Social Icons

Kamis, 20 Desember 2012

Siapa Pencetus Ajaran Tentang Kiamat?

Cyber Institute Zarathustra

KOMPAS.com - Sebagian besar umat manusia kini meyakini akan adanya kiamat, terutama mereka yang memeluk agama Yahudi, Kristen, Katolik dan Islam. Bagaimana sejarah munculnya konsep kiamat dan siapa yang berperan mengonsepkannya?

Artikel yang dipublikasikan New York Times, 3 April 1999, memberi sedikit gambaran munculnya konsep kiamat. Dinyatakan, beberapa pakar percaya, ajaran kiamat bermula dari Zoroastrianisme yang didirikan oleh Zarathustra (nabi dari Persia, sekarang Iran) tahun 1300 SM.

James Russell, profesor studi Armenia di Harvard University mengatakan bahwa Zoroastrianisme mengajarkan, "dunia memiliki awal dan akhir, terbentuk di antara kebaikan dan kejahatan, antara Azura Mazda, Tuhan Kebaikan dan Ahriman yang jahat"

"Zarathustra mengajarkan bahwa dunia akan berakhir dengan kedatangan sang penyelamat, dan bahwa dunia akan dibersihkan dari kematian dan kejahatan, orang-orang akan bangkit dari kematian," papar Russell.

Pengikut Zarathustra menyatakan, dunia akan berakhir dalam 12.000 tahun, 6000 tahun terakhir merepresentasikan sejarah manusia. Proses kiamat tak terjadi tiba-tiba tetapi selama 3000 tahun terakhir dengan kedatangan 3 penyelamat.

Berdasarkan ajaran Zarathustra, penyelamat yang datang terakhir, Astvat Ereta, adalah yang terpenting. Astvat Ereta yang berarti "wujud kebaikan" seperti Yesus atau Isa, lahir dari seorang bunda perawan yang hamil saat mandi di sebuah danau.

Meskipun kepercayaan ini tak punya konsep neraka abadi, diyakini bahwa kiamat juga merupakan hari penghaiman. Yang jahat akan dimusnahkan sementara yang baik dan yang dibersihkan dosanya akan dianugerahi keabadian.

Beberapa penganut Zoroastrianisme berpikir bahwa kini masa tengah memasuki 3000 tahun terakhir. Meski demikian, Russell mengungkapkan, "Kebanyakan penganut Zoroastrianisme tak terlalu peduli soal kiamat."

"Hari dimana dunia akan berakhir adalah saat spring equinox (25 Maret) pada tahun ke 12.000 dari penciptaan semesta. Masalahnya adalah, tak ada yang tahu kapan tahun saat kejadian itu," papar Russell.

Zoroastrianisme memang memberi pengaruh besar pada agama-agama dunia. Beberapa agama yang dipengaruhi oleh kepercayaan ini adalah Yahudi, Kristen, Katolik, Islam, Hindu, Budha, Jainisme serta Sikh.

Mary Boyce dalam bukunya "Zoroastrians: Their Religious Beliefs and Practices" mengataan, Zoroastrianisme adalah agama tertua yang diketahui dan mungkin yang paling berpengaruh, secara langsung maupun tidak langsung, dibandingkan agama lain."

Boyce dalam buku yang sama, seperti dikutip The Environmentalist, mengatakan, "Zoroaster (nama lain Zarathustra) adalah orang pertama yang mengajarkan doktrin penghakiman individu, surga dan neraka, kebangkitan setelah mati, hari akhir, kehidupan abadi serta kesatuan tubuh dan jiwa."
Editor :
yunan
»»  READMORE...

Kiamat? Tau Ceti Bisa Jadi Tempat Lari

J. Pinfield Ilustrasi tata surya Tau Ceti.

CALIFORNIA, KOMPAS.com - Asteroid atau badai Matahari akan menghantam Bumi? Mungkin manusia tak perlu khawatir lagi. Paling tidak, astronom telah memiliki daftar planet yang diduga layak huni, tinggal mempelajarinya lebih lanjut saja.

Salah satu harapan bagi manusia untuk melarikan diri adalah sistem keplanetan tetangga Tata Surya yang punya induk bintang Tau Ceti. Baru-baru ini, astronom menemukan 5 planet yang mengelilingi bintang itu, satu diantaranya berada di zona layak huni.

Planet yang berada di wilayah yang tak terlalu panas atau dingin itu memiliki ukuran 4,3 kali Bumi. Jika berhasil dikonfirmasi, maka planet ini akan menjadi planet layak huni terkecil yang pernah ditemukan. Dengan jarak Tau Ceti "hanya" 12 tahun cahaya, manusia bisa berharap untuk menjangkaunya.

"Temuan ini sejalan dengan pandangan bahwa setiap bintang memiliki planet dan galaksi pasti punya banyak planet seukuran Bumi yang layak huni. Mereka ada dimana-mana, bahkan di tetangga kita" kata Steve Vogt, astronom dari University of California, Santa Cruz, yang terlibat riset, seperti dikutip Space, Rabu (19/12/2012).

Seluruh planet yang mengorbit Tau Ceti diperkirakan berukuran kecil, 2,2 - 6 kali Bumi. Sejauh ini, belum bisa dipastikan apakah planet yang dikatakan berada di zona layak huni merupakan planet batuan. Jika ternyata planet itu gas, pupuslah harapan mengolonisasinya.

Penemuan lima planet ini dilakukan dengan tiga instrumen High Accuracy Radial velocity Planet Searcher (HARPS) pada teleskop 3,6 meter di European Southern Observatory, Chile, University College London Echelle Spectrograph (UCLES) pada Anglo-Australian Telescope di Siding Spring dan High Resolution Echelle Spectrometer (HIRES) pada teleskop Keck di Mauna Kea, Hawaii.

Astronom mengatakan, sejauh sinyal keberadaan planet itu rendah. Tiga planet cukup bisa diyakini keberadaannya. Sementara, justru planet yang terletak di zona layak huni yang kurang diyakini eksistensinya. Riset masih perlu dilakukan. Penemuan ini dipublikasikan di jurnal Astronomy & Astrophysics.
Sumber :
»»  READMORE...

Kalau Besok "Batal", Kapan Kiamat Bakal Terjadi?

Photos.com Kiamat

KOMPAS.com — Prediksi kiamat selalu dibuat sepanjang peradaban manusia. Sejauh ini, prediksi selalu meleset. Namun, entah dengan prediksi kiamat pada Jumat (21/12/2012) besok. Lalu, kapan sebenarnya kiamat akan terjadi dan segalanya akan berakhir?

Jika kiamat dimaknai sebagai proses berakhirnya semesta, bukan sekadar berakhirnya kehidupan di Bumi, maka kiamat masih akan terjadi triliunan atau bahkan kuadriliunan tahun lagi. Ada sekian proses yang mendahului sebelum segalanya berakhir.

Ditinjau dari sudut pandang manusia, paling dekat adalah mempertanyakan, kapan batas akhir eksistensi manusia. Menurut astrofisikawan Brandon Carter, spesies manusia akan punah sekitar 11.000 tahun lagi, jauh sebelum semesta berakhir.

Setelah manusia kiamat, kehidupan Bumi masih akan terus berlangsung. Bisa jadi, Bumi dikuasai oleh makhluk serupa kecoa dan tikus yang memenangkan seleksi alam.

Kehidupan di Bumi akan berlangsung hingga Matahari menua, menjadi bintang raksasa merah dengan radius mencapai Bumi. Saat itu, Bumi akan sangat panas. Makhluk multiseluler akan punah, dan setelah beberapa lama, mikroba pun tak mampu hidup. Ini akan berlangsung 5 miliar tahun lagi.

Setelah kematian makhluk hidup, Bumi pun akan mati. Salah satu skenario, Matahari akan terus mengembang. Orbit Bumi akan menjadi lebih dekat dengan Matahari. Akhirnya, sekitar 7,5 miliar tahun lagi, Bumi akan musnah dilahap bintangnya sendiri.

Setelah menjadi bintang raksasa merah, Matahari pun akhirnya kehabisan energi. Sekitar 1 triliun tahun dari sekarang, Matahari akan mati.

Proses kematian Matahari didahului dengan perubahannya menjadi bintang katai putih. Matahari kehabisan hidrogen sehingga mulai memakai helium, oksigen, dan karbon untuk reaksi fusi. Pada akhirnya, semuanya akan habis. Matahari menjadi bintang katai hitam, dingin dan mati.

Kalau Matahari mati, bagaimana dengan tata surya? Tentu saja, tata surya akan mati. Waktunya takkan jauh dari saat Matahari mati.

Penelitian terbaru yang dipublikasikan di jurnal Science pada 22 Desember 2006 menyebutkan adanya planet yang mengitari bintang mati. Meski demikian, jika bintang mati, maka orbit planet pun akan berubah. Planet bisa saling bertumbukan. Beberapa planet keluar dari sistem.

Sekian skenario bisa jadi berbeda. Bimasakti akan bertabrakan dengan galaksi Andromeda, membentuk galaksi baru yang oleh para ilmuwan disebut Milkomedia. Ketika terjadi penggabungan, beberapa bintang mungkin terlempar keluar galaksi.

Dalam waktu selanjutnya, semesta akan kehabisan debu dan gas bahan baku bintang. Tak ada bintang baru yang lahir.

Sekitar 100 triliun tahun dari sekarang, bintang terakhir akan mati. Semua bintang menjadi katai hitam. Masa ini bisa disebut kiamat bintang.

Semua obyek nantinya akan dihisap oleh lubang hitam. Namun, lubang hitam itu sendiri tidak abadi. Stephen Hawking menyebut, lubang hitam bisa menguap. Saat hal itu terjadi pada 10(100) tahun mendatang, kiamat lubang hitam akan terjadi.

Saat lubang hitam pun akhirnya mati, maka semesta ada pada titik terdekatnya dengan kiamat segalanya. Belum diketahui apa yang akan terjadi setelahnya, apakah akan terjadi Big Bang untuk membentuk semesta baru lagi atau semesta memang akan berakhir.
Sumber :
»»  READMORE...

"Dongeng" Hidup Semesta, dari Lahir hingga Kiamat

Plack Mission Ilustrasi timeline semesta, menggambarkan bagiamana semesta lahir dan berkembang.

KOMPAS.com — Tak ada satu pun yang tahu dengan pasti sejarah semesta, bagaimana proses kelahiran serta kematiannya nanti. Meski demikian, astronom telah melakukan sekian penelitian untuk mencoba mendeskripsikan.

Dengan pengetahuan yang telah dimiliki saat ini, astronom mengungkapkan bahwa semesta lahir dari peristiwa yang disebut "Big Bang" atau Dentuman Besar, 13,7 miliar tahun lalu. Sementara itu, semesta bisa berakhir lewat "Big Freeze", "Big Rip", "Big Crunch", ataupun "Big Bounce".

Berikut rangkuman kisah semesta yang disusun oleh para ilmuwan. Tentu saja, ini bukan hal yang pasti akan terjadi. Hingga kini, penelitian terus dilakukan untuk mengonfirmasi apa yang terjadi di masa lalu dan yang akan terjadi di masa depan.

Tahap I: Big Bang

Peristiwa kelahiran semesta dimulai dari Big Bang, berlangsung 13,7 miliar tahun lalu. Pada masa awalnya semesta sangat panas dan padat. Partikel subatomik seperti elektron tercipta dan hancur sepanjang waktu. Semesta tersusun atas sebagian besar foton atau partikel cahaya.

Dengan semua yang terjadi, semesta masa lalu tampak buram. Cahaya tak bisa bergerak jauh. Semesta saat itu juga tidak seragam, ada fluktuasi dalam densitas dan suhu.

Tahap II: Pengembangan

Pada waktu 10(-35) detik setelah Big Bang terjadi pengembangan semesta secara besar-besaran. Tingkat pengembangan semesta mencapai 10(60) kali dalam waktu yang sangat singkat itu. Semesta juga menjadi lebih halus.

Analoginya, semesta semula seperti bola golf yang kasar. Setelah mengembang, semesta menjadi seukuran Bumi dan lebih halus.

Tahap III: 3 Menit Setelah Big Bang

Tiga menit setelah Big Bang, semesta masih sangat panas, mencapai miliaran derajat celsius. Materi yang menyusun semesta saat itu adalah 3/4 hidrogen dan 1/4 helium. Hingga kini, proporsi unsur tersebut di semesta juga masih sama.

Semesta masih buram saat ini, masih tersusun atas foton. Selama ratusan ribu tahun sesudahnya, semesta tetap dalam kondisi sama. Perlahan, wilayah yang lebih padat di semesta akan menarik materi dari wilayah yang kurang padat. Semesta tidak seragam.

Tahap IV: "Cosmic Background Radiation"

Pada 400.000 tahun setelah Big Bang, suhu semesta sekitar 3.000 Kelvin. Pada suhu tersebut, atom sudah mungkin terbentuk dari elektron, proton, dan neutron. Cahaya bebas bergerak, dilihat sebagai Cosmic Background Radiation (CMB). Semesta menjadi transparan.

Saat itu, wilayah semesta tak seragam secara suhu. Ada wilayah yang lebih panas dan sebaliknya. Jika dibuat suatu peta di mana suhu panas dilambangkan dengan warna merah, akan ada titik-titik merah di peta tersebut.

Tahap V: Masa Kegelapan

Masa ini berlangsung 400.000-400.000.000 tahun setelah Big Bang. Saat itu, semesta banyak tersusun atas gas netral. Ada wilayah yang lebih padat dengan gaya gravitasi lebih tinggi. Gravitasi lebih tinggi berarti memiliki materi lebih banyak.

Karena memiliki densitas lebih tinggi, suhunya juga lebih panas. Meski demikian, bintang belum bisa terbentuk. Semesta bisa dikatakan gelap.

Tahap VI: Bintang Pertama

Wilayah yang punya densitas lebih tinggi akan makin panas. Saking panasnya, akhirnya bisa membakar hidrogen. Demikianlah akhirnya bintang pertama terbentuk. Bintang saat itu tergolong sangat terang.

Saat bintang meledak menjadi supernova, unsur-unsur yang lebih berat dari hidrogen dan helium tercipta. Ledakan akan mengionisasi gas netral. Hidrogen pun terionisasi. Masa ini disebut reionisasi semesta.

Tahap VIII: Galaksi Pertama

Seiring waktu, zona yang punya densitas tinggi makin membesar. Bintang-bintang mengelompok membentuk galaksi. Peristiwa ini terjadi sekitar 1 miliar tahun setelah Big Bang.

Tahap IX: Evolusi Galaksi

Galaksi mengalami evolusi, saling bertumbukan, bergabung hingga membentuk galaksi baru yang lebih besar. Selain itu, galaksi juga membentuk suatu kesatuan menjadi kluster galaksi.

Salah satu teori mengatakan, semesta terus mengembang. Galaksi menjadi lebih jauh satu sama lain dan kemungkinan tumbukan lebih kecil. Semesta yang terus mengembang membuat para astrofisikawan berpikir tentang eksistensi Energi Gelap yang menyusun 3/4 semesta.

Tahap X: Tata Surya

Tata Surya terbentuk 9 miliar tahun setelah Big Bang, dimulai dengan terbentuknya Matahari. Bumi terbentuk kemudian. Beberapa miliar tahun lagi, makhluk hidup tercipta di Bumi. Manusia yang juga akhirnya tercipta mulai bertanya-tanya tentang asal-usul semesta.

Tahap XI: Masa Depan

Masa depan tentu belum pasti. Akan tetapi, astronom telah memiliki beberapa skenario. Sekitar 11.000 tahun lagi, spesies manusia diprediksi punah. 5 miliar tahun lagi, Matahari mulai menua, menjadi bintang raksasa merah sehingga Bumi panas dan makhluk hidup di Bumi musnah.

Bumi sendiri akan hancur dilahap Matahari sekitar 7,5 miliar tahun dari sekarang. Sementara itu, Matahari akan mati kemudian. Bintang terakhir akan berhenti bersinar 100 triliun kemudian. Akhirnya, segalanya akan terjadi dalam waktu 10(100) tahun dari saat ini setelah lubang hitam menguap. Semesta akan berakhir lewat beberapa skenario, Big Freeze, Bg Rip, Big Crunch, atau Big Bounce.
Sumber :

»»  READMORE...

"Kiamat" Spesies Manusia Terjadi 11.000 Tahun Lagi

Daily Mail Homo rudolfensis
KOMPAS.com — Berdasarkan perkiraan para astronom, kiamat terdekat akan ditentukan oleh Matahari. Sekitar 5 miliar tahun lagi, Matahari akan menjadi bintang raksasa merah, radiusnya mencapai Bumi sehingga Bumi akan sangat panas dan makhluk hidup akan punah.

Banyak yang kemudian mempertanyakan, bagaimana nasib manusia saat itu? Apakah manusia sudah mampu mengembangkan pesawat ke luar angkasa dan menemukan Bumi kedua? Satu hal yang jarang ditanyakan, apakah manusia yakin akan bisa survive hingga miliaran tahun ke depan?

Teori menyebutkan, manusia modern (Homo sapiens) muncul di Afrika 200.000 tahun yang lalu. Sejak saat itu, manusia telah menghuni setiap sudut Bumi. Jumlah populasi manusia saat ini sudah sekitar 7 miliar. Bumi sudah terasa sesak.

Seperti eksistensi spesies lain, eksistensi manusia pun diperkirakan hanya sementara. Sangat arogan jika manusia menyatakan akan eksis hingga akhir masa, kecuali bisa benar-benar mengatur populasinya atau menemukan tempat lain yang sama seperti Bumi kini.

Spesies manusia bisa punah oleh ulahnya sendiri, misalnya, karena perubahan iklim. Di samping itu, hewan-hewan lain juga terus berevolusi. Sangat mungkin hewan lain nantinya akan mendominasi dan manusia akan menjadi seperti dinosaurus yang kalah.

Astrofisikawan Brandon Carter pada tahun 1983 mengembangkan Doomsday Argument. Prediksi kepunahan manusia dibuat berdasarkan populasinya. Menurutnya, jika separuh manusia yang akan hidup sudah dilahirkan, jumlahnya adalah 60 miliar.

David mengatakan, jika sejumlah 60 miliar lagi diasumsikan belum dilahirkan, maka menurutnya manusia akan punya waktu 9.000 tahun. Dengan perhitungan, ia kemudian mengetahui bahwa ada 95 persen peluang manusia akan punah dalam 11.000 tahun.

Berdasarkan perhitungan itu, bisa dikatakan kiamat spesies manusia lebih dekat dari perkiraan. Manusia tak perlu menunggu hingga 5 miliar tahun untuk punah sebab sudah akan punah dalam waktu 11.000 tahun mendatang. Tetapi, ini hanya hitungan. Tentu manusia bisa mengembangkan strategi untuk "lari" dari kondisi itu.
Sumber :
»»  READMORE...

Rabu, 19 Desember 2012

Albert Einstein Tentang Hilangnya Lebah

Photoshop Gurus Albert Einstein

Oleh Maria Hartiningsih
KOMPAS.com - Albert Einstein (1879-1955) bukan entomologis. Ia juga bukan peternak lebah. Namun, kutipannya yang dianggap kontroversial adalah tentang lebah.

Kutipan sang genius, penemu teori relativitas; konsepsi baru tentang waktu, itu adalah ”Kalau lebah menghilang dari permukaan bumi, manusia hanya punya sisa waktu hidup empat tahun. Tak ada lagi lebah, tak ada lagi penyerbukan, tak ada lagi tumbuhan, tak ada lagi hewan, tak ada lagi manusia.”

Kutipan apokaliptik di koran-koran besar dunia sejak tahun 1994 itu memicu perdebatan tentang otentisitasnya. Orang melupakan pesannya: tanpa jutaan organisme yang bekerja dalam konser kehidupan, biosfer tidak berfungsi. Tak ada oksigen untuk bernapas, air bersih untuk diminum, tanah subur untuk menanam, hasil yang bisa dipanen, dan makanan untuk dimakan.

Lebah menghilang

Tahun 2006, publik di Eropa dan Amerika Serikat dihebohkan laporan The Daily Telegraph tentang colony collapse disorder (CCD). Bank agribisnis, Rabobank, menyatakan, koloni lebah yang gagal bertahan pada musim dingin tahun 2011 di AS naik 30-35 persen dari 10 persen. Hal yang sama terjadi di Amerika Latin.

Di Jerman, Asosiasi Peternak Lebah menyatakan, populasi lebah menurun sampai 25 persen. Di beberapa wilayah, lebah bahkan menghilang tanpa bekas. Mereka menduga ada sejenis racun yang menghancurkan koloni-koloni lebah, selain meluasnya penggunaan benih transgenik yang melemahkan sistem tubuh lebah dan membunuhnya.

Profesor Keith S Delaplane dari Departemen Entomologi University of Georgia, Athens, AS, dalam artikelnya, ”On Einstein, Bees and Survival of Human Race” (2010), menulis bahwa hancurnya koloni lebah tak hanya menjadi keprihatinan peternak lebah. Hal terpenting bukan madu, melainkan penyerbukan, dan terkait pasokan pangan.

Meskipun demikian, pernyataan Einstein tetap dianggap berlebihan. Bukankah tanaman pangan seperti jagung, gandum, dan padi diserbuki oleh angin? Benarkah kehidupan manusia bergantung pada lebah?

Produk karbohidrat seperti jagung, gandum, dan padi adalah bahan pangan penting, tetapi manusia butuh keragaman makanan.

Entomologis SE McGregor dalam Insect Pollination of Cultivated Crops Plants (1976) menyatakan, ”Sepertiga dari makanan kita, langsung atau tak langsung, bergantung pada produk dari tanaman yang diserbuki serangga. Lebah madu berperan atas tiap kunyahan ketiga dari makanan yang kita kunyah.”

Semakin penting

Sejak tahun 1976 sudah diperkirakan, ekonomi dunia akan dipicu perdagangan daging sapi, produk susu, minyak biji-bijian, dan buah-buahan. Hasil pertanian dan peternakan semakin menjadi santapan penting manusia meski tak bisa digeneralisasi.

Oktober tahun lalu, National Academy of Sciences mengindikasikan, sektor pertanian AS terlalu bergantung pada lebah madu sebagai penyerbuk. Reuters melaporkan, produksi pertanian AS yang bergantung pada lebah mencapai 15 miliar dollar AS per tahun, hampir sepertiga produk pertanian pangan di AS.

Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), sepanjang 1961-2006 produksi makanan global dari tanaman yang diserbuki hewan—80 persennya oleh lebah madu—berkisar 5 persen di negara maju dan 8 persen di negara berkembang.

Delaplane menulis, 75 persen tanaman di dunia mengambil manfaat sampai tingkat tertentu pada penyerbukan oleh hewan dan hanya 10 persen dari 75 persen tergantung sepenuhnya dari penyerbukan oleh hewan.

Akan tetapi, kebutuhan pada bahan makanan dari tanaman yang diserbuki hewan terus tumbuh, dari 3,6 persen tahun 1961 menjadi 6,1 persen tahun 2006. Semakin banyak orang suka es krim, tar blueberry, cokelat almond, kopi, dan berbagai jenis buah.

Maka Indeks PBB tentang Harga Pangan menjadi semakin penting untuk mengetahui seberapa risiko berkurangnya lebah madu memengaruhi ketahanan pangan.

Kendati demikian, karena tanaman yang bergantung pada penyerbukan hewan cenderung rendah tingkat produksinya dibandingkan yang tak bergantung pada penyerbukan, bahkan jauh lebih rendah dibandingkan hasil tunai pengerukan perut bumi dan penggundulan hutan, habitat mereka makin terusik.

Jaring kehidupan

Perubahan iklim yang dampaknya makin jelas menjadi ancaman paling serius terhadap kehidupan. Sebagian besar dipicu keserakahan manusia yang membongkar perut bumi, menguras lautan, mencipta dan menggunakan bahan kimia dan benih rekayasa genetika dalam pertanian, serta membangun infrastruktur yang merangsek ke hutan. Hasil ikutannya adalah serbuan spesies asing, polusi, kekeringan, dan bencana, yang menghancurkan habitat satwa dan serangga liar.

Di Molo, Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, sampai akhir tahun 1990-an, sarang lebah bergelantungan di ranting-ranting pohon madu. Lebah bahkan membuat koloninya di batu.

Namun, pembongkaran batu marmer di gunung-gunung batu yang makin eksploitatif sejak tahun 2000-an menghancurkan bukit- bukit hijau. Keindahan daerah pegunungan tersubur di wilayah Timor dengan keragaman hayati di hutannya habis dilumat.

”Lebah hilang, sekitar 75 persen pohon madu habis,” ungkap Nifron Ba’un (33). ”Semua hancur, termasuk ritual adat dan kegiatan yang terkait alam. Kebersamaan hilang, tak ada lagi yang dipanen bersama.”

Kompleksitas yang menakjubkan dan keelokan alam adalah hasil dari rentang panjang evolusi, dirayakan berbagai komunitas di pojok-pojok bumi dengan berbagai ritual yang digolongkan sebagai sisa-sisa pagan.

”Kami sudah melakukan ritual memanggil lebah, tetapi belum berhasil. Masyarakat makin tak yakin pada ritual adat karena dikafirkan agama,” ujar Nifron.

Dalam penghancuran alam, pernyataan Einstein sungguh telak, ”Hanya dua hal yang abadi, semesta dan kebodohan manusia. Namun, aku tak yakin dengan yang pertama.”
Sumber :
Kompas Cetak
»»  READMORE...

Kiamat 2012, Dari Isu Lokal Jadi Teror Global

Photos.com Kiamat

KOMPAS.com - Kamis (20/12/2012) ini adalah hari terakhir periode 13 baktun kalender Maya. Sebagian warga dunia percaya, Jumat besok adalah kiamat. Persiapan pun dilakukan, mulai dari khusyuk berdoa, berlindung dalam bungker, hingga memborong produk pangan olahan dan lilin. Namun, sebagian besar justru tak menggubris isu itu.

Otoritas keamanan China, Selasa lalu, menangkap 93 penyebar isu kiamat. Beberapa di antaranya anggota sekte ”Tuhan Maha Agung” yang yakin kiamat terjadi pada 21 Desember nanti, sesuai ramalan yang didasarkan pada akhir kalender Penghitungan Panjang bangsa Maya di Amerika Tengah.

”Mereka percaya Matahari tak bersinar dan listrik padam tiga hari mulai 21 Desember,” kata seorang anggota Biro Keamanan Publik di Xining, Provinsi Qinghai, China, seperti dikutip kantor berita Xinhua.

Rumor itu sukses. Sejak beberapa minggu lalu, warga China memborong makanan dan minuman kaleng, lilin, korek api, hingga baju hangat untuk bertahan hidup jika kiamat terjadi.

Pebisnis Yang Zongfu pun membuat bola raksasa untuk menyelamatkan diri bila kiamat tiba. Bola yang disebut ”Perahu Nuh” baru itu diklaim mampu melindungi dari radiasi, api, dan temperatur tinggi. Pesanan tak hanya dari China, tetapi juga dari Selandia Baru. Tiap bola dihargai 1 juta-5 juta yuan (Rp 1,5 miliar-Rp 7,7 miliar).

Ada pula warga yang ingin berbagi kebahagiaan. Seorang perempuan bermarga Jiang menjual murah apartemennya dari harga normal 3 juta yuan menjadi hanya 1,04 juta yuan. ”Hasil penjualan saya sumbangkan untuk anak yatim piatu dan menikmati hidup jelang kiamat,” katanya kepada chinadaily.com.cn, Selasa pekan lalu.

Di Australia, sebuah bungker dibangun di perbukitan dekat Tenterfield, New South Wales. Kelompok pendiri bungker juga yakin kiamat pada 21 Desember. Namun, dasarnya adalah teks Mesir kuno dan kitab suci, bukan kalender Maya. Mereka yang ingin tinggal di bungker, seperti dikutip news.com.au awal Agustus lalu, dikenai biaya sekitar Rp 50 juta.

Sementara itu, pemimpin spiritual Maya di Bacuranao, Kuba, Kamis (6/12/2012), menggelar doa memohon keselamatan saat kiamat tiba. Sebaliknya, situs-situs arkeologi Maya di Meksiko dan Guatemala, wilayah asli bangsa Maya, justru ramai dikunjungi turis. Di tempat itu, Jumat besok saat kiamat dikabarkan datang, akan diadakan pesta kembang api, konser, dan berbagai kegiatan lain. Pesta menyambut kiamat juga diselenggarakan di sejumlah negara.

Bagaimana di Indonesia? Sepertinya tenang-tenang saja walau hasil jajak pendapat Ipsos Global Public Affairs, Mei lalu, menyebut 19 persen orang Indonesia percaya kiamat akan terjadi pada 21 Desember.

Hampir semua penduduk Indonesia mengidentifikasikan diri pada agama tertentu. Mereka memang meyakini kiamat pasti tiba. Namun, kapan saat itu tiba, tak ada yang bisa memprediksi. ”Mengapa harus percaya sama ramalan itu? Kayak enggak punya iman saja,” kata Farid (35), pegawai swasta di Cimahi, Jawa Barat.

Isu kiamat 2012 kembali muncul menjelang 12 Desember (12-12-12) lalu. Namun, bukan menjadi topik serius, kiamat justru menjadi bahan gurauan.  

Amri (34), anggota staf penjualan sebuah perusahaan distribusi, mengatakan, kiamat bisa dijadikan obrolan halus untuk menarik tunggakan utang para pemilik toko. ”Sudah Koh (engkoh), tinggalin dulu ATM (kartu anjungan tunai mandiri)-nya, sudah mau kiamat nih,” bujuknya kepada seorang pemilik toko di Proyek Pasar Pagi Lama, Tambora, Jakarta Barat.

Berbeda dengan kepanikan yang melanda masyarakat China, warga Tionghoa yang ditemuinya umumnya tak terlalu percaya isu kiamat. Mereka lebih percaya dengan kombinasi angka, seperti 12-12-12. Pada saat itu, mereka membuka toko pukul 12 siang dan menutupnya pukul 12 malam. Jam buka toko normal dari pagi hingga sore.

Kondisi masyarakat Indonesia yang cukup tenang ini jauh berbeda ketika isu kiamat 2012 mencapai puncak kepopulerannya pada 2009. Saat itu, banyak toko buku memajang buku-buku bertema kiamat, mulai dari yang ilmiah hingga spiritual.

Suasana makin dramatis saat infohiburan (infotainment) ramai mengabarkannya dan diluncurkannya film 2012. Penggambaran kehancuran Bumi yang bagus membuat banyak penonton menangis histeris seusai pertunjukan. Saat itu, Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan larangan menonton film itu agar tidak merusak iman.

Mengglobal


Kiamat 2012 merupakan rekaan orang-orang yang terobsesi dengan kiamat. Isu pun dirangkai dengan data arkeologi berbagai bangsa dan fenomena astronomi dan geologi yang dimaknai berbeda. Untuk memperkuat isu, mereka menambahnya dengan tafsir serampangan kitab suci dan teks-teks kuno.

Guru Besar Filsafat Universitas Katolik Parahyangan Bambang Sugiharto mengatakan, globalisasi membuat isu kiamat yang semula bersifat lokal, dari kalender bangsa Maya, akhirnya menjadi isu global. Kolektivitas global yang terwujud bersamaan membuat bencana yang dihadapi satu pihak menjadi bencana seluruh warga dunia. ”Manusia lebih tertarik hal-hal gelap dan misterius daripada yang indah-indah,” ujarnya.

Ketakutan global yang dialami sebagian orang dinilai psikolog sosial Universitas Gadjah Mada, Helly P Soetjipto, sebagai manajemen teror, menakut-nakuti orang dengan kematian. Isu ini sangat mudah dimasukkan kepada mereka yang orientasi hidupnya fokus mengejar materi dan kesenangan.

”Kematian adalah misteri hidup. Karena itu, semua orang menyiapkan diri mati. Sayangnya, persiapan yang dilakukan lebih banyak dengan menumpuk materi, bukan membangun hubungan vertikal,” katanya.

Sekjen Masyarakat Neurosains Indonesia yang juga dosen di Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, Taufiq Pasiak, mengatakan, otak manusia memiliki sistem takut. Rasa takut membuat manusia selalu membutuhkan sesuatu yang bersifat transendental untuk menggantungkan ketakutannya.

Namun, manusia juga memiliki sistem pikir rasional. Inilah yang membuat manusia selalu berusaha mencari penjelasan atas ketakutan yang dialaminya, termasuk ketakutan atas kematian dan kiamat.

Penjelasan tentang kiamat dan mati ada di dalam agama. Namun, penjelasannya bersifat global. Inilah yang mendorong manusia terus mencari penjelasan tentang kiamat, termasuk mereka-reka kapan kiamat sesungguhnya terjadi.

Pencarian ini akan terus ada sepanjang sejarah manusia. Karena itu, isu-isu kiamat berikutnya, setelah kiamat 2012, akan selalu ada. (REUTERS/AFP/AP)
Sumber :
Kompas Cetak
»»  READMORE...