Social Icons

Jumat, 28 Desember 2012

ASKEP PENYAKIT JANTUNG REMATIK



PENYAKIT JANTUNG REMATIK
I.        DEFINISI
Demam Reumatik / penyakit jantung reumatik adalah penyakit peradangan sistemik akut atau kronik yang merupakan suatu reaksi autoimun oleh infeksi Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A yang mekanisme perjalanannya belum diketahui, dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu Poliarthritis migrans akut, Karditis, Korea minor, Nodul subkutan dan Eritema marginatum.

II.      ETIOLOGI
Demam reumatik, seperti halnya dengan penyakit lain merupakan akibat interaksi individu, penyebab penyakit dan faktor lingkungan. Penyakit ini berhubungan erat dengan infeksi saluran nafas bagian atas oleh Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A berbeda dengan glomerulonefritis yang berhubungan dengan infeksi streptococcus dikulit maupun disaluran nafas, demam reumatik agaknya tidak berhubungan dengan infeksi streptococcus dikulit.
Faktor-faktor predisposisi yang berpengaruh pada timbulnya demam reumatik dan penyakit jantung reumatik terdapat pada individunya sendiri serta pada keadaan lingkungan.

Faktor-faktor pada individu :
1.                             Faktor genetik
Adanya antigen limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA terhadap demam rematik menunjkan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan antibodi monoklonal dengan status reumatikus
2.                             Jenis kelamin
Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan anak laki-laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin, meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada satu jenis kelamin.
3.                             Golongan etnik dan ras
Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang demam reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibanding dengan orang kulit putih. Tetapi data ini harus dinilai hati-hati, sebab mungkin berbagai faktor lingkungan yang berbeda pada kedua golongan tersebut ikut berperan atau bahkan merupakan sebab yang sebenarnya.
4.                             Umur
Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya demam reumatik / penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai anak umur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi streptococcus pada anak usia sekolah. Tetapi Markowitz menemukan bahwa penderita infeksi streptococcus adalah mereka yang berumur 2-6 tahun.
5.                             Keadaan gizi dan lain-lain
Keadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan apakah merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik.
6.                             Reaksi autoimun
Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding sel streptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katub mungkin ini mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada reumatik fever
Faktor-faktor lingkungan :
1.       Keadaan sosial ekonomi yang  buruk
Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai predisposisi untuk terjadinya demam reumatik. Insidens demam reumatik di negara-negara yang sudah maju, jelas menurun sebelum era antibiotik termasuk dalam keadaan sosial ekonomi yang buruk sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat, rendahnya pendidikan sehingga pengertian untuk segera mengobati anak yang menderita sakit sangat kurang; pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk perawatan kesehatan kurang dan lain-lain. Semua hal ini merupakan faktor-faktor yang memudahkan timbulnya demam reumatik.
2.       Iklim dan geografi
      Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak didapatkan didaerah yang beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa daerah tropis pun mempunyai insidens yang tinggi, lebih tinggi dari yang diduga semula. Didaerah yang letaknya agak tinggi agaknya insidens demam reumatik lebih tinggi daripada didataran rendah.
3.       Cuaca
      Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran nafas bagian atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat.

III.    PATOGENESIS
Demam reumatik adalah penyakit radang yang timbul setelah infeksi streptococcus golongan beta hemolitik A. Penyakit ini menyebabkan lesi patologik jantung, pembuluh darah, sendi dan jaringan sub kutan. Gejala demam reumatik bermanifestasi kira-kira 1 – 5 minggu setelah terkena infeksi. Gejala awal, seperti juga beratnya penyakit sangat bervariasi. Gejala awal yang paling sering dijumpai (75 %) adalah arthritis. Bentuk poliarthritis yang bermigrasi. Gejala dapat digolongkan sebagai kardiak dan non kardiak dan dapat berkembang secara bertahap.
Demam reumatik dapat menyerang semua bagian jantung. Meskipun pengetahuan tentang penyakit ini serta penelitian terhadap kuman Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A sudah berkembang pesat, namun mekanisme terjadinya demam reumatik yang pasti belum diketahui. Pada umumnya para ahli sependapat bahwa demam remautik termasuk dalam penyakit autoimun.
Streptococcus diketahui dapat menghasilkan tidak kurang dari 20 produk ekstrasel yang terpenting diantaranya ialah streptolisin O, streptolisin S, hialuronidase, streptokinase, difosforidin nukleotidase, dioksiribonuklease serta streptococcal erytrogenic toxin. Produk-produk tersebut merangsang timbulnya antibodi.
Pada penderita yang sembuh dari infeksi streptococcus, terdapat kira-kira 20 sistem antigen-antibodi; beberapa diantaranya menetap lebih lama daripada yang lain. Anti DNA-ase misalnya dapat menetap beberapa bulan dan berguna untuk penelitian terhadap penderita yang menunjukkan gejala korea sebagai manifestasi tunggal demam reumatik, saat kadar antibodi lainnya sudah normal kembali.
ASTO ( anti-streptolisin O) merupakan antibodi yang paling dikenal dan paling sering digunakan untuk indikator terdapatnya infeksi streptococcus. Lebih kurang 80 % penderita demam reumatik / penyakit jantung reumatik akut menunjukkan kenaikkan titer ASTO ini; bila dilakukan pemeriksaan atas 3 antibodi terhadap streptococcus, maka pada 95 % kasus demam reumatik / penyakit jantung reumatik didapatkan peninggian atau lebih antibodi terhadap streptococcus.
Patologi anatomis
Dasar kelainan patologi demam reumatik ialah reaksi inflamasi eksudatif dan proliferasi jaringan mesenkim. Kelainan yang menetap hanya terjadi pada jantung; organ lain seperti sendi, kulit, paru, pembuluh darah, jaringan otak dan lain-lain dapat terkena tetapi selalu reversibel. Diagnosis dibuat berdasarkan kriteria jones yang dimodifikasi dari American Heart Association. Dua kriteria mayor dan satu mayor dan dua kriteria minor menunjukkan kemungkinan besar demam reumatik. Prognosis tergantung pada beratnya keterlibatan jantung.

IV.   MANIFESTASI KLINIK
Perjalanan klinis penyakit demam reumatik / penyakit jantung reumatik dapat dibagi dalam 4 stadium.
Stadium I
Berupa infeksi saluran nafas atas oleh kuman Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A.
Keluhan :
§              Demam
§              Batuk
§              Rasa sakit waktu menelan
§              Muntah
§              Diare
§              Peradangan pada tonsil yang disertai eksudat.
Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi streptococcus dengan permulaan gejala demam reumatik; biasanya periode ini berlangsung 1 - 3 minggu, kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian.
Stadium III
Yang dimaksud dengan stadium III ini ialah fase akut demam reumatik, saat ini timbulnya berbagai manifestasi klinis demam reumatik /penyakit jantung reumatik. Manifestasi klinis tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan umum dan menifesrasi spesifik demam reumatik /penyakit jantung reumatik.
Gejala peradangan umum :
§  Demam yang tinggi
§  lesu
§  Anoreksia
§  Lekas tersinggung
§  Berat badan menurun
§  Kelihatan pucat
§  Epistaksis
§  Athralgia
§  Rasa sakit disekitar sendi
§  Sakit perut

Stadium IV
Disebut  juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa kelainan jantung / penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak menunjukkan gejala apa-apa.
Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katup jantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan. Pasa fase ini baik penderita demam reumatik maupun penyakit jantung reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi penyakitnya.

IV.                                                  PEMERIKSAAN DIAGNOSIS
F  Pemeriksaan laboratorium darah
F  Foto rontgen menunjukkan pembesaran jantung
F  Elektrokardiogram menunjukkan aritmia E
F  Echokardiogram menunjukkan pembesaran jantung dan lesi

V.                  DIAGNOSIS PENUNJANG
Untuk menegakkan diagnosa demam reumatik dapat digunakan Kriteria Jones  yaitu :
Kriteria mayor :
Ä                 Poliarthritis
Pasien dengan keluhan sakit pada sendi yang berpindah-pindah, radang sendi-sendi besar; lutut, pergelangan kaki, pergelangan tangan , siku (poliarthritis migrans).
Ä                 Karditis
Peradangan pada jantung (miokarditis, endokarditis).
Ä                 Eritema marginatum
Tanda kemerahan pada batang tubuh dan telapak tangan yang tidak gatal.
Ä                 Noduli subkutan
Terletak pada ekstensor sendi terutama siku, ruas jari, lutut, persendian kaki; tidak nyeri dan dapat bebas digerakkan.
Ä                 Korea sydenham
Gerakkan yang tidak disengaja /gerakkan yang abnormal, sebagai manifestasi peradangan pada sistem syaraf pusat.

Kriteria Minor :
Ä  Mempunyai riwayat menderita demam reumatik /penyakit jantung reumatik
Ä  Athralgia atau nyeri sendi tanpa adanya tanda obyektif pada sendi; pasien kadang-kadang sulit menggerakkan tungkainya
Ä  Demam tidak lebih dari 39 derajad celcius
Ä  Leukositosis
Ä  Peningkatan Laju Endap Darah (LED)
Ä  C-Reaktif Protein (CRF) positif
Ä  P-R interval memanjang
Ä  Peningkatan pulse denyut jantung saat tidur (sleeping pulse)
Ä  Peningkatan Anti Streptolisin O (ASTO)
Diagnosa ditegakkan bila ada dua kriteria mayor dan satu kriteria minor, atau dua kriteria minor dan satu kriteria mayor.
Bukti-bukti infeksi streptococcus :
Ä         Kultur positif
Ä         Ruam skarlatina
Ä         Peningkatan antibodi streptococcus yang meningkat

VI.                PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan penatalaksanaan  medis adalah :
ð  Memberantas infeksi streptococcus
ð  Mencegah komplikasi karditis
ð  Mengurangi rasa sakit; demam
Pemberantasan infeksi streptococcus :
Pemberian penisilin benzatin intramuskuler dengan dosis :
ð  Berat badan lebih dari 30 kg à 1,2 juta unit
ð  Berat badan kurang dari 30 kg à 600.000 - 900.000 unit
ð  Untuk pasien yang alergi terhadap penisilin diberikan eritromisin dengan dosis 50 mg/kg BB/hari dibagi dalam 4 dosis pemberian selama kurang lebih 10 hari.
Pencegahan komplikasi karditis :
ð  Pemberian penisilin benzatin setiap satu kali sebulan untuk pencegahan sekunder menurut The American Asosiation
ð  Tirah baring bertujuan untuk mengurangi komplikasi karditis dan mengurangi beban kerja jantung pada saat serangan akut demam reumatik
ð  Bila pasien ada tanda-tanda gagal jantung maka diberikan terapi digitalis 0,04 – 0,06 mg/kg BB.
Mengurangi rasa sakit dan anti radang :
ð  Pasien diberi analgetik untuk mengurangi rasa sakit yang dideritanya. Salisilat diberikan untuk anti radang dengan dosis 100 mg/kg BB/hari selama kurang lebih dan 25 mg/kg BB/hari selama satu bulan.
ð  Prednison diberikan selama kurang lebih dua minggu dan tapering off (dikurangi bertahap) Dosis awal prednison 2 mg/kg BB/hari.
Diagnosis dibuat berdasarkan kriteria jones yang dimodifikasi dari American Heart Association. Dua kriteria mayor dan satu mayor dan dua kriteria minor menunjukkan kemungkinan besar demam reumatik. Prognosis tergantung pada beratnya keterlibatan jantung.













ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
PENYAKIT JANTUNG REUMATIK


A.      PENGKAJIAN
      Tujuan pengkajian adalah mengumpulkan data tentang :
Ä                Fungsi jantung
Ä  Toleransi terhadap aktivitas dan sikap klien terhadap pembatasan aktivitas
Ä                Status nutrisi
Ä                Tingkat ketidaknyamanan
Ä                Gangguan tidur
Ä                Kemampuan klien mengatasi masalah
Ä                Hal-hal yang dapat membantu klien
Ä  Pengetahuan orang tua dan pasien (sesuai usia pasien) tentang pemahaman pasien
Pengkajian
Ä  Riwayat penyakit
Ä  Monitor komplikasi jantung
Ä  Auskultasi jantung; bunyi jantung melemah dengan irama derap diastole
Ä  Tanda-tanda vital
Ä  Kaji adanya nyeri
Ä  Kaji adanya peradangan sendi
Ä  Kaji adanya lesi pada kulit

B.      DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.          Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan stenosis katub
Tujuan : COP meningkat
Kriteria :
-         Klien menunjukan penurunan dyspnea
-         Ikut berpartisipasi dalam aktivitas serta mendemonstrasikan peningkatan toleransi

Intervensi :
a.      Pantau tekanan darah, nadi apikal dan nadi perifer
b.      Pantau irama dan frekuensi jantung
c.                Tirah baring posisi semifowler 450
d.      dorong klien melakukan tehnik managemen stress ( lingkungan tenang, meditasi )
e.      bantu aktivitas klien sesuai indikasi bila klien mampu
f.       kolaborasi O2 serta terapi

2.          Intoleransi aktivitas b.d penurunan cardiac output, ketidakseimbangan suplai O2 dan kebutuhan
Tujuan : Klien dapat bertoleransi secara optimal terhadap aktivitas
Kriteria :
-         Respon verbal kelelahan berkurang
-         Melakukan aktivitas sesuai batas kemampuannya ( denyut nadi aktivitas tidak boleh lebih dari 90X/menit, tidak nyeri dada )
Intervensi :
a.       Hemat energi klien selama masa akut
b.       Pertahankan tirah baring sampai hasil laborat dan status klinis membaik
c.       Sejalan dengan semakin baiknya keadaan, pantau peningkatan bertahap pada tingkat aktivitas
d.       Buat jadwal aktivitas dan istirahat
e.       Ajarkan untuk berpartisipasi dalam aktivitas kebutuhan sehai-hari
f.        Ajarkan pada anak /orang tua bahwa pergerakkan yang tidak disadari adalah dihubungkan dengan korea dan temporer.
g.       Bila terjadi chorea, lindungi dari kecelakaan, bedrest dan berikan sedasi sesuai program

3.          Nyeri b.d respon inflamasi pada sendi (poliarthritis).
Tujuan : tidak terjadi rasa nyeri pada klien
Kriteria :
-       Nyeri klien berkurang
-       Klien tampak rileks
-       Ekspresi wajah tidak tegang
-       Klien dapat merasakan nyaman, tidur dengan tenang dan tidak merasa sakit
Intervensi :
a.      Kaji tingkat nyeri dengan menggunakan skala
b.      Berikan tindakan kenyamanan ( perubahan posisi sering lingkungan tenang, pijatan pungung dan tehnik manajemen stress)
c.      Minimalkan pergerakkan untuk mengurangi rasa sakit
d.      Berikan terapi hangat dan dingin pada sendi yang sakit
e.      Lakukan distraksi misalnya : tehnik relaksasi dan hayalan
f.       Pemberian analgetik, anti peradangan dan antipiretik sesuai program.
g.      Rujuk ke terapi fisik sesuai persetujun medik

4.          Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual, muntah, rasa sakit waktu menelan dan peradangan pada tonsil disertai eksudat.
Tujuan : tidak terjadi penurunan nutrisi pada klien
Kriteria :
-       Nafsu makan  klien bertambah
-       Klien tidak merasa mual, muntah
-       Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
Intervensi :
a.       Beri makan sedikit tapi sering (termasuk cairan)
b.       Masukkan makanan kesukaan anak dalam diet
c.       Anjurkan untuk makan sendiri, bila mungkin (kelemahan otot dapat membuat keterbatasan)
d.       Memilih makanan dari daftar menu
e.       Atur makanan secara menarik diatas nampan
f.        Atur jadwal pemberian makanan
g.       Berikan makanan yang bergizi tinggi dan berkualitas.

5.          kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya filtrasi glomerulus, retensi natrium dan air, meningkatnya tekanan hidrostatik
Tujuan : volume cairan seimbang
Kriteria :
-         Volume cairan stabil, dengan keseimbangan masukan dan pengeluarn
-         Tidak terdapat odema
Intervensi :
-         Pantau haluaran urine, catat jumlah dan warna
-         Pantau keseimbanagn masukan dan pengeluaran selama 24 jam
-         Berikan makanan yang mudah dicerna porsi kecil, sering
-         Ukur lingkar abdomen sesuai indikasi
-         Kolaborasi pemberian diuretik

6.          Pola pernafasan tak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
Tujuan : pola nafas efektif
Kriteria Hasil :
-         Frekuensi nafas dan kedalaman dalam rentang normal
Intervensi :
-         Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada, catat pernafasan/upaya pernafasan
-         Auskultasi bunyi nafas dan catat bunyi nafas
-         Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi
-         Kolaborasi terapi O2
-          
7.          Kurangnya pengetahuan orang tua / anak b.d pengobatan, pembatasan aktivitas, resiko komplikasi jantung.
Tujuan : pengetahuan orang tua /anak bertambah
Kriteria :
-       Orang tua mengetahui tentang proses penyakit dan efek dari penyakit
-       Orang tua mau berpartisipasi dalam program pengobatan
-       Orang tua mengetahui pentingnya pembatasan aktifitas pada anak
Intervensi :
a.       Auskultasi bunyi jantung untuk mengetahui adanya perubahan irama
b.       Pemberian antibiotik sesuai program
c.       Pembatasan aktivitas sampai manifestasi klinis demam reumatik tidak ada dan berikan periode istirahat
d.       Berikan terapi bermain yang sesuai dan tidak membuat lelah.

8.          Perubahan proses keluarga b.d kondisi penyakit anak.
Tujuan :
-         Mempersiapkan keluarga untuk dapat merawat anak dengan penyakit demam reumatik / jantung reumatik
-         Keluarga dapat beradaptasi dengan penyakitnya
Kriteria :
Keluarga dapat mengatasi masalah yang timbul dari adanya tanda dan gejala yang muncul dan memberikan  atau menyediakan lingkungan yang sesuai dengan anak.
Intervensi :
a.       Berikan dukungan emosional pada keluarga dan anak
b.       Anjurkan orang tua untuk mengekspresikan perasaannya
c.       Anjurkan anak untuk berbagi rasa tidak berdaya, malu, ketakutan yang berkaitan dengan manifestasi penyakit (misal: korea, karditis dan kelemahan otot)
d.       Bertindak sebagai pembela dan penghubung anak dan keluarga dengan anggota tim perawatan kesehatan lainnya
e.       Anjurkan anak untuk berhubungan dengan teman sebaya
f.        Dorong keterlibatan anak dalam aktivitas rekreasi dan aktivitas pengalih yang sesuai dengan usia.






















»»  READMORE...

askep post orif femur dan tibia

LAPORAN PENDAHULUAN
 POST ORIF FEMUR & TIBIA

A.    PENGERTIAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditandai oleh rasa nyeri, pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan, dan krepitasi.
Fraktur adalah teputusnya jaringan tulang/tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa.

B.    JENIS FRAKTUR
1.    Berdasarkan sifat fraktur
a.    Fraktur tertutup
Apabila fagmen tulang yang patah tidak tampak dari luar
b.    Fraktur terbuka
Apabila fragmen tulang yang patah tampak dari luar
2.    Berdasarkan komplit / tidak komplit fraktur
a.    Fraktur komplit
Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran bergeser dari posisi normal)
b.    Fraktur inkomplit
Patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang
Misal :    - Hair line fraktur
    - Green stick ® fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi yang lain membengkok
3.    Berdasarkan bentuk garis patah & hubungan dengan mekanisme tauma
a.    Fraktur transversal
Arah melintang dan merupakan akibat trauma angulasi / langsung
b.    Fraktur oblik
Arah garis patah membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat dari trauma langsung

c.    Fraktur spiral
Arah garis patah spiral dan akibat dari trauma rotasi
d.    Fraktur kompresi
Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang)
4.    Istilah lain
a.    Fraktur komunitif
Fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen
b.    Fraktur depresi
Fraktur dengan bentuk fragmen terdorong ke dalam (sering terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah)
c.    Fraktur patologik
Fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, tumor, metastasis tulang)
d.    Fraktur avulsi
Tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendon pada perlekatannya

C.    ETIOLOGI
1.    Menurut Oswari E (1993)
a.    Kekerasan langsung
Terkena pada bagian langsung trauma
b.    Kekerasan tidak langsung
Terkena bukan pada bagian yang terkena trauma
c.    Kekerasan akibat tarikan otot
2.    Menurut Barbara C Long (1996)
a.    Benturan & cedera (jatuh, kecelakaan)
b.    Fraktur patofisiologi (oleh karena patogen, kelainan)
c.    Patah karena letih



D.    MANIFESTASI KLINIK
§    Nyeri
§    Deformitas (kelainan bentuk)
§    Krepitasi (suara berderik)
§    Bengkak
§    Peningkatan temperatur lokal
§    Pergerakan abnormal
§    Echymosis (perdarahan subkutan yang lebar-lebar)
§    Kehilangan fungsi

E.    PRINSIP PENATALAKSANAAN DENGAN KONSERVATIF & OPERATIF
1.    Cara Konservatif
Dilakukan pada anak-anak dan remaja dimana masih memungkinkan terjadinya pertumbuhan tulang panjang. Selain itu, dilakukan karena adanya infeksi atau diperkirakan dapat terjadi infeksi. Tindakan yang dilakukan adalah dengan gips dan traksi.
a.    Gips
Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan bentuk tubuh. Indikasi dilakukan pemasangan gips adalah :
ü    Immobilisasi dan penyangga fraktur
ü    Istirahatkan dan stabilisasi
ü    Koreksi deformitas
ü    Mengurangi aktifitas
ü    Membuat cetakan tubuh orthotik
Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips adalah :
§    Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan
§    Gips patah tidak bisa digunakan
§    Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan klien
§    Jangan merusak / menekan gips
§    Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips / menggaruk
§    Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama

b.    Traksi (mengangkat / menarik)
Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang yang patah. Metode pemasangan traksi antara lain :
·    Traksi manual
Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan pada keadaan emergency
·    Traksi mekanik, ada 2 macam :
ü    Traksi kulit (skin traction)
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk sturktur yang lain misal otot. Digunakan dalam waktu 4 minggu dan beban < 5 kg.
ü    Traksi skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal / penjepit melalui tulang / jaringan metal.
Kegunaan pemasangan traksi, antara lain :
·    Mengurangi nyeri akibat spasme otot
·    Memperbaiki & mencegah deformitas
·    Immobilisasi
·    Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)
·    Mengencangkan pada perlekatannya
Prinsip pemasangan traksi :
·    Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya tarik
·    Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan pemberat agar reduksi dapat dipertahankan
·    Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan khusus
·    Traksi dapat bergerak bebas dengan katrol
·    Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai
·    Traksi yang dipasang harus baik dan terasa nyaman
2.    Cara operatif / pembedahan
Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak keunggulannya mungkin adalah pembedahan. Metode perawatan ini disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka. Pada umumnya insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan diteruskan sepanjang bidang anatomik menuju tempat yang mengalami fraktur. Hematoma fraktur dan fragmen-fragmen tulang yang telah mati diirigasi dari luka. Fraktur kemudian direposisi dengan tangan agar menghasilkan posisi yang normal kembali. Sesudah direduksi, fragmen-fragmen tulang ini dipertahankan dengan alat-alat ortopedik berupa pen, sekrup, pelat, dan paku.
Keuntungan perawatan fraktur dengan pembedahan antara lain :
·    Ketelitian reposisi fragmen tulang yang patah
·    Kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf yang berada didekatnya
·    Dapat mencapai stabilitas fiksasi yang cukup memadai
·    Tidak perlu memasang gips dan alat-alat stabilisasi yang lain
·    Perawatan di RS dapat ditekan seminimal mungkin, terutama pada kasus-kasus yang tanpa komplikasi dan dengan kemampuan mempertahankan fungsi sendi dan fungsi otot hampir normal selama penatalaksanaan dijalankan

download askep selengkapnya klik disini
»»  READMORE...

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SINDROM STEVENS - JOHNSON

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SINDROM STEVENS - JOHNSON

Sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir di orifisium dan mata dengan KU bervariasi

Etiologi yang pasti belum diketahui.
Salah satu penyebabnya adalah alergi obat Penyebab lain misalnya : Infeksi, Neoplasma, Paska Vaksinasi, Radiasi dan makanan
download askep selengkapnya klik disini
»»  READMORE...