Social Icons

Kamis, 04 April 2013

Teknologi "Stent" Terbaru Atasi Sumbatan Pembuluh Darah




Penyakit jantung koroner (PJK) masih menempati peringkat pertama  penyebab kematian di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Penyakit ini umumnya disebabkan berkurangnya aliran nutrisi dan oksigen pada otot-otot jantung akibat penyumbatan arteri.
Tindakan medis yang biasa dilakukan untuk mengatasi sumbatan yaitu dengan operasi bypass, yaitu memberikan "jalan" lain di pembuluh darah agar darah bisa melewati pembuluh yang tersumbat. Pembuluh yang disisipkan tersebut umumnya diambil dari pembuluh darah yang ada di kaki.
Akan tetapi, risiko operasi bypass cukup tinggi karena melibatkan tindakan invasif yang besar. Maka, alternatif dari operasi bypass yaitu teknologi stent atau yang biasa dikenal dengan "ring". Pemasangan stent di pembuluh darah akan memperlebar pembuluh yang tersumbat, sehingga memungkinkan darah untuk mengalir normal kembali.
Menurut spesialis jantung dan pembuluh darah dari Pusat Jantung Nasional Harapan Kita (PJNHK) dr. Doni Firman, teknologi stent merupakan tindakan minim invasif sehingga memiliki risiko yang lebih rendah dari operasi bypass.
Teknologi stent diawali pada tahun 1970an dan terus berkembang hingga saat ini. Doni mengatakan, teknologi stent yang terbaru yaitu stent yang bukan lagi terbuat dari metal, melainkan bahan organik. Sehingga dalam dua tahun, stent tersebut akan hilang dari pembuluh.
Doni mengatakan, teknologi stent terbaru ini sudah ada dan dapat dilakukan oleh dokter-dokter di Indonesia. Keunggulan dari stent terbaru daripada stent yang sudah ada sebelumnya antara lain dapat menyerap lemak dan kapur yang menyumbat pembuluh darah dan mengembalikan bentuk pembuluh darah hampir ke bentuk semula.
"Tidak seperti stent yang terbuat dari metal yang tidak dapat dihilangkan dari pembuluh, stent terbaru ini akan hilang dalam kurun waktu dua tahun, tapi kekuatannya sama dengan stent metal," jelas Doni dalam peluncuran Absorb Bioresorbale Vascular Scaffold, Kamis (4/4/2013), kemarin di Jakarta.
Kendati dapat menyerap penyumbat pembuluh darah, namun Doni tetap menekankan gaya hidup sehat yang utama dilakukan pasca pemasangan stent. "Jika gaya hidup tetap buruk, penyumbatan akan timbul lagi," tandas Doni.

»»  READMORE...

Waspada Jika Ada Darah Saat BAB





Jangan abaikan jika saat buang air besar (BAB) mengeluarkan bercak darah. Bisa jadi itu  adalah tanda-tanda awal penyakit kanker usus besar atau kanker kolorektal. Peningkatan jumlah kasus kanker kolorektal antara lain dipicu oleh pola makan tinggi lemak dan minim serat.

Kanker usus besar (kolon) dan daerah antara usus besar dan anus memiliki banyak persamaan, karena itu seringkali secara bersama-sama sering disebut dengan kanker kolorektal.

Menurut data WHO, setiap tahunnya diperkirakan 608.000 orang meninggal karena kanker kolorektal. Penyebab pasti kanker ini memang belum diketahui, tetapi ada beberapa hal yang meningkatkan risiko, antara lain pola makan tidak sehat, memiliki radang usus, merokok, serta faktor usia lanjut.

Sebagian besar penderita kanker kolorektal memang berusia di atas 50 tahun, tetapi jumlah pasien yang berusia muda terus meningkat. "Makin banyak pasien saya yang baru berusia pertengahan tiga puluhan," kata Dr.Aru Sudoyo, Sp.PD, ahli hepatologi-onkologi medik dari RS.Medistra Jakarta.

Selain pola makan, aktivitas fisik yang kurang serta faktor genetik akan semakin meningkatkan faktor risiko. Menurut teori para ahli, sebagian besar orang memiliki gen tidur yang bisa menghasilkan sel kanker. Gen ini tetap tidur sampai kemudian diaktifkan oleh penyebab dari luar seperti infeksi, tembakau, bahan polusi di dalam makanan atau udara, sehingga menjadi sel kanker.

Gejala-gejala kanker kolorektal meliputi perdarahan pada usus besar yang ditandai dengan ditemukannya darah pada feses saat buang air besar, perubahan kebiasaan buang air besar (diare atau sembelit tanpa sebab yang jelas), penurunan berat badan meski tidak sedang diet, kelelahan, serta rasa sakit di perut atau bagian belakang.

Menurut Aru, sebagian besar pasien kanker kolorektal datang dalam stadium lanjut atau stadium tiga ke atas. "Sebenarnya cukup banyak yang datang masih dalam stadium satu, tetapi setelah mendapat diagnosa dokter mereka tidak datang lagi karena berobat alternatif. Setelah datang kembali sudah stadium lanjut," katanya.

Deteksi dini sangat penting supaya kanker bisa ditemukan di stadium dini sehingga akhirnya peluang kesembuhan menjadi makin besar.

Ada beberapa pemeriksaan yang bisa dilakukan untuk mendeteksi kanker kolorektal, antara lain pemeriksaan tes darah samar pada feses, colok dubur, atau kolonoskopi untuk mengambil contoh jaringan pada polip.

Terapi perawatan kanker kolorektal saat ini terus berkembang. Pilihan terapi berdasarkan pada stadium, posisi, serta ukuran tumornya. Pada kanker di stadium awal tindakan paling umum adalah pembedahan serta kemoterapi untuk memastikan kanker telah hilang dan tak akan muncul lagi. Pada stadium lanjut bisa dilakukan kemoterapi dan terapi sasaran untuk meningkatkan harapan dan kualitas hidup pasien.


»»  READMORE...

Tes Urine Bisa Prediksi Harapan Hidup




Urine yang selama ini dijadikan indikator kesehatan ternyata dapat membantu memprediksi harapan hidup seseorang. Sebuah laporan dari National Kidney Foundation's American Journal of Kidney Diseases menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara tingkat protein dalam urine (proteinuria) dan risiko kematian.

Berdasarkan laporan tersebut, orang sehat cenderung memiliki tingkat proteinuria yang rendah. Hal ini menandakan ginjal berfungsi dengan baik sebagai organ yang menyaring protein agar tetap ada di dalam tubuh. Protein yang ikut terbuang menandakan ada kerusakan tertentu yang menyebabkan ginjal bocor.

"Laporan kami menunjukkan, proteinuria tinggi bisa mengurangi angka harapan hidup pada sebagian besar pria dan wanita," kata peneliti Dr Tanvir Chowdhury Turin dari University of Calgary. Penelitian ini menggunakan 810 ribu sampel urine pasien yang tidak diopname di Alberta, Kanada. Para pasien juga tidak mempunyai riwayat penyakit yang berhubungan dengan ginjal.

Hasil penelitian menunjukkan, tingkat proteinuria sedang sampai tinggi menurunkan angka harapan hidup usia 30-85 tahun pada pria dan wanita. Pria dan wanita usia 40 tahun tanpa proteinuria memiliki harapan hidup 15,2 dan 17,4 tahun lebih lama dibanding yang memiliki level proteinuria tinggi. Wanita dan pria tanpa proteinuria juga memiliki harapan hidup 8,2 dan 10,5 tahun lebih lama dibanding yang memiliki level proteinuria sedang.

Pengujian proteinuria biasanya menggunakan dipstick dan dapat dilakukan di laboratorium mana pun. Dalam kondisi sehat, biasanya masih ditemukan proteinuria dalam jumlah kecil. Jumlah proteinuria sedang sampai besar menandakan adanya kesalahan pada sistem penyaringan (glomeruli) atau luka di area ginjal. Kondisi ini bisa menjadi gejala penyakit glomerulonephritis. Infeksi pada jalan urine seperti cystitis atau pyelonephritis juga menjadi penyebab tingginya level proteinuria.

Dalam kondisi sehat, seseorang bisa mengeluarkan proteinuria berkisar 0-8 mg/dL. Normalnya jumlah kecil protein yang lolos masuk ke dalam ginjal mampu kembali diserap tubuh. Hal ini mungkin karena ginjal juga mengendalikan jumlah protein dalam darah. Bila protein dalam darah sudah terlalu tinggi, barulah protein tersebut lolos dan bergabung menjadi urine. Besarnya proteinuria yang keluar ditandai urine yang berbusa (foamy).

Makin besar proteinuria yang keluar, semakin tinggi angka penanda pada dipstick (penanda level urin). Angka 1+ diperuntukkan bagi proteinuria sebanyak 30 mg/dL atau setara kurang dari 0,5 g/hari. Angka 2+ menandakan proteinuria yang keluar adalah 100 mg/dL atau setara 0,5-1 g/hari. Angka 3+ adalah untuk proteinuria yang keluar sejumlah 300 mg/dL atau setara kurang dari 1-2 g/hari. Angka tertinggi 4+ ditujukan untuk proteinuria yang lebih dari 200 mg/dL atau setara lebih dari 2 g/hari.    

Sebelumnya, hanya diketahui hubungan antara tingkat proteinuria dengan gejala awal timbulnya penyakit yang berkaitan dengan ginjal. Dengan adanya penelitian ini, memungkinkan seseorang mengetahui risiko langsung terhadap hidupnya dan merencanakan langkah penyembuhan sejak awal.

Sumber :
»»  READMORE...

Antibiotik Tak Efektif Cegah Flu





Saat kondisi badan mulai terasa tidak enak, banyak orang yang melakukan pencegahan dengan meminum antibiotik supaya tidak telanjur sakit flu. Padahal, sebagian besar antibiotik yang diresepkan untuk mencegah flu atau virus tidak efektif.

Dalam studi yang hasilnya dipublikasikan dalam jurnal Annals of Family Medicine disebutkan, antibiotik tidak banyak berpengaruh dalam mencegah flu.

Penelitian tersebut dilakukan dengan menganalisis rekaman medis lebih dari 814.283 pasien yang menderita flu, laringitis, bronkitis, serta virus lain (ISPA).

Meski antibiotik didesain untuk mengobati infeksi bakteri dan tidak efektif untuk ISPA, sebanyak 65 persen pasien mengatakan mendapat resep antibiotik untuk mencegah infeksi virus berkembang menjadi penyakit yang lebih serius, semisal pneumonia.

Padahal, kekhawatiran akan bertambah parahnya penyakit tersebut ternyata tak terbukti. Bahkan, cukup banyak pasien yang mengeluhkan efek samping dari konsumsi antibiotik.

Menurut penelitian, ternyata dari pasien yang mendapat antibiotik untuk pencegahan, hanya 1 dari 12.255 pasien yang berhasil dicegah penyakit pneumonia-nya.

"Makin banyak antibotik yang diminum, makin cepat bakteri di sekitar kita yang jadi kebal. Ini berarti, jika di kemudian hari kita sakit, besar kemungkinan penyakit itu tak akan sembuh oleh antibiotik," kata Sharon Meropol, asisten profesor epidemiologi dari Case Western Reserve University School of Medicine yang melakukan riset ini.

Meski begitu, kita tak perlu memusuhi antibiotik. Pada penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri, antibiotik akan mempercepat proses kesembuhan.

"Jika dokter Anda menyarankan antibiotik sebagai pencegahan flu, sebaiknya tanyakan alasannya dan apakah memang diperlukan," kata Robert Klein, kepala divisi penyakit infeksi dari St.Luke's dan Roosevelt Hospitals.

Bila alasan untuk mengonsumsi antibiotik kuat, pastikan Anda mengikuti instruksi minum obat yang benar untuk memaksimalkan efektivitas obat. Kesehatan Anda bergantung pada hal tersebut.

Sumber :
»»  READMORE...

Rabu, 03 April 2013

Diet untuk Si Unik Autis




Walau bukan sesuatu yang asing, tidak semua orang mengerti bagaimana memperlakukan anak penyandang autisme, termasuk dalam hal mengatur pola makannya. Padahal, makanan menjadi sumber utama nutrisi yang berguna bagi proses tumbuh kembangnya.

Autis adalah salah satu bentuk neurological disorder, yang menyebabkan penderitanya memiliki keterbatasan dalam berinteraksi dengan dunia luar. Sampai saat ini, hal yang menjadi penyebab autisme masih menjadi misteri.

Gangguan di otak tentu dapat berpengaruh pada kesehatan saluran pencernaan. Pada penderita autisme, protein peptida dan gluten tidak dapat dicerna dengan baik. Walau tidak mengobati, diet tanpa kasein dan gluten tidak memperburuk gejala autisme.

Bagi penderita autisme, protein peptida (kasein) dan gluten tidak bisa dicerna dengan sempurna. Akibatnya, hasil protein yang belum sempurna ini lolos dari usus dan masuk ke dalam aliran darah, beberapa ahli menyebutnya sebagai usus bocor (leaky gut). Pecahan ini kemudian diserap otak sebagai asupan untuk tumbuh kembangnya

Leaky gut sendiri juga dikenal dengan peningkatan permeabilitas usus (increased intestinal permeability). Menurut teori ini, anak autis memiliki sejenis lubang atau luka pada ususnya. Hal ini  disebabkan oleh racun, sensitivitas pada antibiotik, atau infeksi akibat pertumbuhan jamur Candida albican. Akibatnya, anak kehilangan keseimbangan mikrobiotik dalam saluran pencernaannya. Sehingga, anak tidak mampu memproduksi enzim yang mampu memecah gluten dan kasein dengan sempurna.

Pecahan dari gluten dikenal dengan nama Gliadorphin-7 dan beberapa protein dengan struktur yang mirip. Sedangkan dari peptida disebut Bovine ß-casomorphin-7 dan beberapa polypeptida dengan struktur yang mirip. Kedua protein memiliki kandungan mirip morfin yang disebut opioid. Protein ini kemudian diserap orang dan termanifestasi dalam bentuk gejala autisme.

Anak yang mengkonsumsi kasein dan gluten biasanya menampakkan gejala autisme lebih nyata daripada yang menghindarinya. Hal ini ditegaskan penelitian yang dilakukan Dr Paul Shattock pada 2008 di Inggris. Hasil penelitian mengatakan, anak yang tidak menyandang autisme memiliki kandungan peptida lebih rendah dibanding anak berautis.

Terus, makan apa?

Anak dengan autis sedapat mungkin menghindari hidangan dengan kandungan gluten atau peptida di dalamnya. Hal ini sangat menantang, karena anak harus menghindari segala produk susu semisal es krim, yoghurt, mentega, dan keju. Padahal, bahan makanan ini merupakan komponen utama camilan favorit anak.

Sementara untuk gluten, anak harus menghindari pasta, mie, kue kering, atau cake. Protein gluten juga terdapat di  tanaman sejenis gandum seperti rye, barley dan oats.  Gluten juga digunakan pada produk non makanan seperti pasta gigi, lip balm, dan lotion.

Walau tidak mudah orangtua bisa memulainya dari diet non kasein dan perlahan mengurangi gluten. Sebaiknya, anak banyak mengkonsumsi telur, daging, sayur, buah, dan kacang-kacangan untuk mencukupi kebutuhan gizinya.
Sumber :
»»  READMORE...

Merokok di Pagi Hari Paling Berbahaya





www.guardian.co.uk

Mengisap sebatang rokok setelah bangun tidur dipercaya oleh para pecandu rokok akan meningkatkan mood dan konsentrasi di pagi hari. Padahal, kebiasaan merokok di pagi hari sangat berbahaya.

Tim peneliti dari Pennsylvania State University melakukan penelitian untuk mengetahui kaitan antara merokok di pagi hari dan berbagai tipe kanker.

"Kami menemukan bahwa perokok yang langsung merokok setelah bangun tidur memiliki level NNAL atau karsinogen spesifik dari metabolit tembakau di dalam tubuh mereka dibanding dengan perokok yang menunda menyalakan rokoknya sampai setengah jam setelah bangun tidur," kata Steven Branstetter. Makin tinggi kadar NNAL, makin besar risikonya terkena kanker.

Ia menjelaskan, waktu merokok ternyata lebih berpengaruh daripada jumlah rokok yang dikonsumsi per hari, dalam kaitannya dengan kanker.

Branstetter dan timnya mengobservasi sekitar 2.000 orang dewasa yang perokok. Setiap individu ditanyakan berapa sering mereka merokok dan kapan mereka merokok di pagi hari atau setelah bangun tidur.

Para partisipan studi juga diambil contoh urinenya untuk menentukan jumlah NNAL dalam tubuh mereka. Kadar NNAL dalam manusia cenderung stabil. Ini berarti pengambilan contoh satu kali sudah cukup untuk mengetahui jumlah paparan dalam jangka waktu lama.

Hasil penelitian menunjukkan, 32 persen perokok langsung merokok sekitar 5 menit setelah bangun tidur, 31 persen merokok antara 6-30 menit setelah bangun, 18 persen antara 31-61 menit setelah bangun, dan 19 persen menunggu sekitar satu jam setelah bangun.

Ternyata kadar NNAL dalam tubuh responden paling tinggi ada pada perokok yang langsung merokok 5 menit setelah bangun dibandingkan dengan yang menunggu minimal 30 menit. Selain itu, level NNAL dalam sirkulasi darah juga bisa memprediksi kapan mereka mulai merokok, apakah mereka tinggal dengan perokok lain, usia, dan jenis kelaminnya.

Sumber :
»»  READMORE...

Udang Kecebong Bukan Fosil Hidup




Africa Gomez Udang Kecebong Eropa, Triops cancriformis, bukanlah fosil hidup seperti yang diduga sebelumnya.


Istilah "fosil hidup" dapat menimbulkan salah pemahaman karena istilah itu bisa diartikan proses evolusi pada hewan yang "dihadiahi" istilah tersebut telah berhenti.
Udang kecebong (Triops cancriformis) secara umum dikenal sebagai fosil hidup karena bentuknya yang sangat mirip dengan nenek moyangnya. Namun, sebuah hasil penelitian terbaru mengungkapkan, ternyata hewan tersebut bukanlah fosil hidup karena usia mereka jauh lebih muda dari nenek moyangnya.

Peneliti menganalisis rangkaian DNA dari semua jenis udang kecebong yang telah teridentifikasi, dan DNA dari kelompok crustaceae seperti kutu air dan udang brine. Hasil penelitian menunjukkan bahwa udang kecebong telah mengalami beberapa kali siklus perluasan evolusi dan kepunahan.

Udang jenis ini tergolong kelompok spesies kriptik, kelompok hewan yang keragaman genetiknya tinggi, tetapi secara penampakan sangat mirip. Penelitian ini mengungkapkan total ada 38 spesies, dan kebanyakan dari spesies tersebut belum banyak tergambarkan.

Karena morfologinya yang sangat mirip, menentukan fosil pada spesies yang tepat pun merupakan satu tantangan tersendiri. Beberapa fosil berusia 250 juta tahun ditetapkan satu spesies dengan Triops cancriformis. Akan tetapi, hasil studi terbaru yang dilakukan Africa Gómez menunjukkan bahwa spesies tersebut baru berevolusi sejak 25 juta tahun lalu.

Oleh sebab itu, penggunaan istilah "fosil hidup" pada kelompok hewan spesies kriptik bisa menimbulkan kesalahpahaman.
"Fosil hidup berevolusi seperti halnya organisme lainnya. Mereka hanya kebetulan mendapat bentuk tubuh yang baik yang bisa bertahan seiring jalannya waktu," ungkap Gómez dalam pernyataannya, sebagaimana dikutip LiveScience pada Selasa (2/4/2013).

"Meski tampilan luar hewan ini sangat mirip dengan fosil kecebong laut dari zaman dinosaurus, DNA dan strategi reproduksi mereka yang relatif tersembunyi telah berevolusi secara konstan," kata Gómez.
 
Sumber :
»»  READMORE...