Social Icons

Sabtu, 06 April 2013

Teh Hitam Bantu Turunkan Tensi Darah




Banyak cara untuk mengelola tensi darah agar tetap normal, baik melalui obat-obatan atau perubahan pola makan dan gaya hidup. Salah satu cara alami yang bisa dilakukan antara lain dengan rutin mengonsumsi teh hitam.

Variasi tekanan darah bisa menjadi indikasi serius adalah kesalahan dalam sistem kardiovaskular. Misalnya saja peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menjadi gejala awal stroke atau tekanan darah.

Sebuah artikel yang dipublikasikan dalam American Journal of Clinical Nutrition mengklaim bahwa minum teh hitam cukup efektif untuk menurunkan variasi tekanan darah. Para ilmuwan yakin kandungan dalam teh hitam, bukan kafein, berdampak positif pada penurunan tensi.

Perbedaan antara teh hitam dan teh jenis lainnya adalah teh hitam lebih teroksidasi karena fermentasi daunnya lebih lama. Sebelumnya teh hitam juga diketahui mampu meningkatkan kewaspadaan, mencegah penyakit Parkinson, dan mengatasi pengerasan arteri.

Untuk mengetahui efek teh hitam terhadap tekanan darah, tim peneliti dari Australia melakukan eksperimen yang melibatkan 111 pria dan wanita yang menunjukan gejala pra-hipertensi. Para partisipan ditanyai kebiasaan minum teh perhari dan sudahkah memonitor tensi darah sampai 3 kali dalam kurun waktu 6 bulan.

Hasil penelitian menunjukkan, minum tiga cangkir teh hitam setiap hari mampu menurunkan variasi tekanan darah sampai 10 persen. Efek minum teh hitam terlihat setelah satu hari dan terus berlanjut dalam enam bulan kebiasaan itu dilakukan.

Selain rajin minum teh hitam, para ahli menyarankan agar orang yang tensi darahnya mulai tinggi untuk rutin memeriksakan dirinya ke dokter. Menjaga pola makan dengan lebih banyak mengasup buah dan sayur, mengurangi stres, serta membatasi konsumsi alkohol dan garam, juga membantu menurunkan tekanan darah.

Sumber :
»»  READMORE...

Jumat, 05 April 2013

Dikembangkan Cara Cegah Penyakit pada Obesitas





Berat badan sangat berlebih alias obesitas memang identik dengan penyakit. Namun menurut studi terbaru yang dimuat dalam jurnal Cell Press orang obesitas punya peluang untuk tetap sehat dan terbebas dari risiko penyakit kronis.
Para peneliti dari University of Tokyo menemukan bahwa, pada tikus, penghambatan suatu protein tertentu yang terkait dengan kondisi obesitas dan inflamasi dapat mencegah terjadinya diabetes. Mereka percaya hasil penemuan ini dapat berkembang menjadi sebuah perlakuan nyata untuk mencegah penyakit pada orang obesitas.

Protein ini, yang dikenal dengan nama apoptosis inhibitor of macrophage (AIM) ditemukan dalam konsentrasi yang tinggi dalam orang obesitas. AIM bekerja untuk mereduksi jumlah lemak yang disimpan saat seseorang mulai mengalami obesitas. Semakin bertambah berat badan, semakin banyak AIM yang diproduksi tubuh.

Padahal kadar AIM yang berlebihan di darah akan berbahaya. Hal ini dikarenakan AIM memicu antibodi yang menyerang tubuh, sehingga menyebabkan inflamasi. Inflamasi akan memicu banyak masalah kesehatan yang terjadi saat mengalami obesitas.

"Obesitas dapat mengembangkan penyakit metabolik dan kardiovaskular yang awalnya  dipicu oleh resistensi insulin dan disebabkan oleh inflamasi kronis," ujar para peneliti yang diketuai oleh Toru Mizayaki.

"Penghambatan AIM berpotensi menjadi terapi untuk mencegah bukan hanya resistensi insulin dan gangguan metabolisme, tetapi juga autoimunitas dalam kondisi obesitas."

Para peneliti juga menemukan bahwa kadar antibodi imunoglobulin M (IgM) mengalami peningkatan pada tikus yang diberi diet tinggi lemak. IgM juga dapat berikatan dengan AIM, yang dapat menyebabkan produksi antibodi lebih meningkat.

"Ikatan AIM-IgM berperan penting dalam proses autoimun yang terkait obesitas," tulis para peneliti dalam studi tersebut.

Para peneliti menemukan bahwa kadar AIM yang tinggi dalam darah  berkorelasi dengan indeks massa tubuh yang tinggi, terutama pada pasien dengan penyakit autoimun. Mereka berpendapat, dengan menghambat AIM maka dapat membantu mencegah penyakit terkait obesitas pada manusia.

"Namun, tingkat AIM lebih bervariasi pada  manusia dibandingkan pada tikus," tulis para peneliti. Sehingga untuk mengaplikasikan hasil temuan ini pada manusia mungkin masih memerlukan waktu yang lama, selain membutuhkan penelitian lebih lanjut terhadap manusia.

Sumber :
Everyday Health
»»  READMORE...

Rajin Makan Pisang Cegah Stroke



Pola makan yang sehat wajib kita jalani jika ingin terhindar dari berbagai penyakit. Berkaitan dengan hal tersebut, para ahli merekomendasikan kita untuk rutin makan pisang dan mengurangi keripik untuk mencegah stroke.

Pisang merupakan buah yang kaya kandungan potasium. Satu buah pisang rata-rata mengandung 420 mg. Potasium berperan dalam menurunkan tekanan darah. Sedangkan keripik mengandung banyak garam yang dapat menaikan tekanan darah. Itu sebabnya kombinasi kedua hal tersebut sangat disarankan jika tak ingin terkena stroke.

Sebuah studi menemukan orang yang cukup asupan potasium memiliki risiko stroke 24 persen lebih kecil. Meski begitu sebelumnya para peneliti menemukan bahwa konsumsi potasium pada orang tua dapat berbahaya karena menyebabkan  penurunan fungsi ginjal sehingga tidak dapat menghilangkan sisa-sisa potasium dari darah.

Namun hal tersebut dibantah lewat penelitian terbaru yang menunjukkan potasium tidak berpengaruh negatif terhadap fungsi ginjal. Para peneliti menyebutkan ada bukti sangat kuat bahwa rutin mengonsumsi makanan sumber potasium berdampak sangat positif bagi mereka yang menderita hipertensi.

Para peneliti menganalisa 128.000 orang hingga lebih dari 33 kali percobaan. Mereka menemukan bahwa orang yang mengonsumsi lebih banyak mineral, misalnya rajin makan pisang, aman untuk setiap orang. Asupan potasium yang disarankan perhari adalah tidak lebih dari 3.500 mg.

Studi lain menemukan bahwa mengurangi asupan garam dalam empat minggu atau lebih secara signifikan dapat menurunkan tekanan darah. Pada akhirnya hal itu dapat menurunkan risiko stroke dan serangan jantung.

Dr. Clare Walton dari Stroke Association mengatakan diet yang sehat merupakan kunci dari mengatur risiko stroke. "Tekanan darah tinggi merupakan faktor risiko terbesar untuk stroke. Mengubah pola makan menjadi lebih sehat dapat menjaga tekanan darah tetap terkontrol," katanya.


Sumber :
»»  READMORE...

Hindari Kebiasaan Penyebab "Heartburn"





Heartburn merupakan istilah untuk sensasi panas di dada yang diakibatkan naiknya asam lambung sampai ke kerongkongan. Heartburn umumnya dipicu oleh makanan, obat, hingga kebiasaan-kebiasaan buruk seperti merokok atau tidur setelah makan.

Heartburn tentu akan mengganggu aktivitas Anda. Terlebih jika terjadi saat tidur, heartburn akan menurunkan kualitas tidur. Maka apa yang perlu dilakukan untuk menghindari heartburn?

1. Hindari merokok.
Merokok mungkin sudah menjadi alasan timbulnya banyak penyakit, termasuk heartburn. Merokok akan melemahkan katup di antara perut dan esofagus sehingga memicu heartburn.

2. Hindari makan banyak dan berlemak.
Ketika makan, lambung akan mengembang. Makan terlalu banyak bisa membuat gejala heartburn kumat setelah makan. Biaskan makan sedikit-sedikit, empat atau lima kali sehari, sehingga lambung tidak terlalu banyak memproduksi asam.

3. Hindari olahraga ekstrim.
Ada gerakan-gerakan tertentu dalam olahraga yang dapat memicu asam lambung untuk kembali ke kerongkongan. Maka perhatikan gerakan olahraga Anda, hindari gerakan-gerakan yang berlawanan dengan aliran pencernaan alami. Selain itu, hindari pula makan sebelum berolahraga.

4. Perhatikan obat Anda.
Ada banyak pengobatan yang memicu heartburn. Penggunaan rutin aspirin dan obat anti-inflami nonstetoid biasanya dapat memicu.

5. Jangan kenakan ikat pinggang atau pakaian ketat di daerah pinggang.

Pakaian ketat pada pinggang akan menekan lambung, sehingga asam lambung bisa naik ke kerongkongan. Selain itu, pastikan pakaian tidur Anda longgar sehingga tidak memberikan tekanan pada lambung.

6. Jangan tidur setelah makan.
Tidur setelah makan memperbesar risiko naiknya asam lambung ke kerongkongan. Maka pastikan tidur 2 jam setelah makan. Selain itu Anda juga dapat menggunakan bantal yang membuat posisi kepala lebih tinggi dari badan saat tidur.

Sumber :
»»  READMORE...

Obati Autisme Berat, Orangtua Manfaatkan Ganja





Mariyuana atau ganja sebenarnya sudah sejak lama dipakai untuk mengobati penyakit. Namun, dalam dunia kedokteran modern, pemanfaatan ganja masih kontroversial. Meski begitu, sebuah keluarga di Oregon, Amerika Serikat, menggunakan ganja untuk mengatasi autisme berat yang diderita anak mereka.
Adalah Jeremy Echols, ayah dari Alex, anak penyandang autisme berusia 11 tahun. Alex gemar menyakiti dirinya sendiri. Saat berusia 5 tahun, ia telah menunjukkan gejala autisme berat, antara lain membenturkan wajahnya ke tembok hingga memar.

Namun, keadaan ini berubah semenjak Jeremy memberikan program pengobatan dengan menggunakan ganja kepada Alex. Terjadi perubahan dramatis pada perilaku Alex.

"Dia pernah memukuli dirinya sendiri hingga berdarah-darah dalam jangka waktu satu jam atau satu setengah jam. Seharusnya, dia dapat bermain normal dengan mainan, namun saat itu sangat tidak mungkin," ujar Jeremy.

Jeremy kemudian mulai memberikan obat ganja cair tiga kali seminggu pada Alex.

American Academy of Pediatrics melarang pengunaan ganja terhadap anak-anak sekalipun sebagai obat. Hal tersebut disebabkan ganja bersifat racun untuk perkembangan otak anak. Selain itu, belum diketahui efek samping dari penggunaan ganja dalam waktu lama.

Kendati demikian, bagi keluarga Echols, manfaat yang didapatkan dari pengobatan ganja lebih besar daripada efek sampingnya.

"Bagi kami, efek samping obat yang belum diketahui tersebut mungkin bukan apa-apa dibanding dengan perilaku menyakiti dirinya sendiri," ujar Jeremy.

Sumber :
FOX NEWS
»»  READMORE...

Obesitas di Usia Muda Beresiko Penyakit Ginjal





Kegemukan dan obesitas telah dikaitkan dengan berbagai macam penyakit, seperti penyakit jantung, diabetes, hipertensi, dan beberapa penyakit lain. Menurut studi terbaru, obesitas sejak muda juga dapat meningkatkan risiko penyakit ginjal.

Sebuah studi baru jangka panjang menganalisa data lebih dari 4.600 orang di Inggris yang lahir pada Maret 1946. Para peserta memiliki indeks massa tubuh yang bervariasi, yaitu 20, 26, 36, 43, 53, 60, dan 64. Indeks massa tubuh merupakan pengukuran lemak tubuh berdasarkan tinggi dan berat tubuh. Indeks massa tubuh di atas 29 sudah tergolong obesitas.

Para peserta yang mengalami kegemukan hingga obesitas di usia muda atau usia 26 atau 36 memiliki risiko penyakit ginjal kronik lebih tinggi pada usia 60 hingga 64 tahun. Risiko tersebut dibandingkan dengan mereka yang tidak obesitas di usia muda maupun di usia tua.

Menurut studi yang dipublikasi dalam Journal of the American Society of Nephrology ini, memiliki rasio lingkar pinggang-pinggul yang lebih besar selama usia pertengahan juga dikaitkan dengan penyakit ginjal kronik pada usia 60 hingga 64 tahun.

Para peneliti menyimpulkan bahwa 36 persen risiko penyakit ginjal kronik pada usia 60 hingga 64 tahun dapat dicegah jika menghindari obesitas hingga mencapai usia tersebut.

"Ini adalah pelaporan pertama bagaimana usia mengalami obesitas mungkin dapat mempengaruhi risiko penyakit ginjal," ujar penulis studi dr. Dorothea Nitsch dari London School of Hygiene & Tropical Medicine.

Kendati demikian, masih belum jelas obesitas di usia muda pasti menyebabkan penyakit ginjal kronik di usia tua. Namun para peneliti berpendapat risiko menderita penyakit ginjal kronik akan semakin besar jika mengalami obesitas di usia muda.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lebih dari 1,4 miliar orang dewasa mengalami kegemukan di 2008, termasuk 500 juta di antaranya mengalami obesitas.



Sumber :
»»  READMORE...

Kamis, 04 April 2013

Label Organik Mengecoh Konsumen





Persepsi seseorang akan rasa, manfaat, bahkan kandungan kalori dari sebuah produk makanan ternyata bisa dipengaruhi oleh label organik dalam makanan.

Konsumen yang mengonsumsi makanan berlabel organik mempercayai bahwa makanan tersebut lebih sehat, terasa lebih lezat, bahkan mengandung kalori lebih rendah.

Beberapa studi sebelumnya juga menunjukkan sebagian besar mempersepsikan makanan organik sebagai makanan sehat karena adanya "efek halo" dari label organik.

Dalam studi teranyar yang dilakukan tim dari New York's Cornell University menemukan, banyak konsumen yang terkecoh dengan label organik pada produk makanan.

Tim peneliti melibatkan 115 orang yang direkrut dari pusat perbelanjaan lokal untuk berpartisipasi dalam studi. Mereka diberi beberapa pertanyaan untuk mengevaluasi tiga jenis produk, yakni dua yogurt, dua kue kering, dan dua kantong keripik.

Salah satu dari tiap jenis produk itu diberi label organik, sementara sisanya berlabel regular. Yang tidak disadari oleh konsumen itu, setiap contoh produk sebenarnya organik dan sama.

Para relawan studi ditanyai tentang rasa dan kandungan kalori dari tiap produk dan seberapa besar mereka mau membayar produk tersebut. Daftar pertanyaan juga meliputi kebiasaan belanja para konsumen.

Kendati setiap produk adalah sama, namun pada produk yang mendapat label organik dipersepsikan para konsumen sebagai produk yang lebih sehat, rasanya enak, dan kalorinya rendah.

Kue kering dan yogurt yang di kemasannya tertulis organik dianggap memiliki kandungan kalori paling rendah, para konsumen bahkan bersedia membayar lebih mahal untuk produk tersebut.

Aspek nutrisi dari produk-produk tersebut juga bias oleh efek "sehat" dari produk berlabel organik. Para konsumen menilai kue kering dan yogurt organik memiliki kandungan lemak lebih rendah serta bernutrisi dibanding jenis yang biasa.

Label organik bahkan mengecoh indera perasa. Ketika dipersepsikan organik, para konsumen mengatakan keripik terasa lebih menarik dan yogurt terasa lebih enak.

Padahal, biasanya makanan yang non-organik dianggap lebih lezat karena kebanyakan orang menganggap makanan sehat biasanya rasanya kurang enak.

Kendati begitu, tim peneliti menemukan bahwa orang-orang yang terbiasa membaca label nutrisi dan membeli produk organik tidak terlalu terpengaruh oleh "efek halo" sehat.

Sumber :
»»  READMORE...