KONSEP DASAR
TEORI APENDISITIS
A.
Defenisi
Apendiks adalah ujung seperti jari
yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (4 inci), melekat pada sekum tepat di
bawah katup ileosekal. Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara
teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif, dan lumennya
kecil, apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap
infeksi (apendisitis) (Suzanne, 2002).
Apendisitis merupakan merupakan
peradangan pada apendiks (kantung buntu pada caecum) yang dapat menjadi keadaan
darurat, khususnya dalam pembedahan pada anak. Secara umum apendiks ini melekat
pada caecum, dan pada anak umumnya tidak lurus dan memperlihatkan sebuah
lipatan. Apabila terjadi peradangan apendiks maka akan terjadi akumulasi dari
eksudat purulen dalam lumen dan dapat terjadi obstruksi, akibatnya suplai darah
berkurang, pembuluh darah juga akan mengalami kerusakan (Hidayat, 2008).
Apendisitis adalah peradangan dari
apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering.
Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan
(Mansjoer, 2000).
Apendisitis, penyebab paling umum
inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari rongga abdomen, adalah penyebab
paling umum untuk bedah abdomen darurat. Kira-kira 7% dari populasi akan
mengalami apendisitis pada waktu yang bersamaan dalam hidup mereka , pria lebih
sering dipengaruhi daripada wanita, dan remaja lebih sering pada orang dewasa.
Meskipun ini dapat terjadi pada usia berapa pun, apendisitis paling sering antara
usia 10 dan 30 tahun (Suzanne, 2002).
B. Klasifikasi
Klasifikasi Apendisitis ada 2 :
Klasifikasi Apendisitis ada 2 :
1. Apendisitis
akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah
sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah
sembuh akan bertumpuk nanah.
2.
Apendisitis kronis,
dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan
timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring,
biasanya ditemukan pada usia tua.
C.
Etiologi
Appendiksitis
disebabkan oleh penyumbatan lumen appendik oleh hyperplasia Folikel lympoid
Fecalit, benda asingstriktur karena Fibrasi karena adanya peradangan sebelumnya
atau neoplasma.Obstruksi tersebut menyebabkan mucus yang memproduksi mukosa
mengalami bendungan.Namun elastisitas dinding appendik mempunyai keterbatasan
sehingga menyebabkan tekanan intra lumen.Tekanan yang meningkat tersebut akan
menghambat aliran limfe yang akan menyebabkan edema dan ulserasi mukosa.Pada
saat inilah terjadi Appendiksitis akut local yang ditandai oleh adanya nyeri
epigastrium.
1. Ulserasi pada mukosa.
1. Ulserasi pada mukosa.
2. Obstruksi pada kolon oleh Fekalit
(feses yang mengeras)
3. Pemberian barium
4. Berbagai macam penyakit cacing.
5. Tumor.
6. Striktur karena Fibrosis pada dinding
usus.
D.
Manifestasi
Klinik
Ø Nyeri
kuadran bawah biasanya disertai dengan demam derajat rendah, mual, dan sering
kali muntah.
Ø Pada titik
McBurney (terletak dipertengahan antara umbilicus dan spina anterior dari
ilium) nyeri tekan setempat karena tekanan dan sedikit kaku dari bagian bawah
otot rectum kanan.
Ø Nyeri alih
mungkin saja ada, letak appendiks mengakibatkan sejumlah nyeri tekan, spasme
otot, dan konstipasi atau diare
Ø Tanda
rovsing (dapat diketahui dengan mempalpasi kuadran kanan bawah, yang
menyebabkan nyeri pada kuadran kiri bawah)
Ø Jika
terjadi ruptur appendiks, maka nyeri akan menjadi lebih menyebar, terjadi
distensi abdomen akibat ileus paralitik dan kondisi memburuk
D. Patofisiologi
Proses
perjalanan penyakit
Keterangan
: :
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa appendiks mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elasitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intra lumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema dan ulaserasi mukosa. Pada saat itu terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium.
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa appendiks mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elasitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intra lumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema dan ulaserasi mukosa. Pada saat itu terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium.
Bila
sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding
sehingga peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum yang dapat
menimbulkan nyeri pada abdomen kanan bawah yang disebut apendisitis supuratif
akut.
Apabila
aliran arteri terganggu maka akan terjadi infrak dinding appendiks yang diikuti
ganggren. Stadium ini disebut apendisitis
ganggrenosa. Bila dinding appendiks rapuh maka akan terjadi prefesional disebut
appendikssitis perforasi.
Bila
proses berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah
appendiks hingga muncul infiltrat appendikkularis.
Pada
anak-anak karena omentum lebih pendek dan appendiks lebih panjang, dinding
lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih
kurang memudahkan untuk terjadi perforasi, sedangkan pada orang tua mudah
terjadi karena ada gangguan pembuluh darah.
E.
Komplikasi
Komplikasi
dari penyakit apendisitis menurut smeltzer & Bare, 2001 adalah :
1.
Perforasi apendiks,
disebabkan ketelambatan penanganan terhadap pasien apendisits akut.
2.
Peritonitis local,
disebabkan oleh mikroperforasi sementara peritonitis umum dikarenakan telah
terjadi perforasi yang nyata.
3.
Abses apendiks, akibat
perforasi yang bersifat local dapat terjadi saat infeksi periapendikal diliputi
oleh omentum dan viseral yang berdekatan
F.
Penunjang
diagnostik
1. Test Rectal
Pada pemeriksaan rectal toucher akan teraba benjolan
dan penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Leukosit meningkat lebih 12.000/mm3, neutrofil
menungkat sampai 75% sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap
mikroorganisme yang menyerang pada appendicitis akut dan perforasi akan terjadi
leukositosis yang lebih tinggi lagi.
a. Hb (hemoglobin) nampak normal
b. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan
appendicitis infiltrat
c. Urine penting untuk melihat apa ada infeksi pada
ginjal.
3. Pemeriksaan Radiologi
Pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan
diagnosa appendisitis akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala
dapat ditemukan gambaran sebagai berikut :
a. Adanya sedikit fluid level disebabkan karena adanya
udara dan cairan
b. Kadang ada fekolit (sumbatan)
c. Pada keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas
dalam diafragma
4. Foto Abdomen
Dapat menyatakan adanya pergeseran material dari
apendiks (fekalit), ileus terlokalisir.
G.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
pada pasien apendisitisis ditulis oleh harnawatiaj, 2008 :
1.
Penatalaksanaan Keperawatan pre operasi
Penderita
di observasi, istirahat dalam posisi semifowler, sebelum operasi klien perlu
dipersiapkan secara fisik maupun psikis.
Disamping
itu juga klien perlu diberikan pengetahuan tentang pristiwa yang akan dialami
setelah di operasi dan diberikan latihan fisik ( pernapasan dalam, gerakan kaki
dan duduk ) untuk digunakan dalam periode post operatif.
2.
Penatalaksanaan medis yang dilakukan pada klien dengan apendisitis adalah :
a.
Apendektomi ( pembedahan untuk mengangkat apendiks ) dilakukan sesegera mungkin
untuk menurunkan resiko perforasi. Apendektomi dilakukan dibawah anastesi umum
atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparaskopi, yang merupakan
metode terbaru yang sangat efektif.
b.
Antibiotik dan cairan IV dapat diberikan sampai pembedahan dilakukan
c.
Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan dan setelah operasi.
3.
Penatalaksanaan keperawataan pasca operasi
Perlu
dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan di
dalam, syok, hipertermi, baringkan klien dalam posisi semifowler untuk
mengurangi tegangan pada insisi dan organ abdomen, berikan minum secara
bertahap setelah klien di puasakan, pemberian antibiotik, pemberian analgetik,
pemberian cairan intravena dapat diberikan sesuai indikasi, berikan makanan
yang lunak, anjurkan klien untuk mobilisasi miring kiri dan kanan, lakukan
perawatan luka setelah 3 hari
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN APENDISITIS
A.
Pengkajian
Pengkajan
adalah data dasar utama proses keperawatan yang tujuannya adalah untuk
memberikan gambaran secara terus menerus mengenai keadaan kesehatan klien yang
memungkinkan perawat asuhan keperawatan kepada klien.
a. Identitas
Pasien
yaitu:
mencakup nama, umur, agama, alamat, jenis kelamin, pendidikan, perkerjaan,
suku, tanggal masuk, no. MR, identitas keluarga, dll.
b. Riwayat
Kesehatan
·
Keluhan Utama
Klien
akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul
keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di
pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu. Nyeri dirasakan
terus-menerus. Keluhan yang menyertai antara lain rasa mual dan muntah, panas.
·
Riwayat Penyakit Dahulu
Kemungkinan klien pernah menderita atau
mengalami gangguan pencernaan, kebiasaan klien kurang mengkonsumsi makanan yang
berserat, sering mengalami gangguan BAB seperti konstipasi.
·
Riwayat Penyakit
Sekarang
Biasanya klien mengeluh nyeri perut dikuadran
kanan bawah, mual, muantah, anorexia dan demam. Pada klien post operasi
ditemukan nyeri pada luka operasi, klien merasa lemah, Pemulihan kesadaran.
·
Riwayat Penyakit
Keluarga
Appendicitis bukan merupakan
penyakit keturunan atau penyakit menular seperi penyakit lainya.
c. Pemeriksaan
Fisik
Dilakukan
secara head to toe meliputi system dan dikhusus kan pada system pencernaan :
- Tanda-tanda vital (TD, nadi, suhu, pernafasan) normal/tidak
- Tanda-tanda vital (TD, nadi, suhu, pernafasan) normal/tidak
-
Keadaan klien biasanya CMC
1.
Rambut : uraikan bentuk rambut seperti hitam, pedek, lurus, alopsia
2.
Kulit kepala : kotor/tidak kotor
3.
Mata :
Kesimetrisan
: biasanya simetris kiri dan kanan
Konjungtiva
: anemis/tidak anemis
Sclera
: ikterik/ tidak ikterik
4.
Mulut dan gigi
Rongga
mulut : kotor/tdk
Lidah
: kotor/tdk
5. Dada
dan thorak
I
: simetris kiri dan kanan
P: tidak adanya pembengkakan dan nyeri
tekan
P: normal/tdk
A: normal/tdk
6.
Abdomen
I : perut tidak membuncit, tanpak bekas
luka operasi post apendiktomi
P : nyeri tekan, dan nyeri lepas,
dikuadaran kanan bawah
P : n: tympani
A: bising usus (+) n: 5-35x/i
7.
Genetalia
Observasi
adanya lesi, eritema, fisura, leukoplakia. Inspeksi skrotum untuk mengetahui
ukuran, warna dan bentuk kesimetrisan
8.
Rectum dan anus
I: adanya hemoroid, lesi, kemerahan
P: merasakan adanya massa
9.
Kulit/ intagumen
I: amati adanya perubhan dan pengurangan
pigmentasi, pucat, kemerahan, sianosis,
lesi kulit, ikterik.
d. Aktivitas
sehari-hari
a. Makan,
minum :
biasanya
klien mengalami gangguan pada pemenuhan kebutuhan
makan dan minum karena mual, muntah dan
anorexia.
b.
Eliminasi :
Biasanya terjadi gangguan eliminasi
terutama pada awitan awal dengan gejala konstipasi
c. Istirahat dan tidur
c. Istirahat dan tidur
Biasanya klien mengalami gangguan
istirahat dan tidur karena rasa nyeri atau
ketidaknyamanan
pada daerah abdomen.
d.
Data psikologis
Biasanya klien dan keluarga akan merasa
cemas dan khawatir dengan keadaannya
e.
Data penunjang/laboratorium
- Leukosit : peningkatan > 10.
000/mm3
- Pada pemeriksaan
USG/X-Ray ditemukan densitas pada kuadran kanan bawah.
B.
Diagnosa
Keperawatan
a. Infeksi, resiko
tinggi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama, perforasi atau
ruptur pada apendiks, peritonitis, pembentukan abses.
b. Kekurangan volume
cairan, berhubungan dengan muntah pra operasi, pembatasan pasca operasi.
c. Nyeri (akut)
berhubungan dengan adanya insisi bedah.
d. Kurang pengetahuan
berhubungan dengan perjalanan penyakit.
C.
Intervensi
Keperawatan
Diagnosa I
Intervensi
|
Rasional
|
-
Awasi tanda vital, perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan
mental, meningkatkan nyeri abdomen
|
- Dugaan adanya infeksi atau
terjadinya sepsis, abses, peritonitis
|
- Lakukan pencucian tangan yang
baik dan perawatan luka aseptik
|
- Menurunkan resiko penyebaran
penyakit atau bakteri
|
-
Lihat insisi dan balutan
|
- Memberikan deteksi dini
terjadi nya proses infeksi dan pengawasan penyembuhan peritonitis yang telah
ada sebelumnya.
|
Diagnosa II
Intervensi
|
Rasional
|
- Awasi tekanan darah dan nadi
|
-
Tanda yang membantu mengidentifikasi fluktuasi volume intra vaskuler
|
- Lihat membran mukosa, kaji
turgor kulit dan pengisian kapiler
|
-
Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler
|
- Awasi masukan dan haluaran;
catat warna urin atau konsentrasi, berat jenis
|
- Penurunan haluaran urin pekat
dengan peningkatan berat jenis di duga dehidrasi atau kebutuhan peningkatan
cairan.
|
Diagnosa III
Intervensi
|
Rasional
|
- Kaji nyeri, catat lokasi,
karakteristik beratnya (skala 0-10)
|
-
Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan
|
-
Pertahankan istirahat dengan posisi semi-fowler
|
- Gravitasi melokalisasi
eksudat inflamasi dalam abdomen bawah atau pelvis, menghilang-kan tegangan
abdomen
|
-
Dorong ambulasi dini
|
-
Meningkatkan normalisasi fungsi organ, contoh merangsang peristaltik dan
kelancaran flatus, menurunkan ketidaknyamanan abdomen.
|
Diagnosa IV
Intervensi
|
Rasional
|
- Kaji ulang pembatasan
aktivitas pasca operasi
|
- Memberikan inflamasi pada
pasien untuk merencanakan rutinitas biasa tanpa menimbulkan masalah
|
- Dorong aktivitas sesuai tolerasi
dengan periode istirahat periodik
|
-
Mencegah kelemahan, meningkatkan penyembuhan dan perasaan sehat
|
- Anjurkan menggunakan laksatif
atau pelembek feses ringan bila perlu dan hindari enema
|
-
Membantu kembali ke fungsi usus semula
|
D. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan untuk
membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari pelaksanaan yaitu
mencapai tujuan yang telah ditetapkan, peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
pemulihan kesehatan dan memfasiltasi koping. ( Nursalam, 2001).
Pelaksanaan keperawatan yang dilakukan pada klien dengan apendisitis
menurut Smeltzer, 2001 yaitu pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis
telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan
dilakukan. Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendektomi ( pembedahan untuk mengangkat apendiks ) dilakukan
sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Apendektomi dapat dilakukan
dibawah anastesi umum atau spinal dengan insisi abdomen atau dengan
laparaskopi, yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif.
E.
Evaluasi
Evaluasi adalah
tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan suda
berhasil ( Nursalam, 2001). Teori evaluasi keperawatan pada klien dengan
apendisitis menurut Smeltzer,
2001 antara lain :
·
Kram dan nyeri
abdomen berkurang
·
Nyeri berkurang
·
Pengeluaran dan masukan cairan adekuat, tanda-tanda kurang cairan tidak terjadi
·
Menaati diet rendah serat
·
Mencapai
perfusi gastrointestinal normal ; memenuhi pembatasan makanan, haluaran urine
adekuat, tekanan darah dalam batas normal
·
Tidak mengalami
komplikasi
·
Tidak demam, abdomen
lunak, tidak nyeri tekan dengan bising usus normal .
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marylinn E. (2000),
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
Jakarta.
Henderson, M.A.
(1992), Ilmu Bedah Perawat, Yayasan Mesentha Medica, Jakarta.
Mansjoer, A.
(2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI
Price, SA. (2005). Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC
Price, SA, Wilson,LM. (1994). Patofisiologi
Proses-Proses Penyakit, Buku Pertama. Edisi 4. Jakarta. EGC
Schwartz, Seymour, (2000),
Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C, (2001), Buku
Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Volume 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta
Smeltzer, Bare (1997). Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & suddart. Edisi 8. Volume 2.
Jakarta, EGC