Satu
lagi alasan untuk mewaspadai makanan laut yang terpapar logam merkuri.
Sebuah studi baru menemukan, paparan merkuri yang tinggi dapat
meningkatkan risiko menderita diabetes di kemudian hari.
Ini merupakan temuan pertama yang menghubungkan kandungan merkuri dengan diabetes pada manusia. Maka, temuan ini pun memberi peringatan untuk lebih waspadai lagi dalam mengonsumsi makanan laut. Ikan dan kerang merupakan sumber makanan laut yang rentan terkontaminasi merkuri.
Para peneliti mencatat, hampir semua ikan dan kerang laut mengandung merkuri akibat kontaminasi merkuri di laut. Namun, ikan dan kerang juga merupakan sumber protein dan nutrien penting lainnya seperti magnesium dan asam lemak omega-3.
Studi ini meneliti sekitar 3.900 pria dan wanita dengan usia 20 hingga 32 tahun. Mereka tidak menderita diabetes di tahun 1987 dan dikuti hingga tahun 2005. Selama masa studi, mereka juga menjalani pemeriksaan diabetes. Selain itu, mereka juga mendapatkan pengukuran kadar merkuri di kuku jempol kaki.
Hubungan antara kadar merkuri dengan risiko diabetes tipe 2 muncul ketika para peneliti melacak gaya hidup para peserta, termasuk faktor asupan makanan.
Dibanding dengan yang lain, peserta yang memiliki kadar merkuri tinggi justru memiliki gaya hidup yang lebih baik. Mereka memiliki kadar lemak tubuh yang lebih sedikit, ukuran pinggang yang lebih langsung, dan lebih banyak olahraga. Mereka juga diketahui mengonsumsi ikan lebih banyak.
Ka He, pakar epidemiologi di Indiana University School of Public Health, yang memimpin riset ini mengatakan bahwa studi ini menekankan pentingnya memilih makanan laut dengan kandungan merkuri yang rendah. Tipe makanan laut dengan kandungan merkuri rendah dapat dijumpai pada udang, salmon, dan catfish, sedangkan ikan cucut dan hiu memiliki kadar merkuri yang tinggi.
Meskipun telah menemukan hubungan antara kadar merkuri yang tinggi dengan risiko diabetes tipe 2 di kemudian hari, studi yang dimuat baru-baru ini dalam jurnal Diabetes Care tersebut belum membuktikan adanya hubungan sebab-akibat.
Sumber :
HealthDay News
Tidak ada komentar:
Posting Komentar