KONSEP DASAR
KERATITIS
I. DEFINISI
Keratitis adalah inflamasi pada kornea oleh bakteri, virus,
hespes simplek, alergi, kekurangan vit. A . Keratitis adalah peradangan pada
kornea, keratitis disebabkan oleh mikrobial dan pemajanan. Keratitis Mikrobial
adalah infeksi pada kornea yang disebabkan oleh berbagai organisme bakteri,
virus, jamur/parasit. serta abrasi yang sangat bisa menjadi pintu masuk
bakteri. Keratitis Pemajanan adalah infeksi pada ornea yang terjadi akibat
kornea tidak dilembabkan secara memadai dan dilindungi oleh kelopak mata
kekeringan mata dapat terjadi dan kemudian diikuti ulserasi dan infeksi
sekunder. (Brunner dan Suddarth, 2001).
Keratitis adalah peradangan pada kornea, membran transparan
yang menyelimuti bagian berwarna dari mata (iris) dan pupil. Keratitis dapat
terjadi pada anak-anak maupun dewasa. Bakteri pada umumnya tidak dapat
menyerang kornea yang sehat, namun beberapa kondisi dapat menyebabkan infeksi
bakteri terjadi. Contohnya, luka atau trauma pada mata dapat menyebabkan kornea
terinfeksi. Mata yang sangat kering juga dapat menurunkan mekanisme pertahanan
kornea. (Kaiser, 2005).
Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrasi
sel radang pada kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh.
Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrate
sel radang pada kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh, biasanya
diklasifikasikan dalam lapisan yang terkena seperti keratitis superficial,
intertitisial dan profunda.
II.
ETIOLOGI
Ø Keratitis Mikrobial
Keratitis ini diakibatkan oleh berbagai organisme
bakteri,virus, jamur, atau parasit, abrasi sedikitpun bisa menjadi pintu masuk
bakteri. Kebanyakan infeksi kornea terjadi akibat trauma atau gangguan
mekanisme pertahanan sistemis ataupun lokal. keratitis bacterial keratitis
akibat dari infeksi stafilokokkus, berbentuk seperti :
·
keratitis
pungtata, terutama dibagian bawah kornea
·
keratitis
viral dendritik herpetic keratitis dendritik yang disebabkan virus herpes
simpleks akan memberi gambaran spesifik berupa infiltrat pada kornea dengan
bentuk seperti ranting pohon yang bercabang – cabang dengan memberikan uji
fluoresin positif nyata pada tempat percabangan.
·
Keratitits
herpes zoster Merupakan manifestasi klinis dari infeksi virus herpes zooster
pada cabang saraf trigeminus, termasuk puncak hidung dan demikian pula kornea
atau konjungtiva.
·
Keratitis
pungtata epithelial dengan infiltrat halus pada kornea, selain disebabkan oleh
virus keratitits pungtata juga disebabakan oleh obat seperti neomicin dan
gentamisin.
·
Keratitits
disiformis merupakan keratitits dengan bentuk seperti cakram didalam stroma
permukaan kornea, keratitis ini disebabkan oleh infeksi atau sesudah infeksi
virus herpes simpleks
Ø Keratitis Peremajaan
Infeksi ini terjadi bila kornea tidak dilembabkan secara
memadai dan dilindungi oleh kelopak mata. Kekeringan kornea dapat terjadi dan
kemudian dapat diikuti ulserasi dan infeksi sekunder. Pemajanan kornea dapat
disebabkan oleh karena keadaan eksoptalmus, paresis saraf kranial VII tetapi
juga dapat terjadi pada pasien koma atau yang dianastesi.
·
Keratitis
lagoftalmos Terjadi akibat mata tidak menutup sempurna yang dapat terjadi pada
ektropion palpebra, protrusio bola mata atau pada penderita koma dimana mata
tidak terdapat reflek mengedip.
·
Keratitis
neuroparalitik Terjadi akibat gangguan pada saraf trigeminus yang mengakibatkan
gangguan sensibilitas dan metabolisme kornea
·
Kerato
konjungtivitis sika Terjadi akibat kekeringan pada bagian permukaan kornea.
III. MANIFESTASI KLINIS
1.
Inflamasi
bola mata yang jelas
2.
Terasa
benda asing di mata
3.
Cairan
mokopurulen dengan kelopak mata saling melekat saat bangun
4.
Ulserasi
epitel
5.
Hipopion
(terkumpulnya nanah dalam kamera anterior)
6.
Dapat
terjadi perforasi kornea
7.
Ekstrusi
iris dan endoftalmitis
8.
Fotofobia
9.
Mata
berair
10. Kehilangan penglihatan bila tidak
terkontrol
(Brunner dan Suddarth, 2001)
IV. TANDA DAN GEJALA
Tanda patognomik dari keratitis
ialah terdapatnya infiltrat di kornea. Infiltrat dapat ada di seluruh lapisan
kornea, dan menetapkan diagnosis dan pengobatan keratitis. Pada peradangan yang
dalam, penyembuhan berakhir dengan pembentukan jaringan parut (sikatrik), yang
dapat berupa nebula, makula, dan leukoma. Adapun gejala umum adalah :
ü Keluar air mata yang berlebihan
ü Nyeri
ü Penurunan tajam penglihatan
ü Radang pada kelopak mata (bengkak,
merah)
ü Mata merah
ü Sensitif terhadap cahaya (Mansjoer,
2001).
VI.
KLASIFIKASI
Keratitis biasanya diklasifikasikan
berdasarkan lapisan kornea yang terkena : yaitu keratitis superfisialis apabila
mengenai lapisan epitel dan bowman dan keratitis profunda apabila mengenai
lapisan stroma.
Bentuk-bentuk
klinik keratitis superfisialis (Ilyas,
2006) antara lain adalah :
§ Keratitis punctata superfisialis
Berupa
bintik-bintik putih pada permukaan kornea yang dapat disebabkan oleh
sindrom dry eye, blefaritis, keratopati logaftalmus, keracunan obat
topical, sinar ultraviolet, trauma kimia ringan dan pemakaian lensa kontak.
§ Keratitis flikten
Benjolan putih yang yang bermula di
limbus tetapi mempunyai kecenderungan untuk menyerang kornea.
§ Keratitis sika
Suatu bentuk keratitis yang
disebabkan oleh kurangnya sekresi kelenjar lakrimale atau sel goblet yang
berada di konjungtiva.
§ Keratitis lepra
Suatu bentuk keratitis yang
diakibatkan oleh gangguan trofik saraf, disebut juga keratitis neuroparalitik.
§ Keratitis nummularis
Bercak putih berbentuk bulat pada
permukaan kornea biasanya multiple dan banyak didapatkan pada petani.
Bentuk-bentuk
klinik keratitis profunda antara lain adalah :
1.
Keratitis
interstisialis luetik atau keratitis sifilis congenital
2.
Keratitis
sklerotikans.
VII.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.
Pemeriksaan
tajam penglihatan
Pemeriksaan
tajam penglihatan dilakukan untuk mengetahui fungsi penglihatan setiap mata
secara terpisah. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan menggunakan kartu snellen maupun
secara manual yaitu menggunakan jari tangan.
1.
Pemulasan
fluorescein
2.
Kerokan
kornea yang kemudian dipulas dengan pulasan gram maupun giemsa.
3.
Pemeriksaan
mikroskopik dengan KOH 10 % pada kerokan kornea
4.
Pemeriksaan
schirmer.
5.
Kultur
bakteri atau fungi
6.
Uji
dry eye
Pemeriksaan
mata kering atau dry eye termasuk penilaian terhadap lapis film air mata ( tear
film ), danau air mata ( teak lake ), dilakukan uji break up time tujuannya
yaitu untuk melihat fungsi fisiologik film air mata yang melindungi kornea. Penilaiannya
dalam keadaan normal film air mata mempunyai waktu pembasahan kornea lebih dari
25 detik. Pembasahan kornea kurang dari 15 detik menunjukkan film air mata
tidak stabil. Menentukan bakteri yang menyerang mata.
2.
Ofthalmoskop
Tujuan
pemeriksaan untuk melihat kelainan serabut retina, serat yang pacat atropi,
tanda lain juga dapat dilihat seperti perdarahan peripapilar.
3.
Keratometri
( pegukuran kornea )
Keratometri
tujuannya untuk mengetahui kelengkungan kornea, tear lake juga dapat dilihat
dengan cara focus kita alihkan kearah lateral bawah, secara subjektif dapat
dilihat tear lake yang kering atau yang terisi air mata.
4.
Tonometri
digital palpasi
Cara
ini sangat baik pada kelainan mata bila tonometer tidak dapat dipakai atau
sulit dinilai seperti pada sikatrik kornea, kornea ireguler dan infeksi kornea.
Pada cara ini diperlukan pengalaman pemeriksa karena terdapat factor subjektif,
tekanan dapat dibandingkan dengan tahahan lentur telapak tangan dengan tahanan
bola mata bagian superior.
VIII.
PENATALAKSNAAN
Terapi
Medik
1.
Pemberian
antibiotik, air mata buatan.
2.
Pada
keratitis bakterial diberikan gentacimin 15 mg/ml, tobramisin 15 mg/ml,
seturoksim 50 mg/ml. Untuk hari-hari pertama diberikan setiap 30 menit kemudian
diturunkan menjadi 1 jam dan selanjutnya 2 jam bila keadaan mulai membaik.
Ganti obatnya bila resisten atau keadaan tidak membaik.
3.
Perlu
diberikan sikloplegik untuk menghindari terbentuknya sinekia posterior dan
mengurangi nyeri akibat spasme siliar
4.
Pada
terapi jamur sebaikna diberikan ekanazol 1 % yang berspektum luas.
5.
Antivirus,anti
inflamasi dan analgesik
(Brunne dan Suddarth, 2001)
Keratitis
Mikrobial
Pasien
dengan infeksi kornea berat dirawat untuk pemberian berseri (kadang sampai tiap
30 menit sekali) tetes anti mikroba dan pemeriksaan berkala oleh ahli
optalmologi.Cuci tangan secara seksama. Harus memakai sarung tangan setiap
intervensi keperawatan yang melibatkan mata. Kelopak mata harus dijaga
kebersihannya dan perlu diberi kompres dingin. Diperlukan aseaminofen untuk
mengontrol nyeri. Dan diresepkan sikloplegik dan midriatik untuk mengurangi
nyeri dan inflamasi
Keratitis
Pemajanan
Memplester
kelopak mata atau membalut dengan ringan mata yang telah diberi pelumas. Pada
yang mengalami penurunan perlindungan sensori terhadap kornea. Dapat dipasang
lensa kontak lunak tipe-balutan. Lensa kontak lunak tipe-balutan dipasang
sesuai ukuran. Hal ini untuk mempertahankan permukaan kornea, mempercepat
penyembuhan efek epitel dan memberikan rasa nyaman. Perisai kolagen bisa
dipergunakan untuk perlindungan kornea jangka pendek (Brunne dan Suddarth,
2001)
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN
KERATITIS
I. PENGKAJIAN
Anamnesa
1.
Biodata
/identitas klien meliputi :
A.
Nama
B.
Umur
C.
Jenis
kelamin
D.
Suku
bangsa
E.
Pekerjaan
F.
Pendidikan
G.
Status
menikah
H.
Alamat
I.
Tanggal
MRS
J.
Diagnosa
medis.
K.
Keluhan
Utama
§ Gangguan penglihatan ( visus menurun
)
§ Mata terasa sakit ( nyeri )
§ Lakrimasi
L.
Keluhan
Penyakit Sekarang
§ Mata merah bengkak
§ Merasa kelilipan
§ Gangguan penglihatan ( visus menurun
)
§ Mata sakit ( nyeri )
§ Fotofobi
M.
Riwayat
Penyakit Masa Lalu
§ Apakah pasien menderita
konjungtifitis sebelumnya / herpes
§ Adanya trauma pada mata.
PEMERIKSAAN FISIK
Inspeksi
v Kesimetrisan mata
v Hiperemi pada konjungtiva.
v Adanya flikten/infiltrat pada kornea
v Adanya lakrimasi,blefarospasme
v Mata tampak merah dan bengkak
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.
Pemeriksaan
tajam penglihatan
Pemeriksaan
tajam penglihatan dilakukan untuk mengetahui fungsi penglihatan setiap mata
secara terpisah. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan menggunakan kartu snellen
maupun secara manual yaitu menggunakan jari tangan.
1.
Pemulasan
fluorescein
2.
Kerokan
kornea yang kemudian dipulas dengan pulasan gram maupun giemsa.
3.
Pemeriksaan
mikroskopik dengan KOH 10 % pada kerokan kornea
4.
Pemeriksaan
schirmer
Apabila
resapan air mata pada kertas schirmer kurang dari 10mm dalam 5 menit maka
dianggap tidak normal.
2. Pemeriksaan Kultur
Menentukan
jenis bakteri, jamur atau virus yang menyerang untuk penanganan lebih lanjut.
3. Uji dry eye
Penilaiannya
dalam keadaan normal film air mata mempunyai waktu pembasahan kornea lebih dari
25 detik. Pembasahan kornea kurang dari 15 detik menunjukkan film air mata
tidak stabil.
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Nyeri berdasarkan proses inflamasi ditandai
dengan :
ü Mata merasa sakit
ü Mata merah bengkak
ü Ekspresi wajah kesakitan
ü Tampak gelisah
2. Resiko tinggi terhadap cidera b/d
penurunan ketajaman penglihatan ditandai dengan :
ü Visus menurun
ü Fotofobi
ü adanya flikten
ü Merasa klilipan
3. Potensial infeksi, penyebaran ke
mata yang tak sakit berhubungan dengan kurang pengetahuan ditandai
dengan :
ü Sering menggaruk mata
ü Kurang menjaga kebersihan mata
ü Tidak akurat mengikuti instruksi
4. Gangguan konsep diri berdasarkan
status kesehatannya ditandai
dengan
:
ü Klien menarik diri
ü Diam dan sering termenung
III. INTERVENSI
1.
Nyeri
berdasarkan proses inflamasi ditandai dengan :
ü Mata merasa sakit
ü Mata merah bengkak
ü Ekspresi wajah kesakitan
Tujuan
:
ü Rasa sakit berkurang
ü Ekspresi wajah tampak tenang
ü Bengkak berkurang
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Kaji
tingkat nyeri
2.
Kaji
pernyataan verbal dan non verbal tentang nyeri.
3.
Beri
kompres basah hangat
4.
Kompres
basah dengan NaCL dingin
5.
Beri
irigasi
6.
Dorong
penggunaaan kaca mata hitam pada cahaya kuat
|
tingkat nyeri dapat menggambarkan intervensi selanjutnya.
ketidaksesuaian pernyataan verbal dan non verbal
memberikan petunjuk derajat nyeri.
Mengurangi nyeri, mempercepat penyembuhan, dan
membersihkan mata.
mencegah dan mengurangi edema dan gatal-gatal yang berat
untuk mengeluarkan sekret, benda asing/kotoran dan zat-zat
kimia dari mata.
cahaya yang kuat meyebabkan rasa tak nyaman
|
2. Resiko tinggi terhadap cidera b/d
penurunan ketajaman penglihatan ditandai dengan :
ü Visus menurun
ü Fotofobi
ü Adanya flikten
ü Merasa klilipan
Tujuan
ü Visus kembali normal
ü Tidak tampak luka cidera pada tubuh
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Kaji
tingkat ketajaman penglihatan
2. Pertahankan posisi tempat tidur
rendah, pagar tempat tidur tinggi dan bel samping tempat tidur.
3. Singkirkan benda-benda yang dapat
menimbulkan cidera ( pisau buah )
4. Beritahu pasien untuk tidak menggaruk
mata
|
kebutuhan individu dan pilihan intervensi bervariasi sebab
kehilangan penglihatan terjadi lamban dan progresif.
memberikan kenyamanan pasien saat membutuhkan bantuan dan
mengurangi resiko cidera
memberikan perlidungan terhadap resiko cidera.
mencegah terjadinya cidera mata.
|
3. Potensial infeksi, penyebaran ke
mata yang tak sakit berhubungan dengan kurang pengetahuan ditandai
dengan :
ü Sering menggaruk mata
ü Kurang menjaga kebersihan mata
ü Tidak akurat mengikuti instruksi
Tujuan
:
ü Infeksi tidak menyebar ke mata
sebelahnya
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Kaji
pemberian antibiotik setian 30 menit/1jam/2jam dan kaji efek sampingnya
setelah pemberian obat
2. Lakukan tehnik steril saat
pemberian obat
3. Lakukan HE tentang pencegahan dan
penularan penyakit
|
mencegah komplikasi dan penyebaran infeksi ke mata yang
tidak terinfeksi.
mencegah infeksi silang
memberikan pengetahuan dasar bagaimana cara memproteksi
diri.
|
4. Gangguan konsep diri b/d status
kesehatannya ditandai
dengan
:
ü Klien menarik diri
ü Diam dan sering termenung
Tujuan
:
ü Klien tidak menarik diri
ü Wajah tanpak ceria
ü Pasien tampak bersosialisasi
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Ciptakan
/ pertahankan hubungan terapeutik antara pasien dan perawat
2. Kaji interaksi antara Pasien dengan
keluarga,catat apabila ada perubahan dalam hubungan keluarga.
3. Dukung penggunaan mekanisme
pertahanan
4. Beri informasi yang benar tentang
keadaan kesehatannya
|
mengenbangkan rasa saling percaya dengan Px dan keluarga
Px.
keluarga mungkin secara sadar/tidak memperkuat sikap
negatif dan keyakinan pasien atau informasi yang didapat mungkin menghambat
dalam penanganan pasien.
konfrontasi pasien terhadap situasi yang nyatadan
mengakibatkan peningkatan ansietas dan mengurangi kemampuan untuk mengatasi perubahan
konsep diri.
membantu pasien menerima keadaan kesehatannya
|
DAFTAR PUSTAKA
Ilyas,
Sidarta. 2006. Ilmu Penyakit Mata, Edisi 3. Balai Penerbit FKUI Jakarta.
Mansjoer, Arif M. 2001. Kapita Selekta edisi-3
jilid-1. Jakarta: Media Aesculapius FKUI.
Hal:
56
Doenges,
Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : edisi 3. Jakarta : EGC.
Carpenitto,
Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. EGC :
Jakarta.
Brunner
& Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal – Bedah : volume 2. Jakarta :
EGC.