Gatot Nugroho Susanto
Andamia heteroptera
YOGYAKARTA, Ragam fauna samudra Indonesia bertambah dengan ditemukannya dua
generasi dari ikan rockskipper di pesisir selatan Yogyakarta. Keduanya, Andamia dan Alticus, ditemukan tahun 2012 oleh peneliti muda, Gatot Nugroho Susanto.
Rockskipper, atau biasa disebut cathal oleh warga lokal, terdiri dari tiga generasi yaitu, Alticus, Andamia, dan Entomacrodus. Namun, karena dianggap tidak memiliki nilai ekonomi, ikan amfibi ini belum banyak diteliti.
Jenis dari Andamia yang ditemukan di pesisir Yogyakarta adalah Andamia heteroptera yang terakhir kali ditemukan pada tahun 1857 di Ambon. Adapun dari Alticus, yang ditemukan bersamaan, kemungkinan adalah jenis baru.
Gatot mengatakan bahwa Andamia heteroptera yang terdapat di pesisir selatan Gunung Kidul memang sudah ada sejak dulu. Spesies langka ini memilih tinggal di struktur batuan gunung api karena memiliki permukaan yang halus sehingga memudahkan pergerakannya.
"Pergerakan mereka menggunakan sirip pelvik, sirip pektoral, dan sucker disk (pelebaran bibir bawah) menyebabkan ikan ini harus menempel ke substratnya. Hal ini menyebabkan rockskipper memerlukan substrat yang halus untuk mempermudah pergerakannya," ujar Gatot dalam surelnya, Rabu (26/3/2013).
Bagi mata yang tidak awas, rockskipper mirip anak ular yang menempel di batu. Habitat bebatuan memang penting karena rockskipper hidup di batuan dan tidak pernah berada di air.
Ikan ini hanya memanfaatkan cipratan air laut untuk membasahi badannya dan akan menjauhi air dengan cara memanjat batuan ke arah yang lebih tinggi. "Ikan ini lebih banyak menggunakan kulit dibandingkan insang untuk bernapas," tambah Gatot, lulusan Pascasarjana Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada.
Andamia heteroptera pertama kali ditemukan oleh Bleeker tahun 1857 di perairan Ambon. Namun demikian, masih jarangnya penelitian jenis ini menyebabkan informasi sebaran di daerah lain belum pernah dilakukan. Ini berdampak pada kurangnya penelitian mengenai rockskipper.
Penelitian terakhir mengenai Andamia heteroptera hanya dilakukan oleh Rao dan Hora tahun 1938 di Kepulauan Andaman dan hingga sekarang belum ada penelitian kembali, baik di Kepulauan Andaman maupun Indonesia.
"Perlu adanya tindakan langsung untuk mendata dan mengetahui informasi biologi jenis ikan ini. Penelitian saya diharapkan mampu memberikan sumbangan informasi kekayaan hayati di Indonesia," papar Gatot.
Rockskipper, atau biasa disebut cathal oleh warga lokal, terdiri dari tiga generasi yaitu, Alticus, Andamia, dan Entomacrodus. Namun, karena dianggap tidak memiliki nilai ekonomi, ikan amfibi ini belum banyak diteliti.
Jenis dari Andamia yang ditemukan di pesisir Yogyakarta adalah Andamia heteroptera yang terakhir kali ditemukan pada tahun 1857 di Ambon. Adapun dari Alticus, yang ditemukan bersamaan, kemungkinan adalah jenis baru.
Gatot mengatakan bahwa Andamia heteroptera yang terdapat di pesisir selatan Gunung Kidul memang sudah ada sejak dulu. Spesies langka ini memilih tinggal di struktur batuan gunung api karena memiliki permukaan yang halus sehingga memudahkan pergerakannya.
"Pergerakan mereka menggunakan sirip pelvik, sirip pektoral, dan sucker disk (pelebaran bibir bawah) menyebabkan ikan ini harus menempel ke substratnya. Hal ini menyebabkan rockskipper memerlukan substrat yang halus untuk mempermudah pergerakannya," ujar Gatot dalam surelnya, Rabu (26/3/2013).
Bagi mata yang tidak awas, rockskipper mirip anak ular yang menempel di batu. Habitat bebatuan memang penting karena rockskipper hidup di batuan dan tidak pernah berada di air.
Ikan ini hanya memanfaatkan cipratan air laut untuk membasahi badannya dan akan menjauhi air dengan cara memanjat batuan ke arah yang lebih tinggi. "Ikan ini lebih banyak menggunakan kulit dibandingkan insang untuk bernapas," tambah Gatot, lulusan Pascasarjana Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada.
Andamia heteroptera pertama kali ditemukan oleh Bleeker tahun 1857 di perairan Ambon. Namun demikian, masih jarangnya penelitian jenis ini menyebabkan informasi sebaran di daerah lain belum pernah dilakukan. Ini berdampak pada kurangnya penelitian mengenai rockskipper.
Penelitian terakhir mengenai Andamia heteroptera hanya dilakukan oleh Rao dan Hora tahun 1938 di Kepulauan Andaman dan hingga sekarang belum ada penelitian kembali, baik di Kepulauan Andaman maupun Indonesia.
"Perlu adanya tindakan langsung untuk mendata dan mengetahui informasi biologi jenis ikan ini. Penelitian saya diharapkan mampu memberikan sumbangan informasi kekayaan hayati di Indonesia," papar Gatot.