangan kaki
        Amputasi transmaleolar baik sekali bila kulit tumit utuh dan sehat     sehingga dapat menutup ujung puntung.
3.    Tungkai bawah
        Panjang puntung tungkai bawah paling baik antara 12 dan 18 cm dari     sendi lutut, tergantung keadaan setempat, usia penderita dan tinggi     badan.     Bila     jarak dari sendi lutut kurang dari 5 cm, protesis     mustahil dapat     dikendalikan.
4.    Eksartikulasi kulit
    Eksartikulasi lutut menghasilkan puntung yang baik sekali. Amputasi ini dapat dilakukan pada penderita geriatrik.
5.    Tungkai atas
    Puntung tungkai atas sebaiknya tidak kurang dari 10cm dibawah sendi panggul, karena bisa menyebabkan kontraktur fleksi-abduksi-eksorotasi. Puntung juga tidak boleh kurang dari 10 cm diatas sendi lutut karena ujung puntung sepanjang ini sukar dibebani. Eksartikulasi dapat menahan pembebanan.
6.    Sendi panggul dan hemipelvektomi
    Eksartikulasi sendi panggul kadang dilakukan pada tumor ganas. Protesis akan lebih sukar dipasang. Protesis untuk hemipelvektomi tersedia, tetapi memerlukan kemauan dan motivasi kuat dari penderita.
7.    Tangan
    Amputasi parsial jari atau tangan harus sehemat mungkin setiap jari dengan sensitibilitas kulit dan lingkup gerak utuh berguna sekali sebab dapat digunakan untuk fungsi menggenggam atau fungi oposisi ibu jari.
8.    Pergelangan tangan
    Dipertahankan fungsi pronasi dan supinasinya. Tangan mioelektrik maupun kosmetik dapat dipakai tanpa kesulitan.
9.    Lengan bawah
    Batas amputasi di pertengahan lengan bawah paling baik untuk memasang protesis. Puntung harus sekurang-kurangnya distal insersi M. Biseps dan M. Brakhialis untuk fleksi siku.
10.    Siku dan lengan atas
        Ekssartikulasi siku mempunyai keuntungan karena protesis dapat     dipasang tanpa fiksasi sekitar bahu.
     Pada amputasi di diafisis humerus, protesis harus dipertahankan     dengan ikatan dan fiksasi pada bahu.
    Eksartikulasi bahu dan amputasi intertorakoskapular , yang merupakan     amputasi termausk gelang bahu, ditangani dengan protesis yang     biasanya hanya merupakan protesis kosmetik.


D.     KOMPLIKASI
    Komplikasi pasca operasi utama adalah infeksi, hemoragi, kontraktur, emboli lemak dan sensasi phantom limb.
    Masalah nyeri phantom kadang sukar diatasi. Setelah amputasi selalu terdapat perasaan bagian ekstremitas yang hilang masih ada, dan setiap penderita akan mengalaminya. Sebagian penderita merasa terganggu sedangkan sebagian lagi merasakannya sebagai nyeri.
    Rasional untuk fenomema ini tak jelas, tetapi diyakini berhubungan dengan inflamasi potongan ujung saraf. Meskipun jarang, sensasi phantom limb dapat menjadi kronis, masalah berat yang memerlukan intervensi lebih agresif seperti blok saraf, psikoterapi, terapi obat, stimulasi saraf listrik, atau eksisi neuroma.























KONSEP KEPERAWATAN


A.     Pra Operasi
    1. Pengkajian
a.     Monitor status neurovaskuler kedua ekstremitas.
b.     Observasi daerah yang akan dibedah.
c.     Observasi tanda vital.
d.     Kaji perasaan dan pengetahuan tentang amputasi dan dampaknya pada gaya hidup.
e.     Diskusikan dengan klien tentang perubahan body image yang akan terjadi, tentang kehilangan dan berduka.
    2. Diagnosa Keperawatan dan Perencanaannya.
a.     Nyeri berhubungan dengan proses penyakit, cedera.
    Tujuan : Nyeri berkurang sampai hilang dengan kriteria : skala nyeri       0-3, ekspresi wajah tenang, tidak gelisah, vital sign normal.
    Tindakan :
1)    Kaji nyeri klien (kualitas, daerah/area, keparahan dengan skala nyeri, waktu).
2)    Berikan tindakan penghilang nyeri.
-    Ajarkan teknik relaksasi.
-    Teknik pengalihan perhatian.
3)    Berikan kesempatan pada klien untuk istirahat.
4)    Berikan posisi nyaman.
5)    Kolaborasi pemberian pereda nyeri optimal.
b.    Ansietas berhubungan dengan pengetahuan tentang prosedur pembedahan.
    Tujuan : Ansietas berkurang sampai hilang dengan kriteria : klien     melaporkan ansietas berkurang / hilang , klien memahami tentang     prosedur pembedahan, klien tenang.
    Tindakan :
1)    Berikan kesempatan pada klien untuk mengekspresikan rasa takut dan cemasnya.
2)    Bantu klien untuk mengungkapkan perasaanya pada orang terdekat.
3)    Kurangi stimulus yang berlebihan , misal : kurangi kontak dengan orang lain.
4)    Berikan ketentraman hati dengan menunjukkan sikap tenang, empati dan mensuplai koping yang efektif dari klien.
5)    Anjurkan klien untuk melatih kekuatan otot.
-    Latihan berjalan.
-    Latihan lengan dengan trapeze.
-    Latihan kontraksi gluteal.
-    Latihan otot quadriceps.
6)    Dukung dokter agar bersedian menjelaskan prosedur operasi dan sensasi phantom limb pada post operasi.
7)    Kolaborasi pemebrian obat bila ada indikasi.

B.     POST OPERASI
    1. Pengkajian
a.     Kaji nyeri (sensai phantom limb).
b.    Kaji vital sign (tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan).
c.     Kaji tipe balutan dan plester penekan.
d.     Kaji jumlah perdarahan, warna pada drainage, ada atau tidaknya drainage.
e.     Kaji posisi stump.
f.     Kaji infeksi jaringan, kontraktur dan deformitas abduksi.
    2. Diagnosa Keperawatan dan Perencanaannya.
a. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan / hemoragi pasca operasi.
    Tujuan : Tidak kekurangan volume cairan dengan kriteria hasil : vital     sign normal, tidak ada tanda dan gejala dehidrasi.
    Tindakan :
1)    Monitor TTV (tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan).
2)    Kaji intake dan output cairan.
3)    Kaji pasien selama 24 jam pertama periode pasca operaaaasi untuk indikator perdarahan dan ancaman syok.
4)    Inspeksi balutan bedah untuk melihat perdarahan.
5)    Monitor jumlah dan karakter drainage.
6)    Kolaborasi pemberian cairan parenteral.

b.     Nyeri berhubungan dengan sensasi fantom limb, insisi bedah sekunder terhadap amputasi.
    Tujuan : Nyeri berhubungan dengan kriteria hasil skala nyeri 0-3,     ekspresi     wajah rileks, tidak merintih, vital sign normal.
1)    Jelaskan pada klien bahwa sensasi ini sering timbul dari bagian yang diamputasi.
2)    Kaji tingkat nyeri (kualitas, daerah/area, keparahan dengan skala nyeri, waktu).
3)    Ajarkan teknik relaksasi.
4)    Berikan posisi nyaman.
5)    Kolaborasi pemberian pereda nyeri optimal.
c.    Gangguan citra tubuh berhubungan dengan kehilangan ekstremitas.
    Tujuan : konsep diri positif dengan kriteria pasien menerima     perubahan     fisik.
    Tindakan :
1)    Dorong klien untuk melihat dan menyentuh puntung serta mengekspresikan perasaannya tentang amputasi.
2)    Tunjukkan sikap penerimaan dan empati pada klien.
3)    Libatkan klien dalam perawatan , misal : pada penggantian pakaian.
4)    Kolaborasi dengan psikolog.
d.    Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan perubahan cara berdiri sekunder terhadap amputasi ekstremitas bawah.
    Tujuan : Mobilitas fisik normal dengan kriteria hasil klien dapat     menunjukkan penggunaan teknik penguatan otot, untuk meningkatkan     mobilisasi.
    Tindakan :
1)    Beritahu klien tentang kesulitan dalam adaptasi cara berdiri akibat amputasi.
2)    Beritahu klien tentang cara mencegah perubahan, cara berdiri dengan penguatan otot gluteus dan abdomen saat berdiri.
3)    Sebelum ambulasi, pastikan ekstremitas atas klien mempunyai kekuatan yang diperlukan untuk alat bantu.
4)    Diskusikan dan demonstrasikan cara menggunakan alat bantu.
5)    Bantu klien untuk menggunakan alat bantu.

DAFTAR PUSTAKA


Doengoes, Marilynn. E,.(1999). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.EGC : Jakarta.

Engram, Barbara. (1990). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2. Jakarta : EGC

R. Sjamsuhidayat dan Wim de jong. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC
Swearingan, Pamela. L (2001). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC

KONSEP DASAR


A.    PENGERTIAN
        Amputasi adalah perlakuan yang mengakibatkan cacat menetap. (R.     Sjamsudiat dan Wim de jong, 1997 : 1288)
        Amputasi adalah pemisahan anggota badan atau bagian lain dengan     pembedahan. (H.T. Laksman, 2000 : 13)
        Amputasi merujuk pada pengangkatan semua atau sebagian     ekstremitas. (Barbara Engram, 1999 : 343)
    Ada 2 jenis amputasi , yaitu :
1.    Amputasi terbuka (guillotine)
Amputasi ini dilakukan atas indikasi enfeksi berat, meliputi pemotongan tulang dan jaringan otot pada tingkat yang sama. Pembuluh darah dikauterisasi dan luka dibiarkan terbuka, diberi balutan besar. Untuk mencegah retraksi kulit, diberikan skin traction.
2.    Amputasi tertutup
    Luka ditutup dengan flap kulit sesuai dengan bentuk puntung.

B.    ETIOLOGI
        Amputasi dapat terjadi dengan sendirinya karena proses patologi,     misal pada     gangren, penyakit kusta, trauma dan kelainan bawaan.
    Amputasi dapat pula dikerjakan atas indikasi , yaitu :
1)    Medis
a.    Ruda paksa yang menyebabkan hancurnya sebagian atau seluruh anggota tubuh untuk menyelamatkan jiwa.
b.    Karena penyakit, agar jaringan yang masih baik dapat dimanfaatkan.
2)    Hukuman
Amputasi dilakukan sebagai hukuman atas tindak kejahatan.

C.    BATAS AMPUTASI
    Batas amputasi ditentukan oleh luas dan jenis penyakit.
1.    Pada cedera, ditentukan oleh peredaran darah yang adekuat.
2.    Pada tumor, ditentukan oleh daerah bebas tumor dan bebas resiko kekambuhan lokal.
3.    Pada  penyakit pembuluh darah, ditentukan oleh vaskularisasi sisa ekstremitas dan daya sembuh luka puntung.

        Pada ekstremitas atas, tidak dipakai batas amputasi tertentu,     sedangkan pada     ekstremitas bawah lazim dipakai “ Batas Amputasi     Klasik “.
1.    Eksartikulasi jari kaki.
2.    Transmetatarsal.
3.    Artikulasi pergelangan kaki ( Amputasi Syme ).
4.    Tungkai bawah (batas amputasi ideal).
5.    Tungkai bawah batas amputasi minimal.
6.    Eksartikulasi lutut.
7.    Tungkai atas (jarak minimal dari sela lutut).
8.    Tungkai atas batas amputasi yang lazim dipakai.
9.    Tungkai atas batas amputasi minimal.
10.    Eksartikulasi tungkai.
11.    Hemipelvektomi.


    Batas amputasi klasik.
    Penilaian batas amputasi :
1.    Jari dan kaki
        Pada amputasi jari tangan dan kaki penting untuk mempertahankan     falanx     dasar. Amputasi transmetatarsal memberi puntung yang baik.     Amputasi di     sendi tarso-metatarsus lisfranc mengakibatkan per     ekuinus dengan     pembebanan berlebih pada kulit ujung puntung yang     sukar ditanggulangi.
2.    Proksimal sendi pergelangan kaki
        Amputasi transmaleolar baik sekali bila kulit tumit utuh dan sehat     sehingga dapat menutup ujung puntung.
3.    Tungkai bawah
        Panjang puntung tungkai bawah paling baik antara 12 dan 18 cm dari     sendi lutut, tergantung keadaan setempat, usia penderita dan tinggi     badan.     Bila     jarak dari sendi lutut kurang dari 5 cm, protesis     mustahil dapat     dikendalikan.
4.    Eksartikulasi kulit
    Eksartikulasi lutut menghasilkan puntung yang baik sekali. Amputasi ini dapat dilakukan pada penderita geriatrik.
5.    Tungkai atas
    Puntung tungkai atas sebaiknya tidak kurang dari 10cm dibawah sendi panggul, karena bisa menyebabkan kontraktur fleksi-abduksi-eksorotasi. Puntung juga tidak boleh kurang dari 10 cm diatas sendi lutut karena ujung puntung sepanjang ini sukar dibebani. Eksartikulasi dapat menahan pembebanan.
6.    Sendi panggul dan hemipelvektomi
    Eksartikulasi sendi panggul kadang dilakukan pada tumor ganas. Protesis akan lebih sukar dipasang. Protesis untuk hemipelvektomi tersedia, tetapi memerlukan kemauan dan motivasi kuat dari penderita.
7.    Tangan
    Amputasi parsial jari atau tangan harus sehemat mungkin setiap jari dengan sensitibilitas kulit dan lingkup gerak utuh berguna sekali sebab dapat digunakan untuk fungsi menggenggam atau fungi oposisi ibu jari.
8.    Pergelangan tangan
    Dipertahankan fungsi pronasi dan supinasinya. Tangan mioelektrik maupun kosmetik dapat dipakai tanpa kesulitan.
9.    Lengan bawah
    Batas amputasi di pertengahan lengan bawah paling baik untuk memasang protesis. Puntung harus sekurang-kurangnya distal insersi M. Biseps dan M. Brakhialis untuk fleksi siku.
10.    Siku dan lengan atas
        Ekssartikulasi siku mempunyai keuntungan karena protesis dapat     dipasang tanpa fiksasi sekitar bahu.
     Pada amputasi di diafisis humerus, protesis harus dipertahankan     dengan ikatan dan fiksasi pada bahu.
    Eksartikulasi bahu dan amputasi intertorakoskapular , yang merupakan     amputasi termausk gelang bahu, ditangani dengan protesis yang     biasanya hanya merupakan protesis kosmetik.


D.     KOMPLIKASI
    Komplikasi pasca operasi utama adalah infeksi, hemoragi, kontraktur, emboli lemak dan sensasi phantom limb.
    Masalah nyeri phantom kadang sukar diatasi. Setelah amputasi selalu terdapat perasaan bagian ekstremitas yang hilang masih ada, dan setiap penderita akan mengalaminya. Sebagian penderita merasa terganggu sedangkan sebagian lagi merasakannya sebagai nyeri.
    Rasional untuk fenomema ini tak jelas, tetapi diyakini berhubungan dengan inflamasi potongan ujung saraf. Meskipun jarang, sensasi phantom limb dapat menjadi kronis, masalah berat yang memerlukan intervensi lebih agresif seperti blok saraf, psikoterapi, terapi obat, stimulasi saraf listrik, atau eksisi neuroma.























KONSEP KEPERAWATAN


A.     Pra Operasi
    1. Pengkajian
a.     Monitor status neurovaskuler kedua ekstremitas.
b.     Observasi daerah yang akan dibedah.
c.     Observasi tanda vital.
d.     Kaji perasaan dan pengetahuan tentang amputasi dan dampaknya pada gaya hidup.
e.     Diskusikan dengan klien tentang perubahan body image yang akan terjadi, tentang kehilangan dan berduka.
    2. Diagnosa Keperawatan dan Perencanaannya.
a.     Nyeri berhubungan dengan proses penyakit, cedera.
    Tujuan : Nyeri berkurang sampai hilang dengan kriteria : skala nyeri       0-3, ekspresi wajah tenang, tidak gelisah, vital sign normal.
    Tindakan :
1)    Kaji nyeri klien (kualitas, daerah/area, keparahan dengan skala nyeri, waktu).
2)    Berikan tindakan penghilang nyeri.
-    Ajarkan teknik relaksasi.
-    Teknik pengalihan perhatian.
3)    Berikan kesempatan pada klien untuk istirahat.
4)    Berikan posisi nyaman.
5)    Kolaborasi pemberian pereda nyeri optimal.
b.    Ansietas berhubungan dengan pengetahuan tentang prosedur pembedahan.
    Tujuan : Ansietas berkurang sampai hilang dengan kriteria : klien     melaporkan ansietas berkurang / hilang , klien memahami tentang     prosedur pembedahan, klien tenang.
    Tindakan :
1)    Berikan kesempatan pada klien untuk mengekspresikan rasa takut dan cemasnya.
2)    Bantu klien untuk mengungkapkan perasaanya pada orang terdekat.
3)    Kurangi stimulus yang berlebihan , misal : kurangi kontak dengan orang lain.
4)    Berikan ketentraman hati dengan menunjukkan sikap tenang, empati dan mensuplai koping yang efektif dari klien.
5)    Anjurkan klien untuk melatih kekuatan otot.
-    Latihan berjalan.
-    Latihan lengan dengan trapeze.
-    Latihan kontraksi gluteal.
-    Latihan otot quadriceps.
6)    Dukung dokter agar bersedian menjelaskan prosedur operasi dan sensasi phantom limb pada post operasi.
7)    Kolaborasi pemebrian obat bila ada indikasi.

B.     POST OPERASI
    1. Pengkajian
a.     Kaji nyeri (sensai phantom limb).
b.    Kaji vital sign (tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan).
c.     Kaji tipe balutan dan plester penekan.
d.     Kaji jumlah perdarahan, warna pada drainage, ada atau tidaknya drainage.
e.     Kaji posisi stump.
f.     Kaji infeksi jaringan, kontraktur dan deformitas abduksi.
    2. Diagnosa Keperawatan dan Perencanaannya.
a. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan / hemoragi pasca operasi.
    Tujuan : Tidak kekurangan volume cairan dengan kriteria hasil : vital     sign normal, tidak ada tanda dan gejala dehidrasi.
    Tindakan :
1)    Monitor TTV (tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan).
2)    Kaji intake dan output cairan.
3)    Kaji pasien selama 24 jam pertama periode pasca operaaaasi untuk indikator perdarahan dan ancaman syok.
4)    Inspeksi balutan bedah untuk melihat perdarahan.
5)    Monitor jumlah dan karakter drainage.
6)    Kolaborasi pemberian cairan parenteral.

b.     Nyeri berhubungan dengan sensasi fantom limb, insisi bedah sekunder terhadap amputasi.
    Tujuan : Nyeri berhubungan dengan kriteria hasil skala nyeri 0-3,     ekspresi     wajah rileks, tidak merintih, vital sign normal.
1)    Jelaskan pada klien bahwa sensasi ini sering timbul dari bagian yang diamputasi.
2)    Kaji tingkat nyeri (kualitas, daerah/area, keparahan dengan skala nyeri, waktu).
3)    Ajarkan teknik relaksasi.
4)    Berikan posisi nyaman.
5)    Kolaborasi pemberian pereda nyeri optimal.
c.    Gangguan citra tubuh berhubungan dengan kehilangan ekstremitas.
    Tujuan : konsep diri positif dengan kriteria pasien menerima     perubahan     fisik.
    Tindakan :
1)    Dorong klien untuk melihat dan menyentuh puntung serta mengekspresikan perasaannya tentang amputasi.
2)    Tunjukkan sikap penerimaan dan empati pada klien.
3)    Libatkan klien dalam perawatan , misal : pada penggantian pakaian.
4)    Kolaborasi dengan psikolog.
d.    Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan perubahan cara berdiri sekunder terhadap amputasi ekstremitas bawah.
    Tujuan : Mobilitas fisik normal dengan kriteria hasil klien dapat     menunjukkan penggunaan teknik penguatan otot, untuk meningkatkan     mobilisasi.
    Tindakan :
1)    Beritahu klien tentang kesulitan dalam adaptasi cara berdiri akibat amputasi.
2)    Beritahu klien tentang cara mencegah perubahan, cara berdiri dengan penguatan otot gluteus dan abdomen saat berdiri.
3)    Sebelum ambulasi, pastikan ekstremitas atas klien mempunyai kekuatan yang diperlukan untuk alat bantu.
4)    Diskusikan dan demonstrasikan cara menggunakan alat bantu.
5)    Bantu klien untuk menggunakan alat bantu.

DAFTAR PUSTAKA


Doengoes, Marilynn. E,.(1999). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.EGC : Jakarta.

Engram, Barbara. (1990). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2. Jakarta : EGC

R. Sjamsuhidayat dan Wim de jong. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC
Swearingan, Pamela. L (2001). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC


































»»  READMORE...

askep Abses

BAB I
KONSEP DASAR

Pengertian
Abses adalah peradangan purulenta yang juga melebur ke dalam suatu rongga (rongga Abses) yang sebelumnya tidak ada, berbatas tegas (Rassner et al, 1995: 257). Menurut Smeltzer, S.C et al (2001: 496). Abses adalah infeksi bakteri setempat yang ditandai dengan pengumpulan pus (bakteri, jaringan nekrotik dan SDP). Sedangkan menurut EGC (1995: 5) Abses adalah kumpulan nanah setempat dalam rongga yang terbentuk akibat kerusakan jaringan.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat dikemukakan bahwa Abses Inguinal merupakan kumpulan nanah pada Inguinal akibat infeksi bakteri setempat.
 
Penyebab / Faktor Predisposisi
Underwood, J.C.E (1999: 232) mengemukakan penyebab Abses antara lain:
Infeksi mikrobial
Salah satu penyebab yang paling sering ditemukan pada proses radang ialah infeksi mikrobial. Virus menyebabkan kematian sel dengan cara multiplikasi intraseluler. Bakteri melepaskan eksotoksin yang spesifik yaitu suatu sintesis kimiawi yang secara spesifik mengawali proses radang atau melepaskan endotoksin yang ada hubungannya dengan dinding sel.
Reaksi hipersentivitas
Reaksi hipersentivitas terjadi bila perubahan kondisi respons imunologi mengakibatkan tidak sesuainya atau berlebihannya reaksi imun yang akan merusak jaringan.
Agen fisik
Kerusakan jaringan yang terjadi pada proses radang dapat melalui trauma fisik, ultraviolet atau radiasi ion, terbakar atau dingin yang berlebih (frosbite).
Bahan kimia iritan dan korosif    
Bahan kimiawi yang menyebabkan korosif (bahan oksidan, asam, basa) akan merusak jaringan yang kemudian akan memprovokasi terjadinya proses radang. Disamping itu, agen penyebab infeksi dapat melepaskan bahan kimiawi spesifik yang mengiritasi dan langsung mengakibatkan radang.
Nekrosis jaringan
Aliran darah yang tidak mencukupi akan menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen dan makanan pada daerah bersangkutan, yang akan mengakibatkan terjadinya kematian jaringan, kematian jaringan sendiri merupakan stimulus yang kuat untuk terjadinya infeksi. Pada tepi daerah infark sering memperlihatkan suatu respons, radang akut.
 
Gambaran Klinik
Smeltzer, S.C et al (2001: 496) mengemukakan bahwa pada Abses terjadi nyeri tekan. Sedangkan Lewis, S.M et al (2000: 1187) mengemukakan bahwa manifestasi klinis pada Abses meliputi nyeri lokal, bengkak dan kenaikan suhu tubuh. Leukositosis juga terjadi pada Abses (Lewis, S.M et al, 2000: 589). Sedangkan tanda-tanda infeksi meliputi kemerahan, bengkak, terlihat jelas (lebih dari 2,5 cm dari letak insisi), nyeri tekan, kehangatan meningkat disekitar luka, warna merah jelas pada kulit disekitar luka, pus atau rabas, bau menusuk, menggigil atau demam (lebih dari 37,7oC/100oF) (Smeltzer, S.C et al, 2001: 497).
 
Anatomi / Patologi  
Rassner et al (1995: 257) mengemukakan bahwa subkutis (hipoderm, panikulus adiposus) merupakan kompartemen ketiga dari organ kulit disamping epidermis dan dermis. Subkutis yang letaknya diantara dermis (korium) dan fasia tubuh, membungkus dengan lapisannya yang relatif tebal.
Epidermis
Dermis
Subkutis
Papila dermis
Papila subkutis
Septa fibrosa
Lobulus lemak dengan sel lemak
Fasia
Gambar 1: Skema subkutis (Rassner et al, 1995: 257) 

»»  READMORE...

Kualitas Sperma Pria Perancis Turun 30 Persen

Shutterstock
Ilustrasi

Kompas.com - Jumlah sperma rata-rata pria Perancis turun sekitar 30 persen. Kesimpulan itu dihasilkan setelah dilakukan pemeriksaan semen pada 26.600 pria Perancis.

Jumlah jutaan spermatozoa per milimeter turun sekitar 32,3 persen atau 1,9 persen pertahun. Selain itu, prosentase bentuk sperma yang normal jumlahnya turun sampai 33,4 persen.

Dalam 20 tahun terakhir ini memang ditemukan penurunan jumlah dan kualitas sperma para pria. Studi di Eropa menunjukkan, 1 dari 5 pria berusia muda memiliki jumlah sperma yang sedikit sehingga tak cukup untuk pembuahan.

Penelitian di Perancis itu dianggap sebagai studi pertama yang mengungkapkan penurunan tajam baik dalam konsentrasi atau morfologi seprma.

Menurut Dr.Allan Pacey, dosen senior bidang andrologi dari Universitas Sheffield, saat ini rata-rata pria Perancis berusia 35 tahun memiliki jumlah seperma 73,6 sampai 49,9 juta per milimeter. Jumlah tersebut sebenarnya masih dalam skala normal. Seorang pria dianggap tidak subur jika jumlah spermanya kurang dari 15 ribu permilimeter.

Penurunan jumlah sperma diakibatkan oleh gaya hidup modern, baik karena faktor pola makan atau pun paparan zat kimia dari lingkungan.

"Kita belum tahu apa faktor yang paling berpengaruh, tetapi kemungkinan besar adalah kombinasi," kata Richard Sharpe dari Universitas Edinburgh.

Faktor lain yang juga diketahui berpengaruh pada kualitas sperma adalah usia, kebiasaan merokok, serta berat badan.

Sumber :
»»  READMORE...

Planet Beratmosfer Tipis Juga Bisa Mendukung Kehidupan

NASA Jejak Aliran Air di Mars yang diambil dengan lensa kamera Mastcam milik Curiosity pada 14 September 2012 dan dirilis oleh NASA pada 27 September 2012.

SAN FRANSISCO, KOMPAS.com - Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa mikroba tidak bisa hidup di tekanan ekstrem rendah, alias di lingkungan beratmosfer tipis seperti Mars. Namun, studi terbaru membantahnya. Hal ini jadi bukti bahwa mikroba bisa hidup di lingkungan planet beratmosfer tipis.

"Hanya karena planet tidak memiliki atmosfer tebal, tidak berarti kita harus menyingkirkannya sebagai planet yang tak layak huni," kata Alexander Pavlov dari Goddard Space Flight Center, Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) dalampresentasi di pertemuan tahunan American Geophysical Union, Senin (3/12/2012).

Pavlov melakukan eksperimen untuk membuat simulasi lingkungan Mars di sebuah bejana. dalam bejana itu, ada debu bergaram serupa tanah mars dan karbon dioksida yang didinginkan dengan nitrogen cair. Selanjutnya, bakteri E. coli dimasukkan di dalam bejana itu. Tekanan dalam bejana diturunkan.

Saat tekanan dalam bejana 40 kali lebih kecil dari di permukaan Bumi, air di dalam bejana itu mendidih. Namun, air masdih tersisa sehingga E. coli bisa bertahan untuk beberapa hari. Karena air tak diisi ulang, maka setelah beberapa hari koloni bakteri punah.

Pavlov berpikir, Mars pada musim panas dan semi bisa melelehkan es di bawah permukaan dan memberikan tempat bagi mikroorganisme untuk hidup. Selama masa itu, suhu di bawah tanah meningkat di atas titik beku dan tanah yang punya ketebalan sekitar 15 cm memberikan ruang berlindung dari ultraviolet.

Menurut Pavlov, dalam kondisi itu, mikroba ekstremofil yang bisa hidup di kondisi ekstrem bisa bertahan. "E. coli bukan ekstremofil, jadi jika mikroba biasa bisa hidup di tekanan rendah, maka pasti mikroba ekstremofil bisa bertahan," kata pavlov seperti dikutip Wired, Senin lalu. Dengan demikian, mikroba diperkirakan bisa hidup di planet bertekanan rendah seperti Mars.
Sumber :
»»  READMORE...

Planet Beratmosfer Tipis Juga Bisa Mendukung Kehidupan

NASA Jejak Aliran Air di Mars yang diambil dengan lensa kamera Mastcam milik Curiosity pada 14 September 2012 dan dirilis oleh NASA pada 27 September 2012.

SAN FRANSISCO, KOMPAS.com - Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa mikroba tidak bisa hidup di tekanan ekstrem rendah, alias di lingkungan beratmosfer tipis seperti Mars. Namun, studi terbaru membantahnya. Hal ini jadi bukti bahwa mikroba bisa hidup di lingkungan planet beratmosfer tipis.

"Hanya karena planet tidak memiliki atmosfer tebal, tidak berarti kita harus menyingkirkannya sebagai planet yang tak layak huni," kata Alexander Pavlov dari Goddard Space Flight Center, Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) dalampresentasi di pertemuan tahunan American Geophysical Union, Senin (3/12/2012).

Pavlov melakukan eksperimen untuk membuat simulasi lingkungan Mars di sebuah bejana. dalam bejana itu, ada debu bergaram serupa tanah mars dan karbon dioksida yang didinginkan dengan nitrogen cair. Selanjutnya, bakteri E. coli dimasukkan di dalam bejana itu. Tekanan dalam bejana diturunkan.

Saat tekanan dalam bejana 40 kali lebih kecil dari di permukaan Bumi, air di dalam bejana itu mendidih. Namun, air masdih tersisa sehingga E. coli bisa bertahan untuk beberapa hari. Karena air tak diisi ulang, maka setelah beberapa hari koloni bakteri punah.

Pavlov berpikir, Mars pada musim panas dan semi bisa melelehkan es di bawah permukaan dan memberikan tempat bagi mikroorganisme untuk hidup. Selama masa itu, suhu di bawah tanah meningkat di atas titik beku dan tanah yang punya ketebalan sekitar 15 cm memberikan ruang berlindung dari ultraviolet.

Menurut Pavlov, dalam kondisi itu, mikroba ekstremofil yang bisa hidup di kondisi ekstrem bisa bertahan. "E. coli bukan ekstremofil, jadi jika mikroba biasa bisa hidup di tekanan rendah, maka pasti mikroba ekstremofil bisa bertahan," kata pavlov seperti dikutip Wired, Senin lalu. Dengan demikian, mikroba diperkirakan bisa hidup di planet bertekanan rendah seperti Mars.
Sumber :
»»  READMORE...

12-12-12, Asteroid "Kentang" Mendekati Bumi

NASA Asteroid Toutatis





JAKARTA, KOMPAS.com — Pada tahun 1934, astronom menemukan asteroid Toutatis yang memiliki ukuran 4,3 x 2,6 km dan massa 50 miliar ton. Sesaat setelah ditemukan, asteroid itu tak terlacak hingga kembali ditemukan pada tahun 1989.

Minggu depan, tepatnya pada Rabu (12/12/2012), asteroid tersebut akan melintas di titik terdekat dari Bumi. Ini adalah kesempatan untuk mengamati asteroid berbentuk kentang itu, walaupun sulit diamati bila hanya dengan mata telanjang.

"Pada 2012 ini perlintasan-dekat Toutatis akan terjadi pada 12 Desember 2012 pukul 13.40 WIB mendatang sejauh 'hanya' 6,95 juta km atau 'hanya' 18 kali lebih jauh dibanding Bulan," kata astronom amatir Ma'rufin Sudibyo lewat Facebook, Selasa (4/12/2012).

Menurut Ma'rufin, titik di Bumi yang akan mencapai jarak terdekat dengan asteroid nantinya adalah Samudra Pasifik. Asteroid hanya akan tampak sebagai bintik cahaya yang sangat redup, bermagnitud +8. Magnitud menyatakan kecerlangan benda langit; semakin negatif, semakin terang.

Ma'rufin menegaskan, asteroid itu hanya lewat di titik terdekatnya dengan Bumi, tidak akan menumbuk Bumi. Jadi, melintasnya asteroid ini takkan menyebabkan kerugian bagi manusia, apalagi menyebabkan kepunahan massal alias kiamat.

Meski demikian, ia menguraikan dampak yang mungkin terjadi bila Toutatis menghantam Bumi. Jika asteroid ini jatuh di tanah sedimen gamping atau sejenisnya, asteroid akan melepaskan energi mencapai 84 kali bom Hiroshima.

"Asteroid bakal mengoyak titik tumbuknya menjadi kawah selebar 39 km dengan akumulasi panas mampu membakar obyek sejauh 700 km. Sementara itu, gelombang kejutnya mampu memorak-porandakan kawasan seluas 5,6 juta km persegi tanpa ampun," papar Ma'rufin.

"Jika Toutatis jatuh di lautan, terbentuk megatsunami yang demikian masif sehingga pada jarak 10.000 km dari titik tumbuknya, gelombangnya masih setinggi 36 meter (periode 260 detik) yang menjalar secepat 200 km/jam," tambahnya.

Dampak hebat lain adalah gangguan lingkungan. Bila diasumsikan bahwa asteroid memiliki kandungan belerang 6,25, maka saat tumbukan asteroid akan melepaskan 576 juta ton aerosol dan sulfat ke atmosfer. Senyawa itu akan menjadi penghalang sinar Matahari ke Bumi.

Jika ukuran molekul aerosol 0,1 mm, maka sinar Matahari akan berkurang 10 persen. Dampaknya, suhu Bumi menurun 7 derajat Celsius. Perubahan iklim mendadak akan terjadi. Gangguan ini berpotensi menewaskan 1 dari 100 orang.

Asterois Toutatis merupakan asteroid yang mengorbit Matahari di wilayah antara Bumi dan Jupiter. Benda langit ini melintas di titik terdekat dengan Bumi setiap 4 tahun, sesuai periode revolusinya mengelilingi Matahari.
»»  READMORE...

Kekayaan Sumber Daya Genetika Belum Terpetakan


CIBINONG, KOMPAS.com - Kekayaan sumber daya genetika disertai pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya yang melimpah di Indonesia belum terpetakan. Padahal, pemetaannya akan menunjang program pembagian manfaat seperti amanat Protokol Nagoya.

”Protokol Nagoya merupakan kemenangan bagi bangsa kita sebagai pemilik sumber daya genetika terbesar di dunia. Pengintegrasian data yang sekarang tersebar di berbagai institusi masih diperlukan,” kata Endang Sukara, peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Rabu (5/12/2012), sebagai pembicara kunci pada Simposium Sumber Daya Genetika di Pusat Sains Cibinong LIPI, Cibinong, Jawa Barat.

Endang mengatakan, masalah implementasi Protokol Nagoya sudah disampaikan kepada DPR. Penetapan regulasi menunggu database sumber daya genetika.

Kepala Pusat Penelitian Biologi LIPI Siti Nuramaliati Prijono mengatakan, LIPI mengelola herbarium dan museum zoologi dengan koleksi saat ini mencapai 2 juta spesimen. Spesimen yang paling sedikit dari laut.

”Saat ini LIPI hanya memiliki lima orang taksonom maritim. Jumlah yang sedikit ini belum memungkinkan untuk mengetahui secara optimal sumber daya genetika kelautan,” kata Siti.

Endang mengatakan, dari hasil penelitian hutan sekunder di Jambi, pada area 1 hektar saja teridentifikasi 300 jenis tumbuhan berdiameter batang lebih dari 2 sentimeter. Kekayaan sumber daya genetika berupa mikroorganisme belum terpetakan.

”Ini menunjukkan berlimpahnya sumber daya genetika kita,” kata dia.

Penguasaan data sumber daya genetika, menurut Endang, bermanfaat untuk mencapai pembagian keuntungan dari pemanfaatan sumber daya genetika itu. Mekanismenya meliputi izin akses, kesepakatan transfer material, izin pemanfaatan komersial, dan perjanjian kerja sama riset dan pengembangan. (NAW)
Sumber :
Kompas Cetak
»»  READMORE...