Social Icons

Senin, 18 Maret 2013

Kerja Malam Tingkatkan Risiko Kanker Ovarium

Ini adalah peringatan bagi para wanita yang bekerja dengan shift malam. Tidak hanya mengganggu tidur, bekerja dengan shift malam juga dikaitkan dengan meningkatnya risiko kanker ovarium.

Studi yang dipublikasikan jurnal Occupational and Environmental Medicine menunjukkan, risiko kanker ovarium lebih tinggi bagi wanita yang bekerja shift malam dibandingkan yang bekerja pada shift siang.

Studi ini melibatkan lebih dari 1.100 wanita penderita kanker ovarium stadium lanjut, 390 wanita penderita kanker ovarium stadium awal, dan 1.800 wanita tanpa kanker ovarium. Mereka berusia 35 hingga 74 tahun, dan bekerja sebagai tenaga kesehatan, pelayanan makanan, dan administrasi kantor.

Studi menunjukkan hampir 27 persen dari wanita dengan tipe umum kanker ovarium tipe umum bekerja dengan shift malam. Waktu bekerja ini juga dialami oleh 32 persen dari wanita yang mengalami kanker ovarium stadium awal, dan 22 persen dari wanita tanpa kanker.

Bekerja dengan shift malam dikaitkan dengan peningkatan 24 persen risiko kanker ovarium akut, dan 32 persen risiko kanker ovarium stadium awal.

Menurut penulis studi Parveen Bhatti dari Fred Hutchinson Cancer Research Center di Seattle Amerika Serikat, hanya wanita di atas usia 50 tahun yang secara signifikan mengalami kenaikan risiko menderita kanker ovarium saat mereka bekerja dengan shift malam.

Para peneliti menduga meningkatnya risiko kanker pada wanita pekerja malam mungkin berhubungan dengan hormon melatonin. Hormon ini juga berperan mengatur hormon reproduksi, terutama estrogen. Melatonin secara normal diproduksi di malam hari, namun dapat terhambat oleh cahaya.

Bekerja di malam  hari sebelumnya telah dikaitkan dengan risiko kanker payudara. Kendati studi ini menemukan adanya suatu hubungan, tetapi peneliti menegaskan hal ini belum dapat menunjukkan adanya hubungan sebab-akibat.


Sumber :
Healthday News
»»  READMORE...

Kanker Prostat Rusak Kehidupan Seksual





Sekitar 160.000 pria yang sudah menjalani terapi pengobatan kanker prostat tidak lagi memiliki kehidupan seksual atau tak lagi sebaik biasanya.  Data tersebut merupakan data terhadap pasien kanker prostat di Inggris. Namun pasien di negara lain diperkirakan mengalami nasib serupa.

Gangguan seksual yang dialami pasien antara lain disfungsi ereksi alias impotensi sebagai efek samping dari operasi, radioterapi, atau pun terapi hormonal yang dilakukan sebagai bagian dari pengobatan.

Sebagian besar pria yang mengalami gangguan seksual itu karena mereka mengalami kerusakan saraf permanen sehingga tidak lagi mampu ereksi. Sekitar 2 dari 3 pasien kanker prostat mengaku mereka tak lagi mampu ereksi.

Pada beberapa pria gangguan tersebut bersifat sementara karena mereka hanya mengalami hambatan psikologis untuk melakukan hubungan seks.

Profesor Jane Maher dari Macmillan Cancer Support menjelaskan, banyaknya pasien yang mengalami gangguan seksual tersebut membutuhkan penanganan serius. Dokter juga perlu menjelaskan dengan detil kepada pasien sebelum dimulainya terapi pengobatan.

"Banyak yang masih ditolong dengan tindakan pencegahan dan juga dukungan dari keluarga," katanya.

Para pasien juga didorong untuk berkonsultasi kepada dokter jika mengalami gangguan seksual. "Bagi banyak pria yang menderita kanker prostat ada semacam stigma jika mereka membicarakan tentang disfungsi ereksi," kata Dr.Daria Bonanno, ahli klinis psikologis.

Kebanyakan pasien akan merasa kehilangan maskulinitas dan kesedihan karena mereka tak mampu ereksi. Ini akan semakin membuat mereka secara emosional lebih terisolasi dari pasangannya. Padahal hal itu justru memperburuk gangguan seksualnya.



Sumber :
»»  READMORE...

Minuman Hangat Cegah Stroke?






Minum minuman hangat di pagi hari, entah itu teh atau kopi, menjadi bagian dari rutinitas harian banyak orang. Kebiasaan sederhana tersebut ternyata membantu kita mengurangi risiko stroke.

Penelitian terhadap 83.000 orang di Jepang menunjukkan, mereka yang sering minum teh hijau atau kopi setiap hari memiliki risiko terkena stroke 20 persen lebih rendah. Bahkan efek perlindungan terhadap jenis stroke tertentu juga lebih besar.

"Jika Anda belum bisa mengubah gaya hidup, cobalah mencegah stroke dengan rutin minum teh hijau setiap hari," kata Dr.Yoshihiro Kokubo dari National Cerebral and Cardiovascular Center, Osaka, Jepang.

Meski belum jelas mengapa kopi dan teh memiliki efek pencegahan stroke, tetapi menurut Kokubo hal itu mungkin terkait dengan kandungan dalam minuman tersebut yang menjaga penyumbatan darah.

Selain itu, teh hijau mengandung katekin yang memiliki efek antioksidan dan antiperadangan. Beberapa zat dalam kopi, seperti asam klorogenik juga mengurangi risiko stroke dengan menurunkan risiko terjadinya diabetes melitus.

Kandungan kafein dalam kopi juga memiliki efek pada kadar kolesterol dan tekanan darah. Selain itu juga menyebabkan perubahan pada sensitivitas insulin yang berpengaruh pada gula darah.

Meski begitu, menurut Dr.Ralph Sacco, mantan priseden American Heart Association, tipe penelitian seperti yang dilakukan Kokubo ini tidak bisa memastikan dengan akurat apakah penurunan risiko stroke itu memang diperoleh dari konsumsi kopi dan teh.

"Kaitan yang tampak dari penelitian semacam itu masih terbatas kemampuannya untuk menyatakan apakah kandungan dalam kopi, teh, atau memang gaya hidup para responden yang memiliki efek perlindungan," kata Sacco.

Sumber :
Healthday News
»»  READMORE...

Senin, 11 Maret 2013

Agar Sehat, Perhatikan Asupan Magnesium !






Ada beberapa nutrien yang mendapatkan perhatian lebih karena seringkali orang tidak cukup mengonsumsinya dalam diet sehari-hari, seperti vitamin D, asam lemak omega-3, dan serat. Namun sudahkah Anda mengetahui tentang magnesium?

Magnesium merupakan mineral yang esensial bagi produksi energi, kesehatan tulang, dan fungsi saraf. Mineral ini ditemukan dalam tulang, jaringan, sel, dan berperan dalam lebih dari 350 reaksi biokimia dalam tubuh.

Selain peran yang dikenal dalam tubuh, magnesium telah menjadi subyek dari banyak penelitian. Sebuah studi yang dimuat dalam Journal American studi Clinical Nutrition menemukan bahwa mengonsumsi 400 miligram magnesium perhari bermanfaat untuk toleransi glukosa bagi orang lanjut usia, sehingga baik untuk mencegah diabetes. Studi lain yang dimuat dalam Journal of Clinical Neuroscience melaporkan bahwa orang yang menderita migrain berulang memiliki kadar magnesium intraselular yang rendah. Hal ini menunjukkan magnesium turut berperan dalam mencegah migrain.

Salah satu alasan mengapa magnesium jarang diulas adalah karena keberadaannya melimpah dalam makanan. Banyak orang yang sudah cukup mengonsumsi magnesium dari makanan yang dimakan sehari-hari. Makanan bagaimana pun adalah sumber terbaik dari nutrien yang dibutuhkan tubuh. Namun ketika Anda terlalu banyak makan makanan yang diproses, kemungkinan Anda tidak cukup mengonsumsi magnesium.

Orang dengan gangguan pencernaan kemungkinan kekurangan magnesium, seperti pengonsumsi alkohol dan orang lanjut usia. Oleh karenanya itu, penting bagi Anda untuk mengetahui dari mana magnesium bisa didapat.

Magnesium dapat ditemukan dalam klorofil, yaitu pigmen hijau pada tumbuhan. Maka ketika Anda makan banyak dedaunan hijau, kemungkinan Anda cukup mengonsumsi magnesium. Namun ada juga beberapa makanan kaya magnesium, antara lain:

- Ikan halibut. Hanya 85 gram ikan halibut yang dimasak sudah memenuhi 20 persen kebutuhan magnesium perhari.

- Kacang mede dan almon. Banyak kacang yang kaya magnesium, namun kedua kacang ini memiliki kandungan magnesium yang paling tinggi.

- Kedelai. Tidak hanya kaya magnesium, kedelai juga kaya akan protein dan serat.
Sumber :
»»  READMORE...

Kebiasaan Ini Bantu Cegah Kanker Kolorektal

Kanker kolorektal atau dikenal juga dengan kanker usus bawah merupakan salah satu jenis kanker yang mematikan. Namun, para ahli mengatakan bahwa kanker ini dapat dicegah dengan melakukan beberapa kebiasaan baik.

"Kanker kolorektal dapat dicegah secara signifikan dengan skrining dan deteksi dini," ujar James Yoo, asisten profesor bedah di David Geffen School of Medicine di University of California, Los Angeles, dalam sebuah rilis berita universitas.

Yoo memberikan beberapa poin untuk mengurangi risiko kanker kolorektal:

- Lakukan skrining kanker kolorektal di awal usia 50 tahun jika Anda termasuk orang dengan risiko normal. Namun jika Anda termasuk dalam orang yang berisiko tinggi, yaitu memiliki riwayat keluarga yang menderita kanker kolorektal atau jenis kanker usus lainnya, lakukan skrining sebelum usia 50 tahun.

- Makan 25 hingga 30 gram serat setiap hari dari buah-buahan, sayur-sayuran, kacang-kacangan, biji-bijian, dan roti atau sereal gandum utuh. Anda juga perlu memiliki pola makan rendah lemak karena kanker kolorektal telah dikaitkan dengan pola makan tinggi lemak jenuh. Selain itu, pastikan makanan yang dimakan mengandung asam folat, misalnya daun-daunan berwarna hijau.

- Jika Anda pengonsumsi alkohol, maka batasi konsumsi alkohol Anda. Hentikan merokok. Konsumsi alkohol yang dikombinasikan dengan tembakau dikaitkan dengan kanker kolorektal dan berbagai jenis kanker usus lainnya.

- Berolahragalah paling tidak 20 menit, tiga sampai empat hari setiap minggu. Aktivitas fisik ringan seperti berjalan, berkebun, atau naik tangga dapat membantu menurunkan risiko dari kanker kolorektal.

- Konsultasikan pada dokter jika Anda melihat ada gejala, seperti adanya darah di feses/kotoran, perubahan di usus, turun berat badan, bentuk feses tidak seperti biasanya, sakit perut, atau gejala pencernaan lain.

- Jaga berat badan Anda tetap ideal. Obesitas dapat meningkatkan risiko kanker kolorektal.



Sumber :
Healthday News
»»  READMORE...

Berpikir Positif Pengaruhi Kadar Kolestrol?


Berpikir positif selain dapat membantu memperbaiki kesehatan jiwa, ternyata juga dapat meningkatkan kadar kolesterol "baik" High Density Lipoprotein (HDL), menurunkan kadar trigliserida dan molekul lemak yang perperan dalam pengerasan pembuluh arteri.

Penelitian terbaru para ahli dari Havard School of Public Health mengindikasikan, bahwa orang usia paruh baya yang berpikir positif terhadap hidupnya memiliki kadar HDL lebih baik yang melindungi jantung, sekaligus menurunkan kadar kolesterol "jahat" low density lipoprotein (LDL).

Menurut para peneliti, salah satu alasannya mungkin berhubungan dengan kecenderungan orang yang berpikir positif untuk memiliki berat badan yang terjaga serta pola makan yang sehat.

Para peneliti menganalisa data dari 990 orang berusia antara 40 sampai 70 tahun yang telah diwawancara dan diperiksa di laboratorium. Berdasarkan hasil wawancara, peserta dapat dinilai tingkat optimisme-nya yang diberi skala 6 sampai 30 berdasarkan pendapat mereka menilai beberapa kalimat.

Orang dengan rasa optimistis tinggi memiliki kadar HDL yang tinggi pula. Untuk setiap kenaikan lima poin dalam skala optimisme yang telah dibuat, HDL dalam darah meningkat satu miligram per desiliter. Para peneliti mengatakan, jumlah tersebut akan menurunkan tiga persen risiko penyakit jantung. Sebagai perbandingan, olahraga rutin dapat menurunkan risiko penyakit jantung sebanyak 6 persen.

Ketua penulis studi Julia Boeh mengatakan, hasil studi ini menambah bukti bahwa kesehatan jiwa dan fisik saling berkaitan, dan melihat dunia dengan optimisme memiliki manfaat bagi kesehatan.

Franz Messerli, ahli kardiologi dari St. Luke's-Roosevelt Hospital di New York yang tidak terlibat dalam penelitian ini mengatakan bahwa, "masih meragukan untuk mengatakan optimisme menyebabkan perubahan di kadar kolesterol. Mungkin keduanya dapat dikaitkan dengan variabel ketiga yaitu gaya hidup.

Peneliti dari Havard sebenarnya pun telah meneliti faktor gaya hidup seperti konsumsi alkohol, pola makan, dan berat badan yang dikaitkan dengan optimisme serta lemak dalam darah. Hal tersebut mengindikasikan bahwa orang yang memiliki optimisme memiliki kecenderungan untuk memiliki gaya hidup yang lebih baik sehingga berpengaruh terhadap kadar lemak di dalam tubuhnya.



Sumber :
»»  READMORE...

Niacin Tak Bantu Pengobatan Sakit Jantung




Jika Anda sedang menjalani pengobatan perunan kolesterol dengan obat statin, maka sebaiknya tidak mengonsumsi vitamin niacin. Sebuah studi baru mengindikasikan bahwa mengombinasikan statin dan niacin tidak akan memberikan keuntungan bagi tubuh Anda, melainkan memperbesar efek samping.

Sebuah studi besar tentang niacin pada hampir 26.000 orang penderita penyakit jantung menunjukkan hasil yang mengecewakan. Pasien yang diberi vitamin B sekaligus dengan statin menunjukkan tidak ada penurunan dari kematian akibat penyakit jantung, serangan jantung, stroke, atau kebutuhan operasi bypass atau angioplasty.

Studi ini juga menemukan bahwa orang yang mengonsumsi niacin memiliki kemungkinan lebih untuk pendarahan dan/atau infeksi daripada mereka yang mengonsumsi plasebo. Demikian yang dilaporkan dalam pertemuan tahunan American College of Cardiology, di San Francisco.

"Kami kecewa dengan hasil ini karena tidak menunuukkan keuntungan untuk pasien kami," kata ketua penulis studi Jane Armitage, profesor di University of Oxford di Inggris.

Armitage mengatakan, niacin telah digunakan selama bertahun-tahun dan dipercaya dapat membantu pasien untuk mencegah serangan jantung dan stroke, namun kini ternyata efeknya berkebalikan ketika digunakan beserta pengobatan umum.

Studi baru yang diterbitkan dalam European Heart Journal ini melibatkan pasien dengan penyempitan arteri. Mereka diberikan baik 2 gram niacin dan 40 miligram plasebo. Di samping itu, mereka sedang menjalani pengobatan dengan statin.

Selain tidak memberikan keuntungan kesehatan, pemberian niacin tidak juga mengurangi kematian akibat penyakit jantung. Dalam penelitian ini, sebanyak ditemukan 13,2 persen kasus pada orang yang mengonsumsi niacin, dan 13,7 persen pada orang yang mengonsumsi plasebo.

Dengan mengombinasikan statin dan niacin, efek samping juga lebih mungkin terjadi. Di akhir studi ini, sebanyak 25 persen pasien yang mengonsumsi niacin dan lapopiprant menghentikan pengobatannya, dibandingkan dengan 17 persen pasien yang mengonsumsi plasebo.

"Alasan utama pasien menghentikan pengobatan adalah adanya kontraindikasi, seperti gatal, ruam, gangguan pencernaan, diare, diabetes dan masalah otot," kata Armitage. "Penghentian pengobatan 4 kali lebih mungkin pada pasien yang mengalami gangguan kulit. dan 2 kali lebih mungkin pada pasien yang mengalami gangguan pencernaan," jelasnya.


Sumber :
Healthday News
»»  READMORE...