Social Icons

Minggu, 10 Maret 2013

Gangguan Obsesif Kompulsif pada Ibu Baru






Setiap ibu baru sering mengalami kekhawatiran terhadap bayinya. Sayangnya, kekhawatiran tersebut kerap berlebihan. Misalnya, apakah si kecil bernapas dengan baik, takut ia terjatuh dari tempat tidur, atau takut bayi jatuh saat digendong orang lain.

Karena itu ibu baru dianggap punya kecenderungan mengalami gangguan kepribadian obsesif kompulsif (obsessive compulsive disorder/OCD). Kondisi tersebut bisa membuat seseorang menjadi mudah resah.

Yang dimaksud dengan obsesi adalah keterpakuan pada pikiran yang terus berulang dan tak dapat dikendalikan (misalnya terus membayangkan perilaku pacar dan mantannya).

Adapun kompulsif adalah tingkah laku yang repetitif dan dianggap harus dilakukan. Pada ibu baru, bentuknya adalah  berulang kali mengecek kondisi si bayi.

Dalam penelitian terbaru yang dimuat dalam Journal of Reproductive Medicine, Dr.Dana Gossett dan timnya melaporkan penelitian bahwa seorang ibu yang baru melahirkan cenderung mengalami OCD dalam skala ringan sampai moderat.

Gangguan OCD tersebut dialami sekitar 11 persen ibu pada periode dua minggu sampai enam bulan setelah melahirkan. Jumlah tersebut dianggap sangat besar dibandingkan dengan populasi umum yang hanya sekitar 2-3 persen.

Seorang ibu dianggap memiliki gejala OCD bila mereka terus-menerus mengalami pikiran yang mengganggu, misalnya takut anaknya terluka atau khawatir infeksi bakteri, perilaku kompulsif seperti berulang kali mengecek kondisi bayi atau harus mencuci botol berulang kali agar yakin botol susu sudah steril.

"Dorongan yang timbul dari pikiran tersebut diharapkan akan mengusir kecemasan. Misalnya, mereka merasa jika kita mencuci tangan kita berulang kali dengan sabun maka bayi tidak akan terinfeksi sehingga ia tak sakit lalu meninggal," kata Gossett.

Memang sejauh ini belum ada ibu baru yang secara klinis didiagnosa OCD. Hasil studi yang dilakukan Gossett tersebut hanya berdasarkan data pengakuan dari 461 ibu yang baru melahirkan 2 minggu lalu dan diwawancara 6 bulan kemudian.

Kabar baiknya, pada separuh ibu gejala OCD tersebut akan menghilang dalam waktu 6 bulan setelah persalinan. Namun pada sisanya gejalanya tetap berlanjut dan sekitar 5 persen mengembangkan gejala baru.


Gangguan kepribadian OCD jelas memengaruhi kehidupan sehari-hari. Para ibu yang dilanda kecemasan akan keselamatan bayinya tentu tak tenang meninggalkan bayinya sendirian atau menghabiskan waktunya untuk mengecek bayinya.

"Selain mengganggu rutinitas, hal itu juga menimbulkan stres emosional sehingga si ibu tidak sempat memikirkan dirinya sendiri," katanya.

Perubahan hormonal dan biologis diduga kuat berpengaruh pada timbulnya gejala OCD pada ibu yang baru melahirkan. Sekitar 70 persen ibu yang terlibat dalam penelitian ini juga menderita depresi pasca melahirkan.

Para ahli mengatakan OCD pasca melahirkan mungkin merupakan bentuk reaksi psikologis pada tanggung jawab baru yang dimiliki ibu dengan adanya bayi.

Kabar baiknya oCD pasca melahirkan bisa diatasi. Dukungan dari seluruh anggota keluarga dalam perawatan bayi juga bisa membantu mengurangi kecemasan.




Sumber :
msnbc
»»  READMORE...

Rabu, 06 Maret 2013

Bakteri "Mimpi Buruk" Menyebar di RS Amerika

Bakteri yang diberi julukan "mimpi buruk" karena kebal pada antibiotik serta membunuh separuh dari yang terinfeksi menyebar di hampir 200 rumah sakit dan panti jompo di Amerika Serikat.

Menurut pusat pencegahan dan pengendalian penyakit AS (FDA), sekitar empat persen rumah sakit dan 18 persen panti jompo telah mengobati sedikitnya satu pasien yang terinfeksi bakteri Carbapenem Resistant Enterbacteriaceae (CRE) pada kurun waktu 6 bulan pertama di tahun 2012.

"CRE adalah bakteri mimpi buruk. Antibiotik yang paling kuat pun tidak mempan dan pasien terkena infeksi yang sulit diobati. Dokter, rumah sakit, dan pejabat kesehatan harus bekerja sama untuk melaksakanan strategi deteksi dan pencegahan infeksi," kata Dr Thomas Frieden.

Meski begitu, menurut Frieden, saat ini ada kesempatan untuk mencegah penyebaran bakteri tersebut. "Kita hanya memiliki kesempatan terbatas untuk menghentikan infeksi ini dari penyebaran di komunitas dan menyebar ke organisme lainnya," katanya.

CRE terdapat dalam famili lebih dari 70 bakteri yang disebut enterobacteriaceae, termasuk Klebsiella pneumoniae dan E coli, yang lazimnya hidup di saluran pencernaan.

Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa jenis bakteri tersebut menjadi kebal pada antibiotik generasi terbaru yang dikenal sebagai carbepenems.

Para ahli mengaku khawatir dengan cepatnya penyebaran bakteri ini yang tentu membahayakan hidup pasien dan orang sehat. Misalnya saja, dalam 10 tahun, CDC menemukan satu CRE dari tempat pelayanan kesehatan yang sama dengan tempat lain di 42 negara bagian.

"Sangat mengkhawatirkan jika bakteri ini resistan karena kelompok bakteri tersebut sangat umum," kata Dr Marc Siegel, dari NYU Langone Medical Center.

Kebanyakan pasien yang terinfeksi CRE adalah mereka yang tinggal lama di rumah sakit atau panti jompo. Bakteri ini menginfeksi sirkulasi darah pasien dan dengan mudah menyebar antarpasien lewat tangan para petugas kesehatan. Selain itu, bakteri ini juga mentransfer kekebalan mereka terhadap antibiotik kepada bakteri lain dalam tipe yang sama.

Menurut Siegel, masalah tersebut berawal dari penggunaan berlebihan antibiotik. "Yang diperlukan untuk mengatasi kondisi ini adalah antibiotik generasi baru, tetapi perusahaan farmasi tidak berminat mengembangkannya," katanya.


Sumber :
Healthday News
»»  READMORE...

Jam Biologis Lambat Penyebab Sulit Bangun Pagi






Bangun pagi memang bukan perkara mudah bagi sebagian besar orang. Tetapi ada orang-orang tertentu yang sangat sulit tidur cepat sehingga berefek selalu terlambat bangun pagi. Jam biologis yang lebih lambat bisa jadi penyebabnya.

Sekitar 15 persen remaja mengalami kesulitan bangun pagi. Tetapi kondisi tersebut ternyata bisa bertahan seumur hidup.

Tim peneliti dari Adelaide, Australia, melakukan penelitian mengenai gangguan tidur lebih lambat tersebut. Pada orang yang memiliki gangguan itu, secara persisten mereka lebih lama tertidur di malam hari dan kesulitan bangun pagi.

Menurut ketua peneliti, Leon Lack, jam biologis orang dengan gangguan tidur tersebut ternyata berjalan lebih lambat dibanding orang pada umumnya.

"Orang yang ngantuknya terlambat itu baru bisa tertidur jam 2-3 pagi dan selambatnya jam 4 pagi. Sehingga sangat sulit bagi mereka untuk bangun pagi esoknya,"kata Lack.

Lack menjelaskan, kebanyakan orang memiliki jam biologis 24 jam yang mengontrol kapan harus tidur dan bangun, serta mengatur temperatur tubuh. Tetapi pada orang yang memang sulit tidur dalam jam normal, jam biologisnya butuh waktu lebih lama untuk melengkapi siklus tersebut. Akibatnya rasa kantuk mereka baru datang pada dini hari.

Jam biologis atau kerap disebut irama sirkadian tubuh dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti cahaya matahari. Itu sebabnya mengapa orang yang bepergian melewati zona waktu atau orang yang kerja giliran malam kerap mengalami gangguan tidur.

Paparan sinar yang terang di pagi hari menurut Lack akan membantu jam biologis tubuh untuk bangun sehingga mereka bisa tidur lebih cepat di malam hari.

Sumber :
»»  READMORE...

7 Cara Prediksi Usia Harapan Hidup Lansia






Kendati manusia tidak bisa mempredeksi hidup dan mati seseorang, namun sebenarnya ada beberapa faktor yang bisa menjadi prediktor apakah seseorang akan sehat atau gampang terkena penyakit.

Tim peneliti dari Universitas California, San Francisco, AS, mencoba mengembangkan prediktor harapan hidup orang yang sudah berusia di atas 50 tahun pada periode 10 tahun mendatang. Prediktor tersebut dipublikasikan dalam Journal of the American Medical Association.

Berikut adalah 7 faktor yang bisa menjadi acuan untuk mengetahui harapan hidup seseorang yang berusia di atas 50 tahun dalam periode 10 tahun mendatang.

1. Usia dan jenis kelamin
Sudah jelas, makin banyak usia makin besar risiko kematiannya dalam 10 tahun mendatang. Karena usia kaum wanita umumnya 7 tahun lebih panjang dari pria, maka berjenis kelamin pria menjadi salah satu faktor risiko kematian yang sulit diubah.

2. Kebiasaan merokok
Para partisipan studi yang saat ini masih merokok memiliki risiko kematian lebih besar. Tetapi kabar baiknya, tak ada kata terlambat untuk berhenti merokok dan merasakan manfaatnya bagi kesehatan. Malah, dalam 8 jam setelah Anda berhenti merokok kadar karbon monooksida dan oksigen dalam darah kembali normal. Setelah beberapa hari, risiko kematian akibat serangan jantung juga berkurang.

3. Indeks massa tubuh
Orang yang tergolong obesitas memiliki risiko kematian lebih besar. Obesitas terkait erat dengan penyakit diabetes melitus, kanker, atau penyakit jantung.

4. Diabetes dan penyakit jantung
Kedua penyakit tersebut berdampak besar pada kesehatan. Orang yang menderita diabetes beresiko dua kali lipat meninggal karena serangan jantung. Sementara itu penyakit gagal jantung menurunkan kualitas hidup karena membuat penderitanya lebih rentan terkena osteoporosis, penyumbatan darah, serta demensia.

5. Penyakit kanker kulit dan paru kronik
Kanker adalah penyebab kematian kedua terbesar di AS setelah serangan jantung. Penyakit paru kronik (COPD) berada di urutan ketiga. Sementara itu dari seluruh jenis kanker, kanker paru merupakan pembunuh utama.

6. Sulit mengatur keuangan
Orang lanjut usia yang punya kesulitan dalam mengatur keuangannya biasanya adalah pertanda ia mengalami gangguan kognitif ringan. Kesulitan melakukan perencanaan dan membuat keputusan juga menjadi pertanda penurunan kemampuan kognitif seseorang.

7. Kesulitan melakukan aktivitas fisik
Para lansia yang sulit melakukan berbagai aktivitas fisik harian seperti mandi, berjalan, atau memegang benda, lebih beresiko mengalami kematian dalam kurun waktu 10 tahun mendatang.

Sumber :
Everyday Health
»»  READMORE...

Jangan Abaikan Kesehatan Telinga






Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Ali Ghufron Mukti menyatakan, kasadaran masyarakat akan pentingnya masalah kesehatan telinga masih perlu ditingkatkan. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian terkait gangguan pendengaran adalah ancaman akibat paparan bising, infeksi serta sumbatan kotoran telinga yang banyak ditemukan pada anak usia sekolah.

Ghufron menyatakan hal tersebut dalam seminar "Pendengaran Sehat untuk Hidup Bahagia" di Jakarta, Rabu (6/3/2013), dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Telinga dan Pendengaran (HKTP) Sedunia yang jatuh pada 3 Maret lalu.
   
Ghufron mengakui, sosialisasi mengenai kesehatan pendengaran perlu ditingkatkan, misalnya informasi tentang batasan kebisingan yang masih dapat ditoleransi indera pendengaran. "Misalnya kalau kita mendengarkan musik dengan kekuatan kurang dari 90 desibel, itu amannya maksimum dua jam. Kalau keras hingga 120 desibel, itu enggak boleh lebih dari 10 detik. Yang aman itu adalah kurang dari 80 desibel," paparnya.

Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan, 5,3 persen populasi dunia mengalami gangguan cacat pendengaran atau sekitar 360 juta orang, dengan 328 juta (91 persen) di antaranya orang dewasa dan 32 juta (9 persen) adalah anak-anak.  Di Indonesia, jumlah penderita gangguan pendengaran diperkirakan mencapai sekitar 9,6 juta orang.

Wamenkes juga mengungkapkan kekhawatirannya mengenai masalah sumbatan kotoran telinga pada sebagian besar anak sekolah, karena dapat mengganggu proses belajar. "Gangguan sumbatan kotoran telinga atau serumen prop banyak ditemukan pada anak-anak usia sekolah. Sumbatan serumen dapat mengakibatkan gangguan pendengaran sehingga akan mengganggu proses penyerapan pelajaran bagi anak sekolah," kata Ghufron.

Berdasarkan survei cepat yang dilakukan oleh Profesi Perhati dan Departemen Mata FKUI di beberapa sekolah di enam kota di Indonesia, prevalensi serumen prop pada anak sekolah cukup tinggi yaitu antara 30-50 persen.

Wamenkes menekankan, hal tersebut akan sangat mengganggu proses belajar sehingga perlu dilakukan penanggulangan bersama.

"Mari kita jaga kesehatan pendengaran dengan menerapkan pola hidup bersih dan sehat serta menghindari gangguan pendengaran dari kebisingan serta melakukan pemeriksaan atau deteksi dini adanya gangguan pendengaran," kata Ghufron.

Hari Kesehatan Telinga dan Pendengaran Sedunia diperingati tiap tanggal 3 Maret untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan kesehatan telinga dan pencegahan gangguan pendengaran.  Penetapan tanggal 3 Maret itu dilakukan pada tahun 2007 pada konferensi internasional pertama tentang pencegahan dan rehabilitasi gangguan pendengaran yang diselenggarakan di Beijing, China oleh Pusat Penelitian Rehabilitasi Anak Tuna Rungu Cina, Federasi Orang Cacat Beijing dan WHO. Selain itu, tanggal 3 Maret dipilih karena bentuk angka 3 yang menggambarkan atau mirip dengan bentuk telinga.
 



Sumber :
ANT
»»  READMORE...

Selasa, 05 Maret 2013

Diet Cara Utama untuk Langsing?





Berat badan yang terus merayap naik tentu membuat Anda panik. Berbagai strategi pun disiapkan, namun hal utama yang langsung terpikirkan setiap orang yang ingin langsing adalah diet dan berpantang makanan yang dianggap sumber kalori.

Menghindari makanan tertentu atau hanya makan sedikit ketika terpaksa memang dapat mengurangi asupan kalori sehingga berat badan turun dengan cepat. Tetapi perubahan tersebut hanya sementara.

"Diet tak akan berhasil jika Anda merasa yang penting adalah melakukan sesuatu yang berbeda untuk sementara. Suatu saat Anda akan berhenti melakukannya," kata Christopher Gardner, ahli ilmu nutrisi dari Stanford University School of Medicine.

"Bila Anda punya cara baru untuk makan dan merasa akan melakukan pola makan itu selamanya, maka berat badan bisa dikontrol," imbuhnya.

Karena itu Gardner tidak merekomendasikan diet sebagai jalan pintas. Sebaiknya perubahan pola makan berorientasi jangka panjang.

Diet bukan berarti menahan lapar. Ketika lapar tubuh perlu suplai energi, salah satunya dari glukosa yang didapatkan dari makanan yang kita makan. Jika tidak ada energi yang masuk, tubuh akan membongkar cadangan energi yang diambil dari otot. Konsekuensinya, tubuh menjadi mudah lelah dan aktivitas terganggu.

Buatlah rancangan pola makan yang lebih realistis namun porsi tetap terkontrol sehingga bisa bertahan lama. Selain itu, jika berat badan kembali bertambah, jangan kembali ke pola makan yang lama. Motivasi yang kuat dan dispilin sangat penting dalam hal ini.

Selain itu diet saja tidak akan membantu banyak seperti halnya diet yang dikombinasikan dengan olahraga.

Sejak tahun 1994, National Weight Control Registry telah mengikuti dan menganalisa kebiasaan orang yang sukses menurunkan berat badan dan menjaganya selama lebih dari satu tahun. Hasilnya, mereka rutin berolahraga selain mengatur pola makannya.

Olahraga dalam skala moderat, seperti jalan cepat, yang dilakukan satu jam setiap hari sangat dianjurkan. Aspek paling penting dari program penurunan berat badan adalah aktivitas fisik yang rutin.

Sumber :
»»  READMORE...

Kaki Bengkak Saat Hamil Bisa Permanen






Kaki bengkak saat hamil? Ini sebenarnya masalah yang lazim dialami wanita selama kehamilan. Tetapi menurut studi teranyar kondisi tersebut bisa membuat ukuran kaki bertambah secara permanen.

Kaki bengkak saat hamil disebabkan karena penimbunan cairan akibat perubahan metabolisme tubuh. Faktor lainnya adalah pertambahan berat badan karena adanya bayi sehingga bagian telapak kaki lebih rata dan membuat ukuran kaki bertambah. Hipertensi pada kehamilan juga bisa membuat kaki bengkak.

Studi terbaru yang dimuat dalam American Journal of Physical Medicine & Rehabilitation menyebutkan pembengkakan dan berkurangnya lengkungan telapak kaki saat kehamilan bisa menjadi permanen. Itu berarti setelah melahirkan pun ukuran kaki sulit kembali ke ukuran semula.

Dr.Neil Segal, pakar di bidang kesehatan kaki dari Universitas Iowa, AS, melakukan pengukuran pembengkakan kaki wanita hamil pada trimester pertama kehamilan, lima bulan kehamilan, dan pasca melahirkan.

"Kami menemukan bahwa kehamilan memang membuat perubahan permanen pada kaki," katanya. Penelitian yang dilakukannya melibatkan 49 wanita hamil.

Hasil pengukuran menunjukkan sekitar 60-70 persen wanita mengalami pembengkakan sehingga kaki mereka lebih lebar dan lebih panjang, terutama di bulan kelima kehamilan dan setelah persalinan.

Rata-rata lengkung telapak kaki dan kekakuan lengkungan berkurang setelah mereka melahirkan. Kondisi itu menyebabkan panjang kaki bertambah sekitar 10-20 milimeter dan lengkung kaki berkurang.

Pembengkakan kaki terutama dialami oleh wanita yang baru pertama kali hamil. Pada kehamilan kedua dan seterusnya pembengkakan kaki tidak sebesar kehamilan pertama.

Menurut Dr.Bret Ribosky, presiden American College of Foot and Ankle Orthopedics, menjelaskan, perubahan ukuran kaki tersebut dipengaruhi oleh faktor hormonal.

"Hormon yang sama yang membuat bagian pelvis lebih rileks juga menyebabkan ligamen di kaki lebih lentur. Selain itu pertambahan berat badan juga menurunkan lengkungan telapak kaki sehingga lebar dan panjang kaki berubah," kata Ribosky.

Para ibu hamil disarankan untuk menyesuaikan alas kaki dengan perubahan tersebut. Hindari sepatu yang sempit karena akan membuat otot di bagian bawah kaki menjadi lemah.

Selain pembengkakan kaki, masalah kaki lainnya selama kehamilan antara lain kuku tumbuh ke dalam, kaki kapalan, dan radang jari kaki.

Sumber :
»»  READMORE...