Social Icons

Kamis, 10 Januari 2013

Asuhan Keperawatan APENDISITIS



KONSEP DASAR TEORI APENDISITIS

A.    Defenisi
Apendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (4 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif, dan lumennya kecil, apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi (apendisitis) (Suzanne, 2002).
Apendisitis merupakan merupakan peradangan pada apendiks (kantung buntu pada caecum) yang dapat menjadi keadaan darurat, khususnya dalam pembedahan pada anak. Secara umum apendiks ini melekat pada caecum, dan pada anak umumnya tidak lurus dan memperlihatkan sebuah lipatan. Apabila terjadi peradangan apendiks maka akan terjadi akumulasi dari eksudat purulen dalam lumen dan dapat terjadi obstruksi, akibatnya suplai darah berkurang, pembuluh darah juga akan mengalami kerusakan (Hidayat, 2008).
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan (Mansjoer, 2000).
Apendisitis, penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari rongga abdomen, adalah penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat. Kira-kira 7% dari populasi akan mengalami apendisitis pada waktu yang bersamaan dalam hidup mereka , pria lebih sering dipengaruhi daripada wanita, dan remaja lebih sering pada orang dewasa. Meskipun ini dapat terjadi pada usia berapa pun, apendisitis paling sering antara usia 10 dan 30 tahun (Suzanne, 2002).

B.     Klasifikasi
Klasifikasi Apendisitis ada 2 :
1.      Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah sembuh akan bertumpuk nanah.
2.      Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.


C.    Etiologi
Appendiksitis disebabkan oleh penyumbatan lumen appendik oleh hyperplasia Folikel lympoid Fecalit, benda asingstriktur karena Fibrasi karena adanya peradangan sebelumnya atau neoplasma.Obstruksi tersebut menyebabkan mucus yang memproduksi mukosa mengalami bendungan.Namun elastisitas dinding appendik mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan tekanan intra lumen.Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang akan menyebabkan edema dan ulserasi mukosa.Pada saat inilah terjadi Appendiksitis akut local yang ditandai oleh adanya nyeri epigastrium.
1.         Ulserasi pada mukosa.
2.         Obstruksi pada kolon oleh Fekalit (feses yang mengeras)
3.         Pemberian barium
4.         Berbagai macam penyakit cacing.
5.         Tumor.
6.         Striktur karena Fibrosis pada dinding usus.
D.    Manifestasi Klinik
Ø Nyeri kuadran bawah biasanya disertai dengan demam derajat rendah, mual, dan sering kali muntah.
Ø Pada titik McBurney (terletak dipertengahan antara umbilicus dan spina anterior dari ilium) nyeri tekan setempat karena tekanan dan sedikit kaku dari bagian bawah otot rectum kanan.
Ø Nyeri alih mungkin saja ada, letak appendiks mengakibatkan sejumlah nyeri tekan, spasme otot, dan konstipasi atau diare
Ø Tanda rovsing (dapat diketahui dengan mempalpasi kuadran kanan bawah, yang menyebabkan nyeri pada kuadran kiri bawah)
Ø Jika terjadi ruptur appendiks, maka nyeri akan menjadi lebih menyebar, terjadi distensi abdomen akibat ileus paralitik dan kondisi memburuk





D. Patofisiologi
Proses perjalanan penyakit


Keterangan : :
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa appendiks mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elasitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intra lumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema dan ulaserasi mukosa. Pada saat itu terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding sehingga peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum yang dapat menimbulkan nyeri pada abdomen kanan bawah yang disebut apendisitis supuratif akut.
Apabila aliran arteri terganggu maka akan terjadi infrak dinding appendiks yang diikuti ganggren. Stadium ini disebut apendisitis ganggrenosa. Bila dinding appendiks rapuh maka akan terjadi prefesional disebut appendikssitis perforasi.
Bila proses berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah appendiks hingga muncul infiltrat appendikkularis.
Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan appendiks lebih panjang, dinding lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan untuk terjadi perforasi, sedangkan pada orang tua mudah terjadi karena ada gangguan pembuluh darah.

E.     Komplikasi
Komplikasi dari penyakit apendisitis menurut smeltzer & Bare, 2001 adalah :
1.      Perforasi apendiks, disebabkan ketelambatan penanganan terhadap pasien apendisits akut.
2.      Peritonitis local, disebabkan oleh mikroperforasi sementara peritonitis umum dikarenakan telah terjadi perforasi yang nyata.
3.      Abses apendiks, akibat perforasi yang bersifat local dapat terjadi saat infeksi periapendikal diliputi oleh omentum dan viseral yang berdekatan





F.     Penunjang diagnostik
1. Test Rectal
Pada pemeriksaan rectal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Leukosit meningkat lebih 12.000/mm3, neutrofil menungkat sampai 75% sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang pada appendicitis akut dan perforasi akan terjadi leukositosis yang lebih tinggi lagi.
a. Hb (hemoglobin) nampak normal
b. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan appendicitis infiltrat
c. Urine penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.
3. Pemeriksaan Radiologi
Pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnosa appendisitis akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat ditemukan gambaran sebagai berikut :
a. Adanya sedikit fluid level disebabkan karena adanya udara dan cairan
b. Kadang ada fekolit (sumbatan)
c. Pada keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma
4. Foto Abdomen
Dapat menyatakan adanya pergeseran material dari apendiks (fekalit), ileus terlokalisir.

G.    Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien apendisitisis ditulis oleh harnawatiaj, 2008 :
1.      Penatalaksanaan Keperawatan pre operasi
Penderita di observasi, istirahat dalam posisi semifowler, sebelum operasi klien perlu dipersiapkan secara fisik maupun psikis.
Disamping itu juga klien perlu diberikan pengetahuan tentang pristiwa yang akan dialami setelah di operasi dan diberikan latihan fisik ( pernapasan dalam, gerakan kaki dan duduk ) untuk digunakan dalam periode post operatif.
2.      Penatalaksanaan medis yang dilakukan pada klien dengan apendisitis adalah :
a.       Apendektomi ( pembedahan untuk mengangkat apendiks ) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Apendektomi dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparaskopi, yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif.
b.      Antibiotik dan cairan IV dapat diberikan sampai pembedahan dilakukan
c.       Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan dan setelah operasi.
3.      Penatalaksanaan keperawataan pasca operasi
Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan di dalam, syok, hipertermi, baringkan klien dalam posisi semifowler untuk mengurangi tegangan pada insisi dan organ abdomen, berikan minum secara bertahap setelah klien di puasakan, pemberian antibiotik, pemberian analgetik, pemberian cairan intravena dapat diberikan sesuai indikasi, berikan makanan yang lunak, anjurkan klien untuk mobilisasi miring kiri dan kanan, lakukan perawatan luka setelah 3 hari


ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN APENDISITIS

A.    Pengkajian
Pengkajan adalah data dasar utama proses keperawatan yang tujuannya adalah untuk memberikan gambaran secara terus menerus mengenai keadaan kesehatan klien yang memungkinkan perawat asuhan keperawatan kepada klien.
a.       Identitas Pasien
yaitu: mencakup nama, umur, agama, alamat, jenis kelamin, pendidikan, perkerjaan, suku, tanggal masuk, no. MR, identitas keluarga, dll.
b.      Riwayat Kesehatan
·                     Keluhan Utama
Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu. Nyeri dirasakan terus-menerus. Keluhan yang menyertai antara lain rasa mual dan muntah, panas.
·                     Riwayat Penyakit Dahulu
Kemungkinan klien pernah menderita atau mengalami gangguan pencernaan, kebiasaan klien kurang mengkonsumsi makanan yang berserat, sering mengalami gangguan BAB seperti konstipasi.
·                     Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya klien mengeluh nyeri perut dikuadran kanan bawah, mual, muantah, anorexia dan demam. Pada klien post operasi ditemukan nyeri pada luka operasi, klien merasa lemah, Pemulihan kesadaran.
·                     Riwayat Penyakit Keluarga
Appendicitis bukan merupakan penyakit keturunan atau penyakit menular seperi penyakit lainya.


c.       Pemeriksaan Fisik
Dilakukan secara head to toe meliputi system dan dikhusus kan pada system pencernaan :
- Tanda-tanda vital (TD, nadi, suhu, pernafasan) normal/tidak
- Keadaan klien biasanya CMC
1. Rambut : uraikan bentuk rambut seperti hitam, pedek, lurus, alopsia
2. Kulit kepala : kotor/tidak kotor
3. Mata :
Kesimetrisan : biasanya simetris kiri dan kanan
Konjungtiva : anemis/tidak anemis
Sclera : ikterik/ tidak ikterik
4.        Mulut dan gigi
Rongga mulut : kotor/tdk
Lidah : kotor/tdk
5.      Dada dan thorak
I : simetris kiri dan kanan
P: tidak adanya pembengkakan dan nyeri tekan
P: normal/tdk
A: normal/tdk
6. Abdomen
I : perut tidak membuncit, tanpak bekas luka operasi post apendiktomi
P : nyeri tekan, dan nyeri lepas, dikuadaran kanan bawah
P : n: tympani
A: bising usus (+) n: 5-35x/i
7. Genetalia
Observasi adanya lesi, eritema, fisura, leukoplakia. Inspeksi skrotum untuk mengetahui ukuran, warna dan bentuk kesimetrisan
8. Rectum dan anus
I: adanya hemoroid, lesi, kemerahan
P: merasakan adanya massa
9. Kulit/ intagumen
I: amati adanya perubhan dan pengurangan pigmentasi, pucat, kemerahan, sianosis,
 lesi kulit, ikterik.
d.   Aktivitas sehari-hari
a.       Makan, minum :
biasanya klien mengalami gangguan pada pemenuhan kebutuhan
 makan dan minum karena mual, muntah dan anorexia.
b. Eliminasi :
Biasanya terjadi gangguan eliminasi terutama pada awitan awal dengan gejala konstipasi
c. Istirahat dan tidur
Biasanya klien mengalami gangguan istirahat dan tidur karena rasa nyeri atau
ketidaknyamanan pada daerah abdomen.
d. Data psikologis
Biasanya klien dan keluarga akan merasa cemas dan khawatir dengan keadaannya
e. Data penunjang/laboratorium
- Leukosit : peningkatan > 10. 000/mm3
- Pada pemeriksaan USG/X-Ray ditemukan densitas pada kuadran kanan      bawah.
B.     Diagnosa Keperawatan
a.   Infeksi, resiko tinggi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama, perforasi atau ruptur pada apendiks, peritonitis, pembentukan abses.
b.   Kekurangan volume cairan, berhubungan dengan muntah pra operasi, pembatasan pasca operasi.
c.   Nyeri (akut) berhubungan dengan adanya insisi bedah.
d.   Kurang pengetahuan berhubungan dengan perjalanan penyakit.





C.    Intervensi Keperawatan
Diagnosa I
Intervensi
Rasional
-        Awasi tanda vital, perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan mental, meningkatkan nyeri abdomen
-        Dugaan adanya infeksi atau terjadinya sepsis, abses, peritonitis
-        Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka aseptik
-        Menurunkan resiko penyebaran penyakit atau bakteri
-        Lihat insisi dan balutan
-        Memberikan deteksi dini terjadi nya proses infeksi dan pengawasan penyembuhan peritonitis yang telah ada sebelumnya.

Diagnosa II
Intervensi
Rasional
-        Awasi tekanan darah dan nadi
-        Tanda yang membantu mengidentifikasi fluktuasi volume intra vaskuler
-        Lihat membran mukosa, kaji turgor kulit dan pengisian kapiler
-        Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler
-        Awasi masukan dan haluaran; catat warna urin atau konsentrasi, berat jenis
-        Penurunan haluaran urin pekat dengan peningkatan berat jenis di duga dehidrasi atau kebutuhan peningkatan cairan.

Diagnosa III
Intervensi
Rasional
-        Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik beratnya (skala 0-10)
-        Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan
-        Pertahankan istirahat dengan posisi semi-fowler
-        Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen bawah atau pelvis, menghilang-kan tegangan abdomen
-        Dorong ambulasi dini
-        Meningkatkan normalisasi fungsi organ, contoh merangsang peristaltik dan kelancaran flatus, menurunkan ketidaknyamanan abdomen.

Diagnosa IV
Intervensi
Rasional
-        Kaji ulang pembatasan aktivitas pasca operasi
-        Memberikan inflamasi pada pasien untuk merencanakan rutinitas biasa tanpa menimbulkan masalah
-        Dorong aktivitas sesuai tolerasi dengan periode istirahat periodik
-        Mencegah kelemahan, meningkatkan penyembuhan dan perasaan sehat
-        Anjurkan menggunakan laksatif atau pelembek feses ringan bila perlu dan hindari enema
-        Membantu kembali ke fungsi usus semula

D.    Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari pelaksanaan yaitu mencapai tujuan yang telah ditetapkan, peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasiltasi koping. ( Nursalam, 2001).
Pelaksanaan keperawatan yang dilakukan pada klien dengan apendisitis menurut Smeltzer, 2001 yaitu pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan. Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendektomi ( pembedahan untuk mengangkat apendiks ) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Apendektomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan insisi abdomen atau dengan laparaskopi, yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif.
E.     Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan suda berhasil ( Nursalam, 2001). Teori evaluasi keperawatan pada klien dengan apendisitis menurut Smeltzer, 2001  antara lain :
·         Kram dan nyeri abdomen berkurang
·         Nyeri berkurang
·         Pengeluaran dan masukan cairan adekuat, tanda-tanda kurang cairan tidak terjadi
·         Menaati diet rendah serat
·         Mencapai perfusi gastrointestinal normal ; memenuhi pembatasan makanan, haluaran urine adekuat, tekanan darah dalam batas normal
·         Tidak mengalami komplikasi
·         Tidak demam, abdomen lunak, tidak nyeri tekan dengan bising usus normal .














DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marylinn E. (2000), Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien,         Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.
Henderson, M.A. (1992), Ilmu Bedah Perawat, Yayasan Mesentha Medica, Jakarta.
Mansjoer, A.  (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI
Price, SA. (2005). Patofisiologi Konsep  Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC
Price, SA, Wilson,LM. (1994). Patofisiologi Proses-Proses Penyakit, Buku Pertama. Edisi 4. Jakarta. EGC
Schwartz, Seymour, (2000), Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C, (2001), Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Volume 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Smeltzer, Bare (1997). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & suddart. Edisi 8. Volume 2. Jakarta, EGC
»»  READMORE...