Social Icons

Kamis, 18 April 2013

"Nanopatch", Vaksinasi Tanpa Jarum Suntik



Brisbane Times
Nanopatch ini lebih murah dan tanpa menggunakan jarum.
BRISBANE, Seorang ilmuwan asal Brisbane (Australia) sedang mempersiapkan uji klinis bagi penggunaan alat untuk melakukan vaksinasi yang lebih murah terhadap anak-anak. Dan yang lebih penting adalah itu tidak menggunakan jarum suntik.
Professor Mark Kendall adalah penemu Nanopatch - sebuah tambalan kecil, lebih kecil dari perangko, namun berisi ribuan titik kecil yang hanya bisa dilihat di bawah mikroskop. Titik-titik kecil inilah yang akan membawa masuk vaksin ke permukaan kulit.
Menurut laporan Brisbane Times, Kamis (18/4/2013), selama sembilan tahun terakhir, Kendall dan timnya yang berisi para periset internasional bekerja untuk membuat alat vaksinasi tanpa jarum ini di laboratorium. Pada dasarnya, teknologi ini dibuat untuk memasukkan vaksin ke tubuh anak-anak, tanpa menggunakan jarum.
Sekarang ini biaya tiga kali injeksi vaksin adalah 50 dolar Australia (sekitar Rp 500 ribu) dan dengan teknologi baru tersebut, biayanya hanya 50 sen (sekitar Rp 50 ribu).
Bulan Oktober mendatang, Kendall akan melakukan uji coba klinis di Papua Nugini.
Nanopatch hampir menyerupai teknologi Star Trek. "Secara kasat mata, ini tampak seperti sebuah tambalan kecil. Namun kalau kita lihat di bawah mikroskop, terdapat ribuan titik tajam, dimana vaksin itu dioleskan," kata Kendall. "Ketika ditempelkan, titik tajam ini akan memecah permukaan kulit dan mengirim vaksin itu ke ribuan sel di dalam tubuh."
Menurut Kendall, dengan proses ini pasien terutama anak-anak tidak akan merasa kesakitan, dan juga tidak takut karena tidak ada jarum yang terlibat. Dikatakan juga bahwa vaksinisasi menggunakan nanopatch ini akan lebih murah dibandingkan vaksin menggunakan jarum suntik karena nano ini tidak perlu ditaruh di lemari es.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah menyatakan kekhawatiranya bahwa vaksin di dunia sekarang tidak efektif karena di dunia ketiga banyak yang tidak disimpan di lemari es. "Kami sudah membuktikan bahwa Nanopatch tidak perlu disimpan di tempat dingin. Dari percobaan dengan tikus, dosisnya tidak perlu besar. Jadi dengan itu saja, dua masalah besar penyebaran vaksinasi di dunia berkembang sudah bisa diatasi," kata Kendall.

Sumber :
brisbanetimes.com.au
»»  READMORE...

Stres Juga Bisa Pertajam Ingatan



Ilustrasi sel otak
Stres tidak selalu buruk. Ada juga manfaat yang diperoleh dari kondisi ini.  Sebuah studi baru yang dimuat dalam jurnal eLife menunjukkan, stres mungkin dapat mempertajam memori.

Stres kronik telah dikaitkan dengan peningkatan risiko serangan jantung dan memperlemah imunitas. Namun ternyata, stres juga meningkatkan performa dari otak, khususnya kemampuan mengingat. Dengan catatan, stres terjadi dalam jangka waktu pendek.

Studi yang dilakukan pada tikus menemukan hasil yang signifikan. Stres menyebabkan sel punca yang ada di otak tikus berubah menjadi sel-sel saraf baru. Sel-sel tersebut akan menjadi dewasa dua minggu kemudian, sehingga meningkatkan performa otak.

"Mungkin Anda selalu berpikir stres adalah hal yang buruk, namun ternyata tidak juga," ujar Daniela Kaufer, profesor biologi integratif dari University of California Amerika Serikat.

Ia mengatakan, stres dalam kadar tertentu baik untuk membentuk tingkat kesadaran, perilaku, dan kemampuan kognitif yang optimal. "Saat stres, mungkin otak akan lebih waspada sehingga membuat Anda bertindak lebih baik," paparnya.

Banyak penelitian yang sudah menunjukkan stres kronik akan meningkatkan produksi kortisol, hormon stres, yang dapat menekan produksi sel saraf baru di otak, sehingga memperburuk ingatan. Peningkatan hormon stres juga dikaitkan dengan risiko obesitas, penyakit jantung, dan depresi.

Hanya saja, kata Kaufer, efek dari stres akut mungkin masih belum banyak diketahui, sehingga hasil dari studi-studi tersebut masih rancu.

Untuk memecah kerancuan ini, para peneliti menggunaan tikus sebagai hewan percobaan. Tikus-tikus dibuat stres dengan mengurungnya di kandang selama beberapa jam. Hal ini akan memicu tikus memproduksi hormon stres yang setara dengan mereka yang mengalami stres kronik, meskipun hanya selama beberapa jam.

Hasilnya, terjadi pembelahan ganda sel otak dalam bagian otak yakni wilayah hippocampus. Para peneliti juga menemukan bahwa tikus yang stres memiliki kemampuan mengingat yang lebih baik setelah dua minggu.

Para peneliti mengatakan, efek yang diperoleh dari stres memang tidak langsung, melainkan membutuhkan waktu setidaknya dua minggu. Dalam waktu ini, sel saraf membutuhkan waktu untuk pendewasaan.

Kendati demikian, para peneliti mencatat, stres yang akut dan intens dapat berbahaya karena akan membuat trauma setelahnya.

"Namun ada pesan positif yang dapat diambil, yaitu stres bisa membuat Anda lebih baik, asalkan dengan kadar dan lama yang tepat. Serta, bagaimana Anda mengartikan dan memahaminya," tandas Kaufer.

Sumber :
»»  READMORE...

Makan Ikan Sejak Dini Turunkan Risiko Alergi?

Jumlah anak-anak yang menderita alergi terus meningkat. Sayangnya gangguan alergi ini belum bisa diobati. Karena itu para ahli berusaha menggali upaya pencegahannya. Salah satu cara yang diduga berpotensi bisa mencegah kejadian alergi adalah mengenalkan ikan pada anak sejak dini.

Sebuah studi yang dilakukan di Swedia dilakukan terhadap 3000 anak ditujukan untuk melihat efek dari konsumsi ikan terhadap berkurangnya risiko alergi, seperti alergi musim, debu, dan eksim. Dicari tahu pula apakah efek pencegahan itu bisa bertahan jangka panjang.

Studi ini menunjukkan bahwa anak yang mengonsumsi paling tidak dua sajian ikan setiap bulan, risikonya memiliki alergi 75 persen lebih rendah. Studi juga menunjukkan adanya pergeseran pemikiran dari para orangtua untuk mengenalkan anak pada makanan yang beragam di usia muda.

Yang mengejutkan, pola makan kaya ikan bagi anak usia satu tahun sudah umum di beberapa area di dunia. Salah satunya di wilayah Mediterania. Dalam pola makan Mediterania, makanan yang menjadi fokus utama adalah buah-buahan, sayur-sayuran, gandum utuh, minyak zaitun, kacang-kacangan, dan biji-bijian. Selain itu, ikan dan makanan laut lain dengan kandungan merkuri rendah.

Penganut diet jenis ini juga membatasi asupan produk susu. Mereka membatasi hanya mengonsumsi yogurt atau keju segar.

Studi lain meneliti pada sekitar 460 anak yang tinggal di Minorca (sebuah pulau di Mediterania). Studi tersebut menemukan, anak yang utamanya makan makanan nabati paling tidak risikonya 62 persen lebih rendah untuk memiliki asma atau alergi. Studi itu juga menunjukkan bahwa anak-anak yang makan 60 gram ikan setiap hari risikonya terkena alergi 57 persen lebih rendah.

Hubungan pasti antara gaya diet Mediterranean dan alergi masih belum diketahui, namun penemuan seperti ini dapat membuka cakrawala baru tentang pengenalan makanan yang beragam terhadap anak-anak. Kendati demikian, Anda sebaiknya berkonsultasi dulu pada dokter anak sebelum mengubah pola makan mereka.



Sumber :
»»  READMORE...

Tekan Nafsu Makan dengan Lompat Tali

Kesulitan untuk meredam rasa lapar yang muncul di sela-sela waktu makan? Mungkin Anda perlu mencoba latihan lompat tali untuk mengatasinya. Sebuah studi baru dari Jepang mengatakan, latihan yang melibatkan gerakan vertikal seperti lompat tali dapat melawan nafsu makan lebih baik daripada jenis latihan lain

Banyak penelitian membuktikan, olahraga dapat menekan nafsu makan untuk sementara waktu. Efek ini melibatkan hormon yang meregulasi nafsu makan yang dikeluarkan oleh usus, seperti ghrelin. "Gangguan" pada usus yang ditimbulkan dengan berolahraga akan mempengaruhi produksi hormon lapar tersebut.

Studi yang dimuat dalam jurnal Appetite menunjukkan bahwa gerakan vertikal paling efektif dalam mengurangi produksi hormon lapar. Para peneliti mengatakan, berlari lebih baik dari pada bersepeda, sedangkan lompat tali bahkan lebih baik dari berlari sebagai latihan penekan rasa lapar.

Para peneliti melakukan percobaan pada 15 pria sehat yang berusia 24 tahun. Dalam hari yang terpisah, para peserta melakukan tiga perlakuan berbeda, yaitu lompat tadi, bersepeda, dan beristirahat. Para peneliti menentukan waktu bagi masing-masing latihan agar energi yang dikeluarkan memiliki nilai yang sama.

Selama melakukan latihan, para peserta menerima pengukuran untuk kadar hormon lapar, dan ditanya seberapa lapar, serta keinginan mereka untuk memakan makanan asin, manis, asam, dan berlemak.

Hasil menunjukkan para peserta merasa lebih tidak lapar saat melakukan latihan bersepeda dan lompat tali dibandingkan dengan mereka yang beristirahat. Rasa ini tetap bertahan hingga 15 menit setelah berolahraga.

Peserta yang melakukan lompat tali bahkan lebih sedikit merasa lapar dibandingkan dengan mereka yang bersepeda, hingga 25 menit setelah latihan.

Untuk keinginan makan makanan berlemak, secara umum peserta mengalami penurunan saat sedang berolahraga, khususnya bagi peserta yang melakukan lompat tali. Hasil tersebut dibandingkan dengan mereka yang tidak melakukan latihan.

Namun setelah selesai melakukan latihan, peserta yang bersepeda merasa lebih lapar dari pada mereka yang tidak melakukan latihan. Para peneliti menyimpulkan hal ini dikarenakan mereka membutuhkan energi pengganti setelah berolahraga. Istimewanya, rasa lapar setelah latihan ini tidak dirasakan oleh mereka yang melakukan lompat tali.

Para peneliti mengatakan, tidak ada perbedaan hormon lapar antara peserta yang lompat tali dan bersepeda. "Pasti ada mekanisme lain yang menjelaskan perbedaan kadar lapar mereka," ujar mereka.

Barry Braun, profesor dan direktur laboratorium metabolisme energi di University of Massachusetts yang tidak terlibat dengan studi mengatakan, studi ini cukup baik untuk membandingkan antara bersepeda dan lompat tali. Namun tidak ada perbedaan signifikan antara keduanya.

"Mungkin saja gerakan vertikal membuat gangguan yang lebih baik pada usus sehingga membuat sedikit lapar. Namun efeknya tidak terlalu terlihat," ujar Braun.

Ia menambahkan, selain hormon lapar, penurunan nafsu makan yang terlihat dalam studi ini mungkin juga dikarenakan peningkatan suhu tubuh yang lebih tinggi selama lompat tali.



»»  READMORE...

Mengapa Pasien Bisa Tersadar di Meja Operasi?

ilustrasi
Meskipun sangat jarang terjadi, tetapi seorang pasien yang sudah mendapatkan anestesi bisa terbangun saat dokter sedang melakukan pembedahan. Apa yang sebenarnya terjadi?

Tiba-tiba tersadar saat di meja operasi disebut juga dengan "kesadaran selama pembiusan". Hal ini hanya terjadi pada sekitar 1-2 kali untuk setiap 1.000 penggunaan obat bius. Seorang pasien disebut mengalami kesadaran ketika mereka bisa mengingat dengan benar kejadian yang dialaminya di meja operasi.

Tersadar saat berada di meja operasi lebih banyak dialami pasien yang menjalani operasi jantung, operasi caesar, atau kondisi yang disebabkan trauma. Pada operasi tersebut biasanya dokter tidak memberikan obat dengan dosis yang biasa karena lebih mengutamakan keselamatan pasien.

Kesadaran selama pembiusan bisa terjadi karena peralatan yang dipakai tidak berfungsi atau karena pasien memiliki metabolisme tinggi untuk memecah obat bius lebih cepat dari biasanya.

Walaupun dalam kondisi "sadar" namun kebanyakan pasien tidak merasakan sakit selama mengalami kesadaran saat dioperasi. Meski begitu hal itu bisa menimbulkan trauma dan kecemasan sesudahnya.

Menurut Dr.Morris Brown, kepala bagian anestesi di Henry Ford Hospital, Michigan, AS, mengatakan, tujuan utama pembiusan adalah membuat pasien bebas dari sakit dan stres selama tindakan operasi.

"Jika pasien justru menjadi sadar dan bisa mengingat meski di bawah pengaruh obat bius, maka itu akan menyebabkan gangguan trauma," kata Brown.

Ia menambahkan, pasien tak perlu terlalu khawatir akan terbangun di tengah meja operasi karena kejadiannya termasuk jarang. Sebelum memberikan obat dokter anestesi akan menjelaskan apa yang akan Anda alami selama dibius.

Beberapa pasien mengaku bermimpi selama operasi atau bisa mengingat suasana ruang operasi. Namun hal tersebut ternyata tidak termasuk dalam kondisi "kesadaran saat pembiusan". Sensasi dan memori tersebut kebanyakan tidak sama dengan apa yang sebenarnya terjadi.


Sumber :
FOX NEWS
»»  READMORE...

Awet Muda Berkat "Strength Training"

Ilustrasi latihan beban
Latihan kekuatan atau strength training merupakan latihan fisik yang menggunakan tenaga dan berlawanan dengan gravitasi. Latihan kekuatan umumnya menggunakan seperti beban, massa tubuh atau mesin yang bertujuan memicu kontraksi otot. Hasilnya, latihan kekuatan dapat membentuk otot, meningkatkan kekuatan, memelihara, dan meningkatkan jaringan otot.

Latihan ini biasanya terdiri dari beberapa latihan dan membutuhkan sesi-sesi latihan yang ketat. Latihan ini sangat bermanfaat dan memastikan tubuh mendapatkan tingkat kekuatan yang diinginkan tanpa kemungkinan cedera apapun. Ada jenis latihan ini yang mungkin saja melibatkan peralatan berat dan mungkin agak sulit dilakukan. Saat menjalankan latihan ini, Anda harus dibimbing oleh pelatih atau instruktur ahli. Menggunakan ide sendiri pada saat melakukan latihan kekuatan bisa saja malah menimbulkan masalah.

Latihan kekuatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari rezim olahraga yang seimbang. Latihan ini direkomendasikan untuk semua jenis kelamin dari anak-anak hingga usia lanjut. Selain dapat membentuk otot, ternyata latihan kekuatan juga memiliki manfaat lain untuk tubuh. Simaklah manfaat lain latihan kekuatan berikut ini :

1. Membuat awet muda

Latihan kekuatan memberi pengaruh baik terhadap 'biomarkers of aging'.  Biomarkers of aging merupakan beberapa faktor penentu penuaan fisik yang bisa Anda kendalikan seperti: massa otot, komposisi tubuh, lemak darah, tekanan darah, kepadatan tulang, dan kadar gula darah. Faktor-faktor tersebutlah yang menunjukkan seberapa tua Anda, terutama bagi orang lain yang tidak tahu usia Anda sebenarnya.


2. Bermanfaat bagi penderita penyakit jantung
Beberapa masalah pada jantung berkaitan dengan kegagalan jantung memompa darah yang cukup ke seluruh tubuh. Penelitian membuktikan bahwa saat penderita penyakit jantung melakukan gerakan latihan kekuatan seperti leg press, darah mereka akan lebih banyak dialirkan daripada saat mereka diam. Hal tersebut dikarenakan kontraksi otot yang halus dan terkontrol dari gerakan leg press menekan sistem pembuluh darah sehingga membantu memompa dan memperpendek jarak yang harus dilalui darah sebelum kembali ke jantung. Maka, peredaran darah menjadi lebih efektif.

3. Mengontrol kadar gula darah

Menjaga kadar gula darah sangat penting jika Anda ingin terhindar dari penyakit kardiovaskular. Latihan kekuatan menyerap banyak glukosa sebagai sumber tenaga. Dua set latihan dengan sepuluh repetisi rata-rata mengurangi 5 gram glukosa dalam tubuh. Maka latihan kekuatan merupakan sarana yang baik untuk menurunkan kadar gula.

4. Mencegah osteoporosis
Tulang dan otot saling berkaitan satu sama lain. Dengan melatih otot, Anda juga memberikan tekanan pada tulang. Tekanan ini merangsang tulang untuk meningkatkan kepadatannya dan membantu mengurangi resiko osteoporosis.


Sumber :
»»  READMORE...

Mengapa Sunat Menurunkan Risiko HIV?

BBC
Setelah beberapa lama menjadi misteri, akhirnya para ilmuwan berhasil mengungkapkan mengapa sunat pada pria bisa menurunkan risiko penularan HIV.

Dalam studi yang dimuat dalam jurnal mBio, para ilmuwan menjelaskan bahwa perubahan populasi bakteri yang hidup di sekitar penis akibat tindakan sunat menjadi alasan di balik rendahnya risiko tertular HIV.

Menggunakan teknologi teranyar sehingga pengurutan gen dari organisme lebih cepat dan mudah diakses, peneliti melakukan analisis secara mendalam pada gen dari mikroba yang berada di sekitar penis. Sebanyak 156 pria Uganda yang disunat saat dewasa menjadi responden dalam penelitian ini. Mereka memberikan sampel sebelum sunat dan setahun setelahnya.

Meski tak ada perbedaan signifikan pada komunitas bakteri sebelum sunat dan setelahnya, tetapi pada kurun waktu 12 bulan kemudian, pria yang disunat memiliki jumlah bakteri yang bisa bertahan di kondisi beroksigen rendah (anaerob) lebih sedikit dan bakteri yang perlu oksigen (aerob) lebih banyak.

Secara umum, pria yang disunat memiliki jumlah bakteri 33 persen lebih rendah sehingga berpengaruh pada kemampuan tubuh dalam melawan infeksi seperti HIV.

Jumlah bakteri yang tinggi, seperti pada penis pria yang tidak disunat, akan mengaktifkan sel Langerhans di permukaan kulit. Sel-sel ini juga ditemukan di seluruh permukaan kulit manusia dan normalnya bertindak sebagai lini pertama pertahanan tubuh melawan patogen.

Dalam kondisi aktif, sel Langerhans ternyata justru mempermudah penularan HIV dengan menarik sel-sel spesifik yang ditargetkan oleh HIV, yakni CD4 dan sel T, kemudian mengikatnya. Sehingga, sel-sel yang sehat justru menjadi sasaran mudah dari HIV.

"Telah terjadi revolusi pada pemahaman kita akan mikroba. Mikroba sebenarnya sama seperti halnya sistem organ yang lain dan kita baru sampai pada permukaan untuk memahami kaitan antara mikroba dan sistem imun," kata Lance Price, yang melakukan riset ini.

Studi sebelumnya juga menunjukkan bahwa perubahan populasi bakteri di usus, misalnya, berdampak pada risiko obesitas. Studi lain juga menemukan kaitan yang kuat antara komunitas mikroba dan faktor risiko kanker, asma, serta penyakit kronis lainnya.

Sumber :
The Times
»»  READMORE...