Social Icons

Selasa, 05 Februari 2013

Cara Berpikir Otak Ikan

Steve Baskauf Larva ikan zebra

Pengamatan mendalam pada sinyal saraf memberikan petunjuk cara otak merespons dunia luar. Pada studi terbaru, peneliti membangun mekanisme untuk mengikuti jalannya sinyal ke otak pada larva ikan zebra. Penelitian menggunakan penanda zat fluoresense (zat yang dapat berpendar di tempat gelap).
"Ini suatu terobosan," kata Florian Engert, ahli biologi cel dan molekul Harvard University, menanggapi temuan itu pada LiveScience (31 Januari 2013).
"Tidak ada orang lain yang dapat melihat aktivitas saraf dengan mikroskop fluoresens, pada larva ikan zebra yang berenang bebas dan resolusi baik," tambahnya.
Ikan zebra digunakan secara luas untuk mempelajari genetika dan perkembangan pada vertebrata. Larva ikan zebra ideal untuk dipotret sarafnya, karena kepalanya tembus cahaya. Ini membuat ilmuwan dapat secara jelas mengintip otaknya.
Dalam pengamatan ini, para peneliti membangun protein genetik (GCaMP7a) yang bersinar di bawah mikroskop fluoresens, saat melintasi saraf atau sel otak. Ikan zebra hasil transgenik ini dikembangbiakkan untuk mendapatkan ekspresi protein genetik itu pada area otak yang disebut optic tectum (bagian utama otak tengah).
Optic tectum mengontrol pergerakan dari mata saat hewan ini melihat sesuatu bergerak di lingkungan.
Pada salah satu pengamatan, ilmuwan melihat titik berkedip dan keluar-masuk. Itu menandakan sinyal menyala di otak ikan. Selanjutnya, mikroorganisme hidup paramecium (pakan ikan zebra) ditempatkan di sisi ikan yang dilumpuhkan. Lagi-lagi, sinyal kembali menyala di sekitar otak ikan, mengikuti pergerakan paramecium.
Ketika paramecium tidak bergerak, sinyal juga tak terlihat. Penelitian ini diterbitkan dalam jurnal Current Biology. (LiveScience/ICH)
»»  READMORE...

Dunia Modern Miskin Orang Jenius

www.bhm.ch/Ferdinand Schmutzer Albert Einstein

CALIFORNIA, Dunia modern miskin orang jenius seperto Galileo yang pertama kali mempelajari langit atau Charles Darwin yang mebuahkan teori evolusi. Hal ini dikatakan Dean Keith Simonton, peneliti dari University of California, Davis.

"Kemajuan di masa depan akan dibangun pada apa yang sudah diketahui daripada berdasarkan dasar pengetahuan yang baru," demikian dinyatakan Simonton dalam tulisannya di jurnal Nature, Kamis (31/1/2013).

Simonton mengungkapkan, dalam beberapa abad lalu, disiplin ilmu baru ditegakkan, ada fisika, biologi dan kimia. Pada masa kini, disiplin ilmu hanyalah gabungan dari yang sudah ada, seperti astrofisika dan biokimia.

Menurutnya, penelitian kini juga ilakukan oleh tim dan dana yang besar, memperkecil kesempatan individu untuk menunjukkan dirinya. Tidak ada terobosan baru dalam ilmu alam. Sementara, fisika teoretik kini mengalami "krisis". Banyak akumulasi penemuan yang tidak bisa dijelaskan.

Diberitakan Physorg, Kamis lalu, Simonton mengungkapkan bahwa setelah Einstein, tidak ada lagi orang yang benar-benar bisa dikatakan jenius. Tidak ada orang yang pandangannya masih akan dianut hingga ribuan tahun mendatang. Sains masa kini b ukan menerangkan tetapi menambah cuma rumit.

Pandangan seperti yang diungkapkan Simonton bukan pertama kalinya. Profesor University of California, Berkeley, Sherrilyn Roush, mengatakan, Sebelum datangnya mekanika kuantum dari Einstein, ilmuwan juga berpandangan bahwa segala hal telah ditemukan.

"Mereka tidak melihat revolusi akan datang, bahkan tidak membutuhkannya. Di atas semuanya, revolusi dan jenius, seperti kecelakaan, tak terduga. Anda bahkan tak tahu akan membutuhkannya sebelumnya mereka muncul," kata Roush seperti dikutip Livescience, Minggu (3/2/2013).

Menanggapi pandangan Simonton, Roush mengatakan bahwa revolusi pemikiran tidak membutuhkan kecerdasan sangat tinggi. Ia juga mempertanyakan kepentingan dan kaitan disiplin baru dengan pemikiran baru.

Namun, baik Simonton maupun Roush setuju bahwa menjadi ilmuwan masa kini berbeda dengan masa lalu. Lebih banyak informasi dan pengalaman yang dibutuhkan untuk menjadi ahli di masa kini. Bagi ilmuwan saat ini, membaca semua literatur di bidang tertentu sangat tidak mungkin.

Rosuh juga menuturkan, kini ilmuwan dibantu oleh komputer untuk memroses informasi menganalisis. Karenanya, ia mengatakan, "siapa tahu kemampuan untuk melihat secara keseluruhan dan menyatakan dalam ide baru tidak meningkat?"
»»  READMORE...

Jumat, 25 Januari 2013

Kumbang Tinja Pakai Bimasakti sebagai Kompas

Emily Baird Kumbang tinja memanfaatkan galaksi Bimasakti sebagai petunjuk arah.

JOHANNESBURG,Kumbang tinja yang memiliki otak kecil ternyata cukup cerdas. Kumbang ini memanfaatkan galaksi Bimasakti sebagai kompas atau petunjuk arah.

Ilmuwan mengungkapkan, mata spesies ini memang terlalu lemah untuk membedakan rasi bintang. Namun, mata kumbang kotoran yang sederhana masih mampu membedakan gelap dan terang akibat Bimasakti. Fauna ini memastikan agar dirinya tetap bergerak ke depan, tidak membalik.

"Kumbang kotoran ini tak peduli ke arah mana mereka pergi, mereka hanya perlu pergi dari kerumunan kompetitor di kotoran sumber makanan," kata Profesor Marcus Byrne dari Wits University yang melakukan penelitian.

Byrne mengetahui kehebatan kumbang tinja ini setelah melakukan eksperimen dengan kumbang tinja di Planetarium Wits, menggunakan simulasi langit malam dengan benda langitnya.

"Kami duduk di Vryburg dan menyadari bahwa Bimasakti adalah sumber cahaya yang sangat bagus. Kami berpikir, kumbang itu pasti bisa menggunakannya sebagai pembimbing arah," ungkap Byrne seperti dikutip Science Daily, Kamis (24/1/2013).

Byrne mengungkapkan, tak semua sumber cahaya bisa dimanfaatkan kumbang tinja. Benda langit dimanfaatkan karena posisinya yang relatif tak berubah dari sudut pandang kumbang, membantunya bergerak lurus.

Menurut Byrne, kumbang tinja memiliki prioritas dalam menggunakan sumber cahaya sebagai kompas. Jika Bulan dan Bimasakti tampak, maka kumbang akan memilih salah satu yang terbaik.

Byrne dan timnya sebelumnya telah membuktikan bahwa kumbang tinja bisa memanfaatkan Matahari, Bulan, dan cahaya yang terpolarisasi untuk pembimbing arah. Sebelum bergerak, kumbang melihat ke langit dan sedikit berputar sebelum bergerak untuk menentukan arah. Kumbang tinja adalah spesies pertama yang mampu memanfaatkan galaksi sebagai kompas.
Sumber :
»»  READMORE...

Teka-teki Planet Berorbit Terbalik Terjawab

NAOJ Orbit terbalik suatu planet bisa diakibatkan oleh efek domino gravitasi karena beberapa benda langit lain yang berdekatan.

HAWAII, Planet umumnya mengorbit bintang searah dengan arah perputaran bintangnya. Namun, beberapa planet berbeda, mengorbit dengan arah berlawanan. Planet tersebut disebut planet retrograde atau planet berorbit terbalik.

Salah satu planet retrograde adalah planet HAT-P-7b yang mengorbit bintang berjarak 1.040 tahun cahaya di konstelasi Cygnus. Planet tersebut ditemukan pada tahun 2008. Astronom bertanya-tanya, mengapa planet itu bisa bergerak berlawanan dengan arah bintangnya.

Kini, tim astronom asal Jepang lewat pengamatan dengan Subaru Telescope Facility di Hilo, Hawaii, menemukan sebab terbaliknya orbit HAT-P-7b. Mereka menemukan adanya planet seukuran Jupiter HAT-7c yang mengorbit bintang di dekat bintang induk HAT-P-7b.

"Tim peneliti berpikir bahwa adanya bintang tetangga dan planet lain berperan dalam membentuk dan mempertahankan orbit planet dalam (HAT-P-7b) yang terbalik," jelas pejabat Subaru Telescope Facility seperti dikutip Space, Kamis (24/1/2013).

Menurut tim astronom, HAT-P-tc terletak di antara planet berorbit terbalik HAT-P-7b dan bintang yang baru saja ditemukan. Bintang dan planet yang baru saja ditemukan memengaruhi orbit planet HAT-P-7b.

Studi ini dipimpin Norio Narita, Yasuhiro Takahashi, Masayuki Kuzuhara, dan Teruyuki Hirano dari National Astronomical Observatory of Japan dan University of Tokyo. Kesimpulan yang didapatkan, efek gravitasi ganda bisa memengaruhi terbentuknya planet berorbit terbalik.
Sumber :
»»  READMORE...

Jerapah Ternyata Suka Pilih-pilih Teman

wildlife-animal-planet.blogspot.com

 
IMenurut sebuah studi yang dilakukan oleh para peneliti asal University of Queensland, Austraila, terungkap bahwa mempelajari hubungan sosial di kalangan jerapah betina menghasilkan informasi penting terkait pengelolaan dan konservasi spesies tersebut.

Kerryn Carter, ketua tim peneliti dari School of Biological Sciences mengamati kelompok sosial yang terdiri dari 535 ekor jerapah liar yang ada di Taman Nasional Etosha, Namibia, selama 14 bulan. Pengamatan membuktikan bahwa jerapah memiliki hubungan dan jaringan sosial yang lebih kompleks dibanding perkiraan sebelumnya. Dan temuan ini sangat penting untuk memahami evolusi sosial hewan dan juga manusia.

“Jerapah menunjukkan sistem sosial seperti manusia, di mana masing-masing individu jerapah secara sementara menjalin hubungan dengan yang lain sehingga jumlah dan identitas dari setiap individu di dalam kelompok terus berubah,” ucap Carter. “Sebelum ini, jerapah diperkirakan tidak menunjukkan pola khusus dalam hubungan antar sesama,” ucapnya.

Dalam studi, Carter memperhatikan frekuensi setiap pasang jerapah saling berhubungan, berapa banyak mereka saling mengunjungi, serta kemampuan mereka untuk saling bertemu secara reguler. Hasilnya adalah seperti yang dipublikasikan di jurnal Animal Behaviour tersebut.

“Kami menemukan, para jerapah betina bukannya tidak pilih-pilih dalam berinteraksi seperti perkiraan sebelumnya, tetapi justru setiap individu jerapah betina lebih memilih untuk berkelompok dengan para betina tertentu dan menghindari kelompok betina yang lain,” kata Carter.

Ada kemungkinan, Carter menyebutkan, preferensi sosial jerapah betina dalam memilih teman ada hubungannya dengan usia dan status reproduksi mereka. Untuk itu, para peneliti kini melanjutkan studi agar dapat mengetahui lebih banyak faktor-faktor apa yang berkontribusi terhadap preferensi tersebut.

Carter menyebutkan, memahami pola jaringan sosial pada spesies seperti jerapah dapat membantu kita memahami bagaimana penyakit bisa menyebar di dalam populasi dan bagaimana setiap individu bisa belajar tentang lingkungan mereka dari sesama mereka. “Pemahaman seperti ini sangatlah penting untuk konservasi,” ucapnya.

Selain manusia dan jerapah, spesies lain yang memiliki preferensi khusus dalam hubungan di antara sesamanya adalah kanguru, lumba-lumba, kelelawar. “Kesamaan perilaku dalam sistem sosial dari spesies yang berbeda ini sangat mengejutkan, mengingat ekologi dari spesies-spesies ini sangat berbeda,” kata Carter. (Abiyu Pradipa/National Geographic Indonesia)
Sumber :
National Geographic Indonesia
»»  READMORE...

Waspada, Tato Bisa Tularkan Hepatitis

Seni merajah tubuh alias tato kini sudah menjadi tren. Menurut survei tahun 2012, satu dari lima orang memiliki tato. Sayangnya, selain mendapatkan gambar yang sulit dihilangkan, tato juga membawa risiko penularan penyakit hepatitis C.

Hepatitis C adalah penyebab utama kanker lever dan juga cangkok organ. Sekitar 70 persen orang yang terinfeksi virus hepatitis C menderita penyakit lever kronik dan 5 persennya meninggal karena sirosis atau kanker lever.

Di Amerika, sebanyak 3,2 juta orang terinfeksi hepatitis C dan tidak menyadarinya karena mereka tak merasa sakit.

Penularan virus hepatitis utamanya terjadi melalui transfusi darah atau jarum suntik. Menurut data pusat pengendalian dan pencegahan penyakit AS, sekitar 60 persen kasus hepatitis baru setiap tahunnya disebabkan karena narkoba suntik.

Meski begitu, sekitar 20 persen kasus hepatitis tidak memiliki riwayat pernah memakai jarum suntik atau terpapar.

Menurut Dr Fritz Francois dari New York University, Langone Medical Center melakukan penelitian dan menemukan sekitar 34 persen orang yang terinfeksi hepatitis memiliki tato, dibandingkan dengan 12 persen yang tak terinfeksi.

"Tato merupakan faktor risiko penularan penyakit ini dan virus hepatitis bisa tidak aktif selama bertahun-tahun," kata Francois.

Dalam penelitiannya, Francois mewawancarai lebih dari 2.000 orang mengenai tato yang dimiliki dan status hepatitisnya. Para responden diambil dari tiga rumah sakit di New York antara tahun 2004 dan 2006.

Setelah memperhitungkan berbagai faktor risiko, perbedaan antara orang yang terinfeksi dan yang bukan makin nyata. Sekitar orang yang pernah melakukan tato empat kali lipat yang terinfeksi hepatitis C.

Sumber :
»»  READMORE...

Diabetes bisa berujung gagal ginjal

Jika diabetes tidak dikendalikan dengan baik, lama kelamaan akan terjadi berbagai gangguan pada organ tubuh, terutama ginjal. Mencegah terjadinya gagal ginjal bahkan disebut sebagai kunci panjang usia pasien diabetes.

Tugas ginjal adalah membersihkan darah dari zat-zat sisa metabolik sisa metabolisme tubuh. Untuk melaksanakan fungsi itu, ginjal dilengkapi dengan kumparan pembuluh darah halus yang disebut glomerulus, serupa dengan filter kecil.

Jika ginjal tidak bisa berfungsi baik, zat-zat sisa tadi tak dapat dikeluarkan dengan sempurna. Hasilnya, zat-zat sisa akan menumpuk dan meracuni tubuh.

Menurut para peneliti dari The University of Washington menderita penyakit ginjal berarti meningkatnya risiko kematian pasien diabetes.

Penelitian yang dimuat dalam Journal of the American Society of Nephrology yang mengamati usia harapan hidup 15.000 pasien dalam periode 10 tahun menemukan, penyakit ginjal ditemukan pada 42,3 persen pasien diabetes (diabetesi).

Selain itu 7,7 persen pasien ginjal yang bukan diabetesi meninggal pada periode penelitian. Risiko itu meningkat menjadi 11,5 persen pada diabetesi, tetapi tidak menderita penyakit ginjal. Sedangkan pada diabetesi yang punya penyakit ginjal risiko kematiannya naik sampai 31,1 persen.

"Orang yang menderita diabetes melitus punya faktor risiko penyakit kardiovaskular dan kematian, sehingga penyakit ginjal termasuk dalam mayoritas penyebab kematian," kata Dr.Maryam Afkarian, ketua peneliti.

Untuk mencegah kematian tersebut, ia menyarankan agar pasien diabetes berusaha lebih keras mencegah penyakit ginjal atau melakukan terapi yang intensif.

Menurut Cathy Moulton, penasehat dari Diabetes UK, jika dideteksi sejak awal, penyakit ginjal diabetik bisa dikendalikan menggunakan obat-obatan hipertensi.

Untuk melihat kondisi kesehatan ginjal, disarankan melakukan tes darah atau mengecek kadar kolesterol secara rutin.

Sumber :
»»  READMORE...