Social Icons

Jumat, 30 November 2012

Suku Maya Memasak dengan Bola Lempung

Stephanie Simms Bola lempung digunakan suku Maya untuk memasak.


MEXICO CITY, KOMPAS.com - Penelitian oleh tim Instituto Nacional de Antropología e Historia (INAH) dan Millsaps College mengungkap bagaimana suku Maya menjalani kehidupan sehari-harinya, terumata memasak. Mereka ternyata memasak menggunakan bola lempung.

Kesimpulan itu diperoleh berdasarkan hasil ekskavasi di Escalera al Cielo, Yucatan. Sebanyak 77 bola lempung dan 912 fragmen yang lebih kecil ditemukan. Berdiameter 2,5 - 5 cm, bola itu telah berumur 1000 tahun dan memiliki serpihan mikroskopis tepung, biji, akar dan buah.

Publikasi di Journal of Archaeological Science oleh Stephanie Simms sebagai pimpinan riset menyatakan, "Penemuan ini mendukung hipotesis bahwa bola lempung berperan dalam aktivitas dapur suku Maya terkait memasak."

Simms mengatakan, "Ini adalah kali pertama bola lempung yang telah dibakar dipelajari di wilayah suku Maya dan sepengtahuan saya, belum ada yang mempelajari peran bola lempung dalam suku Maya modern."

Sementara Goerge Bey dari Milllsaps College mengatakan, "Studi ini membantu ilmuwan melihat bagaimana suku Maya bekerja di dapur, alat apa yang mereka gunakan dan cara mereka mempersiapkan hidangan."

Dengan teknik mikroskopik dan eksperimen ulang, arkeolog berupaya memahami bagaimana bola lempung itu dibuat. Mereka lalu mengetahui bahwa bola lempung itu dibuat dari sumber daya lokal dan dibuat dengan ukuran standar.

"Mereka membakar bola lempung itu dengan temperatur rendah dan menggunakannya berulang-ulang di dapur," kata Bey seperti diberitakan Discovery, Kamis (29/11/2012). Bola api digunakan secara langsung di alat masak atau dengan menggunakan lubang kecil di tanah.

"Proses memasak ini melibatkan proses menggali lubang, meletakkan batu atau bola lempung, membuat api dan menunggunya membentuk sebuah bara api," tambah Simms. Selanjutnya, daun diletakkan dan makanan dibakar di atasnya.

Peran bola lempung dikenal dalam berbagai kebudayaan masa lalu. Bola lempung juga digunakan untuk memasak di Catalhoyuk di Turki. Selain itu, bahan bakar yang sama juga digunakan di peradaban sungai Missisipi masa lalu.
Sumber :
DISCOVERY
»»  READMORE...

Kamis, 29 November 2012

Tembakau Berpotensi Jadi Sumber Energi Terbarukan

Wikipedia Nicotiana glauca

KOMPAS.com - Sekelompok ilmuwan asal School of Biological Sciences, Inggris, menemukan bahwa salah satu spesies pohon tembakau, yakni Nicotiana glauca mampu memproduksi senyawa yang bisa digunakan sebagai biodiesel. Senyawa ini bisa digunakan secara langsung sebagai bahan bakar atau diproses menjadi produk minyak lainnya.

Yang menarik, pohon ini diketahui dapat tumbuh baik di kondisi yang panas dan gersang. Untuk tumbuh besar, dia tidak butuh tanah yang subur dan bisa hidup di kawasan yang hanya mendapatkan curah hujan 200 milimeter per tahun atau bertemperatur di atas 40 derajat Celsius.

“Ini merupakan faktor penting. Artinya, mengembangbiakkan tanah ini tidak perlu mengorbankan lahan bagi tanaman pangan,” kata Paul Fraser, salah satu peneliti dari School of Biological Sciences. “Saat ini, banyak petani yang mulai khawatir jika mereka harus merelakan sebagian lahan mereka untuk menanam tumbuhan bahan biofuel, dan temuan kami berpotensi mengatasi masalah ini,” ucapnya.

Dari studi awal, diketahui bahwa tanaman tersebut mampu tumbuh di kondisi iklim padang pasir seperti yang biasa ditemukan di Uni Emirat Arab, Afrika Utara, dan kawasan kering di berbagai belahan bumi lainnya.

Tanaman ini juga dipastikan bisa menjadi sumber pemasok bioethanol dan biodiesel, yang bisa digunakan sebagai bahan bakar kendaraan dalam bentuk aslinya. Namun biasa digunakan sebagai zat aditif untuk mengurangi tinglat partikulasi, karbon monoksida, dan hidrokarbon pada kendaraan bermesin disel.

Menurut data International Energy Agency, biofuel punya potensi besar untuk memenuhi kebutuhan hingga lebih dari seperempat permintaan bahan bakar dunia untuk industri transportasi, pada tahun 2050 mendatang. Uni Eropa telah menyiapkan anggaran sebesar 5,77 juta Euro (sekitar Rp71,8 miliar) untuk melakukan studi lebih lanjut lewat proyek MultiBioPro yang melibatkan mitra dari kalangan industri dan akademis.

Proyek ini bertujuan untuk mendalami pengetahuan terkait proses biologis dan meningkatkan penggunaan sumber energi terbarukan. Harapannya, akan ada teknologi yang dapat mengurangi secara signifikan konsumsi energi berbasis fosil dan pada akhirnya mampu mengurangi emisi gas rumah kaca. (Abiyu Pradipa/National Geographic Indonesia)
Sumber :
National Geographic Indonesia
»»  READMORE...

Jerawat Salah Satu Tanda ADHD?

shutterstock


KOMPAS. com – Apakah jerawat dapat menjadi pertanda seseorang terkena Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)? Seorang psikiater Kanada dalam studinya menunjukkan bahwa orang dengan jerawat secara substansial lebih cenderung memiliki ADHD dibandingkan orang dengan masalah kulit lainnya.

ADHD adalah gangguan perkembangan dalam peningkatan aktivitas motorik anak-anak hingga menyebabkan aktivitas anak-anak yang tidak lazim dan cenderung berlebihan. Ada dua aspek utama dalam ADHD, yaitu kesulitan untuk memusatkan perhatian dan kebiasaan hiperaktif (perilaku yang tidak bisa diam) – impulsif (kesulitan untuk menunda respon atau tidak sabar)

"Jerawat pasien harus diteliti lebih lanjut untuk memastikan kebenarannya tanda-tanda ADHD. Hal ini tentu didukung ketika anak mengeluh tentang sulit berkonsentrasi dan impusif," kata Madhulika A. Gupta, MD, dari University of Western Ontario di London, sekaligus peneliti American Academy of Dermatology.

"Para anak atau remaja dengan jerawat yang menderita ADHD memang tidak akan terlihat berbeda dari anak atau remaja dengan jerawat yang tidak menderita ADHD. Namun jika ditanyai apakah mereka memiliki kesulitan berkonsentrasi di sekolah, jawabannya akan menjadi pasti ya,” tambahnya.

Jerawat dan ADHD

Gupta juga menyatakan, sudah ada penelitian sebelumnya yang  mengaitkan jerawat dengan sejumlah masalah kejiwaan, termasuk depresi dan gangguan makan. Namun belum ada yang telah memeriksa kemungkinan hubungan antara jerawat dan ADHD.

Sehingga Gupta dan rekan-rekannya meneliti data pada hampir 950 juta kunjungan dokter untuk kondisi kulit antara 1995 dan 2008, untuk melihat apakah ada kunjungan yang berhubungan dengan ADHD. Dari total data kunjungan, ternyata ada lebih dari 100 juta kunjungan yang melibatkan diagnosis jerawat dan hampir 175 juta kunjungan yang melibatkan eksim atopik, yaitu suatu kondisi yang ditandai dengan merah, kulit gatal, kering.

Gupta mengatakan, penyakit kulit lain yaitu eksim atopik dipilih sebagai pembanding karena keduanya biasanya dimulai pada masa kanak-kanak. Rata-rata usia pasien dengan ADHD dan jerawat dipelajari adalah 15 tahun, dan usia rata-rata pasien dengan ADHD dan eksim atopik adalah 11 tahun.

Hasil kajian menunjukkan, kunjungan ADHD yang melibatkan diagnosis jerawat 6,3 kali lebih banyak daripada diagnosis penyakit kulit lainnya. Sedangkan untuk eksim atopik adalah sebanyak 5,6 kali lebih banyak.

Hanya kebetulan?
Namun peneliti lain mengatakan temuan ini mungkin hanya kebetulan.

"Jerawat adalah problem umum yang dialami remaja. Sedangkan ADHD juga terjadi di kalangan remaja. Sehingga bisa saja ini hanyalah kebetulan,” ujar Zoe D. Draelos, MD, profesor dermatologi di konsultasi Duke University School of Medicine di Durham, NC.



Sumber :
»»  READMORE...

Terbukti, Ada Es di Merkurius

NASA Bagian berwarna merah adalah kutub utara Merkurius. Wahana Messenger membuktikan bahwa es ada di wilayah itu.

WASHINGTON, KOMPAS.com - Tim ilmuwan Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) menyatakan bahwa berdasarkan hasil observasi terbaru dengan wahana antariksa Messenger, Merkurius terbukti memiliki air dalam bentuk es.

"Data terbaru mengindikasikan adanya air dalam bentuk es di bagian kutub Merkurius, menyebar di area seluas Washington dan memiliki ketebalan lebih dari 3,2 km," kata David Lawrence, peneliti NASA yang turut andil dalam riset ini.

Temperatur Merkurius bisa mencapai 427 derajat Celsius. Namun, di wilayah kutub utara yang karena kemiringan sumbu Merkurius tak mendapatkan sinar Matahari, temperatur tergolong rendah sehingga memungkinkan adanya es.

Es di kutub utara Merkurius terdapat mulai dari koordinat 85 derajat lintang utara Merkurius. Sementara, lapisan es tipis bisa menyebar hingga koordinat 65 derajat lintang utara. Ilmuwan juga percaya bahwa kutub selatan Merkurius memiliki es, namun observasi belum dimungkinkan.

Adanya es di Merkurius telah diduga sejak tahun 1991. Saat itu, teleskop di Puerto Rico menemukan adanya bagian yang berwarna terang di kutub planet terdekat dari Matahari itu. Es juga kadang ditemukan di wilayah yang berdasarkan observasi tahun 1970an merupakan kawah raksasa.

Citra Messenger terbaru mengonfirmasi bahwa bagian berwarna terang itu berada di wilayah dengan suhu rendah yang memungkinkan adanya es. Instrumen spektrometer netron pada MESSENGER menganalisa konsentrasi hidrogen, bagian dari air, dan menemukan bahwa air dalam bentuk es memang ada.

Studi mengungkap bahwa di wilayah yang paling dingin, lapisan air ada di atas. Namun, di wilayah yang lebih hangat dimana, es dilapisi oleh material gelap (isolator panas) yang memiliki kadar hidrogen lebih rendah.

David Paige dari NASA yang juga terlibat di riset ini menyatakan, material gelap itu adalah kunci untuk memahami bagaimana air bisa sampai di Merkurius. Menurutnya, material gelap itu terdiri dari senyawa organik yang berasal dari komet ataupun asteroid yang menumbuk Merkurius.

Sea Solomon, pimpinan riset yang juga astronom di Lamont-Doherty Earth Observatory, Columbia University, mengatakan, "Lebih dari 20 tahun kami bertanya-tanya apakah planet terdekat dari Matahari memiliki es di kutubnya. Messenger memberikan jawaban pasti."

Namun, Solomon juga mengungkapkan bahwa Messenger memberikan pertanyaan baru. "Apakah material gelap di kutub sebagian besar terdiri atas senyawa organik? Apa reaksi kimia yang telah dialami material itu?"

"Adakah wilayah di Merkurius yang memiliki baik air dalam bentuk cair maupun senyawa organik? Hanya dengan penelitian lanjut tentang Merkurius kita bisa berharap mencapai kemajuan dalam menjawab pertanyaan itu," tambah Solomon seperti dikutip AFP, Kamis (29/11/2012).

Hasil penelitian ini dipublikasikan di jurnal Science Express Kamis kemarin. Messenger telah meneliti Merkurius sejak tahun 2011. Pada tahun 2014 dan 2015, Messenger akan melayang lebih dekat di Merkurius sehingga memungkinkan observasi lebih detail.
Sumber :
AFP
»»  READMORE...

Perut Buncit Bikin Rentan Patah Tulang





shutterstock
KOMPAS.com – Memiliki timbunan lemak yang berlebihan khususnya di bagian perut sungguh tidak disarankan baik pria maupun wanita. Selain akan membuat tubuh menjadi rentan terhadap penyakit degeneratif, perut buncit juga akan membuat seseorang menjadi rentan terhadap cedera.

Sebuah penelitian menunjukan pria dengan obesitas dan perut buncit lebih berisiko memiliki tulang lemah dan mengalami patah tulang dibandingkan pria berberat badan normal hingga sebatas gemuk.

Penelitian sebelumnya menyatakan, lemak pada perut berakibat buruk untuk tulang perempuan. Selanjutnya ditemukan pula kaitan pria obesitas dengan risiko patah tulang yang lebih tinggi dibandingkan dengan pria yang tidak mengalami obesitas. Peneliti dari Havard juga ingin mengetahui jenis lemak pada pria yang berpengaruh terhadap berkurangnya kekuatan tulang.

Miriam Bredella, MD, seorang radiolog di Massachusetts General Hospital dan profesor radiologi di Harvard Medical School menuturkan, “Kami menemukan bahwa pria obesitas dengan lemak perut yang berlebih memiliki tulang  yang lebih rapuh dibandingkan pria gemuk.”

Meskipun begitu, belum dapat dipastikan lemak perutlah yang menyebabkan kelemahan tulang pada pria. “Pria perlu memerhatikan masalah perut buncit sebagai faktor yang memperbesar resiko berbagai penyakit, selain penyakit jantung dan diabetes, ternyata juga tulang keropos,” kata Bredella pada pertemuan tahunan yang diadakan oleh Radiological Society, Amerika Utara, Kamis lalu (28/11/2012).

Menurut Thomas Link, MD, profesor radiologi di University of California, San Francisco, selama bertahun-tahun, obesitas dan lemak tubuh dianggap menambah kualitas tulang. Seseorang yang bertubuh gemuk dipercaya memiliki tulang yang kuat dan berisiko rendah terkena osteoporosis dan penyakit tulang lainnya.

Namun keyakinan itu ternyata keliru setelah ditemukan bahwa obesitas justru meningkatkan risiko patah tulang. Hal ini, lanjut Link, berkaitan pula dengan hasil dua riset sebelumnya yang menyatakan ada hubungan lemak tubuh dengan kepadatan tulang yang rendah.

Link yang tak terlibat dalam penelitian, menilai temuan ini membuat riset tentang obesitas dan risiko patah tulang selangkah lebih maju. "Ini menunjukkan bahwa pasien obesitas dengan jumlah lemak yang banyak di sekitar usus dan hati memiliki kekuatan dan kualitas tulang yang lebih rendah, dan berisiko besar patah tulang dan osteoporosis," ujarnya.

Bredella menyatakan, riset ini mengindikasikan semakin banyak timbunan lemak di perut, semakin rapuh kekuatan tulang pada seorang pria.  Secara keseluruhan, timnya memprediksi bahwa risiko pria obesitas dengan perut buncit terkena osteoporosis dan patah tulang 25% lebih tinggi daripada mereka yang perutnya tidak buncit.  Selain itu, ada hubungan kuat antara besarnya massa otot dan meningkatnya kekuatan tulang. Sedangkan indeks massa tubuh (BMI) tidak berkaitan dengan kekuatan tulang.

Lalu apa yang perlu dilakukan jika sudah kadung punya perut buncit?

Menurut Bredella, bentuk tubuh yang cenderung gemuk bisa jadi dipengaruhi faktor genetika atau keturunan. Hal ini justru menjadi alasan bagi seseorang untuk tidak perlu lagi menambah berat badan, sehingga perut buncit dapat dihindari.  Ada beberapa bentuk aktivitas yang menjadi solusi bagi mereka yang punya kecenderungan gemuk.

“Latihan fisik seperti jalan cepat dan aerobik bisa menjadi olahraga yang baik untuk kekuatan tulang. Selain itu angkat beban dan naik turun tangga juga dapat bermanfaat,” jelasnya.


Sumber :
»»  READMORE...

Hujan Diprediksi Munculkan Ribuan Fosil Purba Sangiran


 
KOMPAS/LASTI KURNIA Mulai dari replika hingga fosil tengkorak manusia purba Sangiran hadir di tengah pusat perbelanjaan modern Kota Kasablanka, Jakarta, Kamis (15/11/2012). Selain fosil manusia purba, ditampilkan juga fosil hewan purba dan berbagai peralatan dari masa silam. Koleksi tersebut berasal dari Museum Manusia Purba Sangiran, Sragen, Jawa Tengah, sebagai upaya memperkenalkan sejarah kepada generasi muda.

KOMPAS.com - Ribuan fosil purba di Sangiran yang masih terpendam di dalam tanah dimungkinkan akan muncul ke permukaan. Hal ini bisa terjadi karena struktur tanah di Sangiran yang mudah tererosi dan patah ketika musim hujan tiba.

"Saat ini fosil yang ditemukan masih sekitar 20 persen, sedangkan sisanya masih terpendam di dalam tanah. Sangat dimungkinkan sekali ketika musim hujan tiba, fosil-fosil ini akan tergali sendiri ke permukaan," papar Kepala Seksi Pengembangan Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran Rusmulia Ciptadi, di sela-sela acara Pameran Museum Manusia Purba di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Kamis (29/11).

Sangiran yang dideklarasikan sebagai situs manusia purba oleh Van Konigswald pada 1934 silam merupakan daerah dengan karateristik tanah yang unik. Tanah Sangiran berasal dari endapan abu vulkanis, material lahar dari Gunung Lawu Purba dan Gunung Merapi Purba.

Ketika hujan, tanah ini mudah tererosi dan membentuk endapan. Saat itulah, fosil-fosil akan terangkat dengan sendirinya ke permukaan. Kekhasan lainnya adalah ketika terangkat di permukaan, fosil-fosil ini masih awet.

Rusmulia menjelaskan, fosil yang terpendam ini tersebar di 22 desa yang mencakup Kabupaten Sragen dan Karanganyar, Jawa Tengah. Fosil ini bisa mencakup manusia, binatang, serta fauna, ditambah dengan alat berburu mereka.

"Penemuan terakhir adalah penemuan kaki gajah. Kami masih menanti penemuan-penemuan berikutnya karena Sangiran tidak akan pernah mati," tambahnya.

Tiga museum baru di Sangiran

Dalam pengembangan situs Sangiran, pada tahun 2014 akan dibangun tiga museum baru di luas area 56 kilometer persegi yang tersebar di 22 desa. Tiga museum ini adalah klaster Dayu (penelitian arkeologi mutakhir), klaster Ngebung (sejarah penemuan), dan klaster Bukuran (history of Java Man).

Budi Sancoyo, Kasubag Tata Usaha Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran menjelaskan, museum ini lebih bersifat khusus dan diharapkan menjadi lokasi penelitian. "Koleksinya yang paling banyak tetap berada di klaster Krikilan atau Museum Purba Sangiran yang jumlahnya mencapai 31 ribu. Sementara itu, di museum khusus tersebut, pengunjung dapat belajar lebih detail tentang evolusi manusia," papar Budi.

Ia menambahkan penemuan fosil-fosil terakhir yang masih terpendam dalam tanah juga akan dimasukkan sesuai dengan karateristik museum khusus. Dengan demikian, pengunjung tidak kesulitan bila ingin melakukan penelitian.

Sementara itu, terkait dengan pameran Museum Purba Sangiran di lima kota: Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan Denpasar, yang berlokasi di salah satu pusat perbelanjaan, Budi mengaku untuk meningkatkan kecintaan serta wawasan masyarakat terhadap manusia purba.

"Dengan pameran di mal, mereka tidak perlu kerepotan untuk datang ke Sangiran. Kami menilai cara ini efektif karena mal selalu didatangi banyak orang.Selama ini kunjungan ke museum masih sangat kurang," tambahnya.

Salah satu pengunjung, Desi Aiz (20) mengapresiasi positif pameran di pusat perbelanjaan. "Saya belum pernah ke Sangiran dan lewat pameran ini kami menjadi tahu isi museum itu," kata Desi.

Situs Sangiran pertama kali dikenal sebagai situs purbakala sejak tahun 1930-an ketika Van Es memetakan daerah Sangiran. Pada tahun 1934,situs ini dideklarasikan sebagai situs manusia purba oleh Von Konigswald dan tahun 1997 masuk sebagai cagar budaya.

Akhirnya situs ini ditetapkan UNESCO sebagai warisan budaya No.C 593 tahun 1996. Masuknya Sangiran sebagai warisan budaya dunia karena merupakan kunci dan lokasi penting dalam evolusi manusia, fauna, serta lingkungannya selama 2,4 juta tahun lalu tanpa terputus. (Olivia Lewi Pramesti)
 
Sumber :
National Geographic Indonesia
»»  READMORE...

Suhu di Indonesia Rata-rata Naik 1 Derajat Celsius

Shutterstock Ilustrasi

JAKARTA, KOMPAS.com — Suhu di Indonesia pada tahun 2000-2100 rata-rata diperkirakan naik 1 derajat celsius, lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan seabad sebelumnya, sebesar 0,65 derajat. Meski hanya 1 derajat, dampaknya serius.

”Perubahan lingkungan akibat aktivitas manusia memicu makin tingginya kenaikan suhu udara,” kata Guru Besar Hidrologi, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Sudibyakto, dihubungi dari Jakarta, Rabu (28/11/2012).

Kenaikan suhu 1 derajat celsius tak terjadi merata. Daerah dengan kerusakan lingkungan parah makin tinggi kenaikannya.

Naik 1 derajat celsius berarti naiknya suhu maksimum dan turunnya suhu minimum sebesar 1 derajat. Rentang suhu suatu daerah kian lebar, meningkatkan ancaman kesehatan masyarakat.

Peningkatan suhu juga mengubah pola curah hujan. Bencana hidrometeorologi, seperti banjir, longsor, dan kekeringan, akan kian sering terjadi.

Kepala Pusat Perubahan Iklim Institut Teknologi Bandung Armi Susandi mengingatkan, perubahan iklim akan membuat Sumatera Tengah kian basah. Di Aceh, curah hujan makin tinggi.

Curah hujan di Jawa dan Lampung meningkat, tetapi lebih rendah dibandingkan dengan Sumatera. Namun, risikonya lebih tinggi karena wilayah ini padat penduduk dan aktivitas ekonominya tinggi.

Kondisi kebalikan terjadi di Kalimantan yang jadi kian kering. Risiko kebakaran lahan dan hutan meningkat.

Kenaikan curah hujan juga terjadi di Nusa Tenggara Timur. Walaupun ada risiko longsor, tetapi jika bisa dikelola dengan baik akan membuat wilayah kering itu jadi subur. ”Dampak perubahan iklim di setiap daerah unik sehingga pola adaptasi dan mitigasi di setiap daerah berbeda,” kata Armi.

Masyarakat dinilai sudah memahami dampak perubahan iklim dan mampu beradaptasi. ”Namun, informasi risiko bencana perlu lebih banyak disampaikan,” ujar Sudibyakto.

Armi menilai, ketidaksiapan justru pada pemerintah. ”Konsep menghadapi perubahan iklim di pemerintahan sangat lemah,” ujarnya. Infrastruktur mengantisipasi perubahan iklim sangat lemah. Makin pemerintah tak mau berinvestasi menghadapi perubahan iklim, kerugian ekonomi makin besar. (MZW)
Sumber :
Kompas Cetak
»»  READMORE...