Brisbane Times
Nanopatch ini lebih murah dan tanpa menggunakan jarum. |
Professor Mark Kendall adalah penemu Nanopatch -
sebuah tambalan kecil, lebih kecil dari perangko, namun berisi ribuan
titik kecil yang hanya bisa dilihat di bawah mikroskop. Titik-titik
kecil inilah yang akan membawa masuk vaksin ke permukaan kulit.
Menurut laporan Brisbane Times, Kamis (18/4/2013), selama sembilan tahun terakhir, Kendall dan timnya yang berisi para periset internasional bekerja untuk membuat alat vaksinasi tanpa jarum ini di laboratorium. Pada dasarnya, teknologi ini dibuat untuk memasukkan vaksin ke tubuh anak-anak, tanpa menggunakan jarum.
Sekarang ini biaya tiga kali injeksi vaksin adalah 50 dolar Australia (sekitar Rp 500 ribu) dan dengan teknologi baru tersebut, biayanya hanya 50 sen (sekitar Rp 50 ribu).
Bulan Oktober mendatang, Kendall akan melakukan uji coba klinis di Papua Nugini.
Nanopatch hampir menyerupai teknologi Star Trek. "Secara kasat mata, ini tampak seperti sebuah tambalan kecil. Namun kalau kita lihat di bawah mikroskop, terdapat ribuan titik tajam, dimana vaksin itu dioleskan," kata Kendall. "Ketika ditempelkan, titik tajam ini akan memecah permukaan kulit dan mengirim vaksin itu ke ribuan sel di dalam tubuh."
Menurut Kendall, dengan proses ini pasien terutama anak-anak tidak akan merasa kesakitan, dan juga tidak takut karena tidak ada jarum yang terlibat. Dikatakan juga bahwa vaksinisasi menggunakan nanopatch ini akan lebih murah dibandingkan vaksin menggunakan jarum suntik karena nano ini tidak perlu ditaruh di lemari es.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah menyatakan kekhawatiranya bahwa vaksin di dunia sekarang tidak efektif karena di dunia ketiga banyak yang tidak disimpan di lemari es. "Kami sudah membuktikan bahwa Nanopatch tidak perlu disimpan di tempat dingin. Dari percobaan dengan tikus, dosisnya tidak perlu besar. Jadi dengan itu saja, dua masalah besar penyebaran vaksinasi di dunia berkembang sudah bisa diatasi," kata Kendall.
Menurut laporan Brisbane Times, Kamis (18/4/2013), selama sembilan tahun terakhir, Kendall dan timnya yang berisi para periset internasional bekerja untuk membuat alat vaksinasi tanpa jarum ini di laboratorium. Pada dasarnya, teknologi ini dibuat untuk memasukkan vaksin ke tubuh anak-anak, tanpa menggunakan jarum.
Sekarang ini biaya tiga kali injeksi vaksin adalah 50 dolar Australia (sekitar Rp 500 ribu) dan dengan teknologi baru tersebut, biayanya hanya 50 sen (sekitar Rp 50 ribu).
Bulan Oktober mendatang, Kendall akan melakukan uji coba klinis di Papua Nugini.
Nanopatch hampir menyerupai teknologi Star Trek. "Secara kasat mata, ini tampak seperti sebuah tambalan kecil. Namun kalau kita lihat di bawah mikroskop, terdapat ribuan titik tajam, dimana vaksin itu dioleskan," kata Kendall. "Ketika ditempelkan, titik tajam ini akan memecah permukaan kulit dan mengirim vaksin itu ke ribuan sel di dalam tubuh."
Menurut Kendall, dengan proses ini pasien terutama anak-anak tidak akan merasa kesakitan, dan juga tidak takut karena tidak ada jarum yang terlibat. Dikatakan juga bahwa vaksinisasi menggunakan nanopatch ini akan lebih murah dibandingkan vaksin menggunakan jarum suntik karena nano ini tidak perlu ditaruh di lemari es.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah menyatakan kekhawatiranya bahwa vaksin di dunia sekarang tidak efektif karena di dunia ketiga banyak yang tidak disimpan di lemari es. "Kami sudah membuktikan bahwa Nanopatch tidak perlu disimpan di tempat dingin. Dari percobaan dengan tikus, dosisnya tidak perlu besar. Jadi dengan itu saja, dua masalah besar penyebaran vaksinasi di dunia berkembang sudah bisa diatasi," kata Kendall.
Sumber :
brisbanetimes.com.au