Drew J, Philipp C, Westneat MW (2013) / PLOS ONE
Senjata pembunuh tradisional yang dibuat masyarakat Pulau
Gilbert, Kiribati berasal dari gigi hiu yang diikatkan pada kayu
menggunakan sabut kelapa dan rambut manusia. Saat ini menjadi koleksi
The Field Museum, Chicago, Amerika Serikat.
NEW YORK, KOMPAS.com —
Sebuah "kejutan" didapat seorang peneliti ketika ia melakukan kajian
tentang jenis hiu yang digunakan pada senjata pembunuh tradisional yang
dibuat masyarakat di Pulau Gilbert, Republik Kiribati, di Samudera
Pasifik.
Dalam studinya, ia menemukan ada dua jenis hiu yang
sebelumnya belum pernah tercatat dalam beragam hasil penelitian mengenai
keragaman hiu di negara tersebut. Peneliti menduga, hiu-hiu tersebut
telah punah sebelum ada peneliti yang datang ke sana.
Adalah
Joshua Drew, seorang ichthyologist atau ahli zoologi tentang ikan di
Columbia University, New York, AS, yang mendapat "kejutan" tersebut. Ia
mendapat kejutan saat melakukan identifikasi jenis hiu berdasarkan
bentuk dan pola gerigi pada gigi yang ditempel pada senjata keji yang
masih dibuat masyarakat lokal di pulau tersebut sampai 130 tahun lalu.
Dari
122 senjata dan koleksi gigi hiu dari Pulau Gilberts yang digunakan
Drew untuk identifikasi, terungkap kalau senjata tradisional tersebut
menggunakan gigi dari berbagai jenis hiu. Beberapa jenis hiu yang
dimaksud antara lain hiu sirip perak (Carcharhinus albimarginatus), hiu sutra (C falciformis), Hiu samudra ujung putih (C longimanus), hiu macan (Galeocerdo cuvier), hiu biru (Prionace glauca), hiu kepala martil (Sphymidae sp), dusky shark (C obscurus), dan spot tail shark (C sorrah).
Drew
terkejut karena dua jenis hiu yang terakhir disebutkan tidak pernah
tercatat sebelumnya dalam berbagai hasil penelitian mengenai keragaman
hiu yang pernah dilakukan di perairan Kiribati. Ia menduga kedua jenis
hiu tersebut telah punah sebelum ada seorang peneliti yang datang ke
Kiribati.
"Kami ternyata telah kehilangan spesies sebelum kami tahu kalau mereka ada di perairan kami," kata Drew yang dikutip oleh LiveScience
pada hari Rabu (3/4/2013) kemarin. "Penemuan tersebut seolah menjadi
gema dalam diriku sebagai sebuah penemuan yang pada prinsipnya sangat
tragis," ujar peneliti yang melakukan kajian ini sebagai bagian dari
upaya konservasi hiu di Kiribati.
Penyebab kepunahan
Tidak
adanya satu pun catatan ilmiah yang merekam keberadaan kedua spesies
hiu tersebut di perairan Kiribati, menurut Drew, bukan karena hiu-hiu
yang bernilai komersial itu diabaikan oleh para peneliti, melainkan
karena keduanya telah hilang sebelum satu orang pun melakukan sensus.
Demikian tulisnya dalam artikel yang dipublikasikan dalam jurnal PLOS ONE.
Kepunahan
spesies itu diduga kuat akibat dari aktivitas perburuan sirip hiu yang
sangat marak terjadi di wilayah itu pada awal tahun 1900-an. Data hasil
penangkapan ikan hiu pada tahun 1950 menunjukkan hasil yang sangat
tinggi.
Pada tahun itu, bobot sirip hiu yang dihasilkan dari hasil
penangkapan mencapai berat 3.500 kg atau 3,5 ton, untuk siripnya saja
dari perairan sekitar Pulau Gilbert.
Drew berharap hasil temuannya
ini bisa memberi dorongan kepada Pemerintah Kiribati, yang kini telah
menjadi pemimpin dunia dalam hal konservasi laut untuk terus berupaya
melindungi kekayaan alam lautnya agar tidak lagi terjadi kepunahan pada
spesies lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar