Social Icons

Jumat, 30 November 2012

Waspada Kadar Garam dalam Keju






shutterstock


KOMPAS.com — Keju termasuk dalam produk makanan yang direkomendasikan para ahli gizi karena kandungan protein, vitamin, dan kalsiumnya. Namun, Anda sebaiknya berhati-hati memilih keju karena ternyata banyak sekali produk yang mengandung garam tinggi.

Dalam sebuah analisis terhadap 722 keju yang dilakukan oleh kelompok Consensus Action on Salt and Health (Cash), ditemukan banyak produk keju seukuran 30 gram yang mengandung garam lebih tinggi dari sekantong keripik.

Keju yang mengandung garam paling tinggi adalah keju Roquefort yakni 1,06 gram garam per 30 gram, diikuti dengan keju feta dan halloumi. Sementara itu, keju yang kandungan garamnya paling rendah adalah mozzarella, emmental, dan wensleydale.

Analisis tersebut dilakukan pada 30 jenis keju dari 7 supermarket besar di Inggris selama bulan November 2012.

Makanan yang mengandung garam dalam jumlah tinggi sebaiknya dihindari karena bisa meningkatkan risiko hipertensi. Asupan garam yang direkomendasikan setiap hari tidak lebih dari 6 gram atau sekitar 6 sendok teh.

Menanggapi hasil temuan Cash tersebut, dr Judith Bryans, Direktur Dairy Council, mengatakan, garam adalah bagian penting dalam proses pembuatan keju. Garam tersebut tidak ditambahkan untuk menambah rasa, tetapi karena alasan teknik dan keamanan.

"Perusahaan pembuat keju sudah melakukan upaya untuk mengurangi kadar garam dalam produk mereka," kata Bryans.

Menteri Kesehatan Inggris, Anna Soubry, mengatakan bahwa pemerintah akan mendiskusikan dengan pihak industri agar mereka mau menurunkan kadar garamnya. Skema pelabelan tunggal juga akan dilakukan untuk memudahkan konsumen membandingkan kandungan nutrisi tiap produk.


Sumber :
»»  READMORE...

Waspadai Kandungan Berbahaya Herbal China

shutterstock
Ilustrasi
KOMPAS.com — Sebuah penelitian yang dilakukan di Taiwan menyebutkan bahwa bahan herbal yang biasa dipakai dalam pengobatan China ternyata meningkatkan risiko gagal ginjal dan kanker kandung kemih pada para ahli herbal atau herbalis profesional.

Herba seperti fang chi, tanaman yang mengandung asam aristolochic, sebenarnya sudah dilarang pada tahun 2003. Herbal tersebut diketahui menjadi penyebab kanker dan gagal ginjal pada para herbalis yang setiap harinya meracik herbal tersebut.

"Ini adalah studi pertama yang melihat sekelompok pekerja yang terpapar asam aristolochic," kata ketua peneliti Dr Hsiao-Yu Yang, profesor di Tzu Chi University, Taiwan.

Penelitian sebelumnya juga telah menyebutkan, para herbalis berisiko tiga kali lipat menderita kanker sistem saluran kencing dibanding dengan populasi umum. Namun, dalam studi itu tidak disebutkan penyebab spesifiknya.

Dalam penelitiannya, tim yang dipimpin oleh Yang menggunakan data nasional yang mencatat 6.564 herbalis China yang bekerja di Taiwan antara tahun 1985 dan 1998. Pada tahun 2002, para herbalis itu disurvei mengenai proses pengobatan, termasuk penggunaan fang chi dalam praktiknya.

Dalam kurun waktu penelitian itu, 24 herbalis terkena kanker saluran kencing, termasuk ginjal, kandung kemih, dan uretra. Para herbalis yang mengemas atau menjual fang chi risikonya terkena kanker tersebut 2,6 kali lebih besar dibanding herbalis yang tidak memakai fang chi.

Herbal yang mengandung asam aristolochic dinyatakan berbahaya dan terlarang oleh US Food and Drug Administration pada tahun 2001. Sementara di Eropa baru pada tahun 2004 peringatan serupa dikeluarkan. Tetapi, di internet penjualan herbal tersebut masih marak karena di China dan banyak negara lain masih dinyatakan legal.

Menanggapi hasil penelitian ini, Mikel Aickin, editor BMC Complementary and Alternative Medicine, mengatakan, sampel dalam penelitian itu sangat kecil. Ia mengatakan, sulit menentukan apakah herbal fang chi itu memang yang menyebabkan kanker.

Fang chi pada umumnya dipakai untuk mengobati rematik dan bengkak, tetapi asam aristolochic sendiri ditemukan dalam banyak suplemen makanan dan pengobatan alternatif.

"Ini bisa menjadi penyakit global. Sekarang mungkin belum disadari, tapi dalam waktu dua sampai tiga tahun mendatang akan banyak penelitian yang mengaitkan paparan herbal," kata Graham Lord, ahli ginjal dari King's College London.

Ia menjelaskan, dokter mungkin tidak akan langsung mengaitkan penyakit ginjal dengan herbal atau suplemen yang mengandung asam aristolochic. "Memang sulit mendiagnosisnya karena tidak ada tes yang bisa dilakukan dengan mudah," katanya.

Untuk mempermudah diagnosis, Lord dan timnya kini sedang membuat daftar panduan bagi para dokter untuk menentukan apakah pasien gagal ginjal atau kanker saluran kencing disebabkan oleh asam aristolochic atau bukan.
Sementara itu, sebaiknya kita lebih waspada dalam memilih produk herbal atau suplemen.


Sumber :
»»  READMORE...

Polusi Tingkatkan Risiko Autisme

SHUTTERSTOCK


Kompas.com - Anak-anak yang sejak di dalam kandungan sampai usia setahun terpapar polusi udara dari jalan raya atau sumber lainnya lebih beresiko menderita autisme dibanding dengan anak yang paparan polusinya lebih rendah.

Para peneliti mengungkapkan, zat-zat kimia dalam polutan akan memicu perubahan genetik kepada kondisi autisme. Meski tidak menyebabkan autisme secara langsung, tetapi hal tersebut meningkatkan risiko.

"Ada bukti bahwa sistem imun berkaitan dengan autisme dan polusi berpengaruh dengan cara yang sama," kata ketua peneliti Heather Volk, asisten profesor dari Universitas Southern California, di Los Angeles, AS.

Dalam penelitiannya, Volks dan timnya menganalisa kaitan antara paparan polusi udara pada 279 anak autis yang dibandingkan dengan 245 anak sehat. Anak-anak itu berpartisipasi dalam studi mengenai risiko autis, genetik dan lingkungan.

Untuk mengukur tingginya paparan polusi pada anak, para peneliti mewawancarai ibu mereka. Sementara kadar polusi udara didapatkan dari data kualitas air U.S Environmental Protection Agency.

Anak-anak yang terpapar polusi dalam kadar tinggi selama di kandungan beresiko dua kali lebih besar menderita autisme dibanding dengan anak yang paparannya rendah. Sementara itu anak yang terpapar polutan sejak lahir sampai usia setahun, terutama polusi jalan raya, beresiko 3 kali lebih besar mengembangkan autisme.

Kaitan paling kuat diduga terdapat pada nitrogen dioksida atau yang lebih dikenal dengan smog (kabut yang mengandung zat-zat pencemar udara).

Racun-racun dari lingkungan itu menyebabkan ketidaknormalan pada fungsi sistem imun yang dikaitkan dengan autisme. Menurut Geraldine Dawson, pakar autisme, beberapa riset menunjukkan pada penderita autisme ditemukan adanya sistem imun yang abnormal.


Sumber :
Everyday Health
»»  READMORE...

Suku Maya Memasak dengan Bola Lempung

Stephanie Simms Bola lempung digunakan suku Maya untuk memasak.


MEXICO CITY, KOMPAS.com - Penelitian oleh tim Instituto Nacional de Antropología e Historia (INAH) dan Millsaps College mengungkap bagaimana suku Maya menjalani kehidupan sehari-harinya, terumata memasak. Mereka ternyata memasak menggunakan bola lempung.

Kesimpulan itu diperoleh berdasarkan hasil ekskavasi di Escalera al Cielo, Yucatan. Sebanyak 77 bola lempung dan 912 fragmen yang lebih kecil ditemukan. Berdiameter 2,5 - 5 cm, bola itu telah berumur 1000 tahun dan memiliki serpihan mikroskopis tepung, biji, akar dan buah.

Publikasi di Journal of Archaeological Science oleh Stephanie Simms sebagai pimpinan riset menyatakan, "Penemuan ini mendukung hipotesis bahwa bola lempung berperan dalam aktivitas dapur suku Maya terkait memasak."

Simms mengatakan, "Ini adalah kali pertama bola lempung yang telah dibakar dipelajari di wilayah suku Maya dan sepengtahuan saya, belum ada yang mempelajari peran bola lempung dalam suku Maya modern."

Sementara Goerge Bey dari Milllsaps College mengatakan, "Studi ini membantu ilmuwan melihat bagaimana suku Maya bekerja di dapur, alat apa yang mereka gunakan dan cara mereka mempersiapkan hidangan."

Dengan teknik mikroskopik dan eksperimen ulang, arkeolog berupaya memahami bagaimana bola lempung itu dibuat. Mereka lalu mengetahui bahwa bola lempung itu dibuat dari sumber daya lokal dan dibuat dengan ukuran standar.

"Mereka membakar bola lempung itu dengan temperatur rendah dan menggunakannya berulang-ulang di dapur," kata Bey seperti diberitakan Discovery, Kamis (29/11/2012). Bola api digunakan secara langsung di alat masak atau dengan menggunakan lubang kecil di tanah.

"Proses memasak ini melibatkan proses menggali lubang, meletakkan batu atau bola lempung, membuat api dan menunggunya membentuk sebuah bara api," tambah Simms. Selanjutnya, daun diletakkan dan makanan dibakar di atasnya.

Peran bola lempung dikenal dalam berbagai kebudayaan masa lalu. Bola lempung juga digunakan untuk memasak di Catalhoyuk di Turki. Selain itu, bahan bakar yang sama juga digunakan di peradaban sungai Missisipi masa lalu.
Sumber :
DISCOVERY
»»  READMORE...

Kamis, 29 November 2012

Tembakau Berpotensi Jadi Sumber Energi Terbarukan

Wikipedia Nicotiana glauca

KOMPAS.com - Sekelompok ilmuwan asal School of Biological Sciences, Inggris, menemukan bahwa salah satu spesies pohon tembakau, yakni Nicotiana glauca mampu memproduksi senyawa yang bisa digunakan sebagai biodiesel. Senyawa ini bisa digunakan secara langsung sebagai bahan bakar atau diproses menjadi produk minyak lainnya.

Yang menarik, pohon ini diketahui dapat tumbuh baik di kondisi yang panas dan gersang. Untuk tumbuh besar, dia tidak butuh tanah yang subur dan bisa hidup di kawasan yang hanya mendapatkan curah hujan 200 milimeter per tahun atau bertemperatur di atas 40 derajat Celsius.

“Ini merupakan faktor penting. Artinya, mengembangbiakkan tanah ini tidak perlu mengorbankan lahan bagi tanaman pangan,” kata Paul Fraser, salah satu peneliti dari School of Biological Sciences. “Saat ini, banyak petani yang mulai khawatir jika mereka harus merelakan sebagian lahan mereka untuk menanam tumbuhan bahan biofuel, dan temuan kami berpotensi mengatasi masalah ini,” ucapnya.

Dari studi awal, diketahui bahwa tanaman tersebut mampu tumbuh di kondisi iklim padang pasir seperti yang biasa ditemukan di Uni Emirat Arab, Afrika Utara, dan kawasan kering di berbagai belahan bumi lainnya.

Tanaman ini juga dipastikan bisa menjadi sumber pemasok bioethanol dan biodiesel, yang bisa digunakan sebagai bahan bakar kendaraan dalam bentuk aslinya. Namun biasa digunakan sebagai zat aditif untuk mengurangi tinglat partikulasi, karbon monoksida, dan hidrokarbon pada kendaraan bermesin disel.

Menurut data International Energy Agency, biofuel punya potensi besar untuk memenuhi kebutuhan hingga lebih dari seperempat permintaan bahan bakar dunia untuk industri transportasi, pada tahun 2050 mendatang. Uni Eropa telah menyiapkan anggaran sebesar 5,77 juta Euro (sekitar Rp71,8 miliar) untuk melakukan studi lebih lanjut lewat proyek MultiBioPro yang melibatkan mitra dari kalangan industri dan akademis.

Proyek ini bertujuan untuk mendalami pengetahuan terkait proses biologis dan meningkatkan penggunaan sumber energi terbarukan. Harapannya, akan ada teknologi yang dapat mengurangi secara signifikan konsumsi energi berbasis fosil dan pada akhirnya mampu mengurangi emisi gas rumah kaca. (Abiyu Pradipa/National Geographic Indonesia)
Sumber :
National Geographic Indonesia
»»  READMORE...

Jerawat Salah Satu Tanda ADHD?

shutterstock


KOMPAS. com – Apakah jerawat dapat menjadi pertanda seseorang terkena Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)? Seorang psikiater Kanada dalam studinya menunjukkan bahwa orang dengan jerawat secara substansial lebih cenderung memiliki ADHD dibandingkan orang dengan masalah kulit lainnya.

ADHD adalah gangguan perkembangan dalam peningkatan aktivitas motorik anak-anak hingga menyebabkan aktivitas anak-anak yang tidak lazim dan cenderung berlebihan. Ada dua aspek utama dalam ADHD, yaitu kesulitan untuk memusatkan perhatian dan kebiasaan hiperaktif (perilaku yang tidak bisa diam) – impulsif (kesulitan untuk menunda respon atau tidak sabar)

"Jerawat pasien harus diteliti lebih lanjut untuk memastikan kebenarannya tanda-tanda ADHD. Hal ini tentu didukung ketika anak mengeluh tentang sulit berkonsentrasi dan impusif," kata Madhulika A. Gupta, MD, dari University of Western Ontario di London, sekaligus peneliti American Academy of Dermatology.

"Para anak atau remaja dengan jerawat yang menderita ADHD memang tidak akan terlihat berbeda dari anak atau remaja dengan jerawat yang tidak menderita ADHD. Namun jika ditanyai apakah mereka memiliki kesulitan berkonsentrasi di sekolah, jawabannya akan menjadi pasti ya,” tambahnya.

Jerawat dan ADHD

Gupta juga menyatakan, sudah ada penelitian sebelumnya yang  mengaitkan jerawat dengan sejumlah masalah kejiwaan, termasuk depresi dan gangguan makan. Namun belum ada yang telah memeriksa kemungkinan hubungan antara jerawat dan ADHD.

Sehingga Gupta dan rekan-rekannya meneliti data pada hampir 950 juta kunjungan dokter untuk kondisi kulit antara 1995 dan 2008, untuk melihat apakah ada kunjungan yang berhubungan dengan ADHD. Dari total data kunjungan, ternyata ada lebih dari 100 juta kunjungan yang melibatkan diagnosis jerawat dan hampir 175 juta kunjungan yang melibatkan eksim atopik, yaitu suatu kondisi yang ditandai dengan merah, kulit gatal, kering.

Gupta mengatakan, penyakit kulit lain yaitu eksim atopik dipilih sebagai pembanding karena keduanya biasanya dimulai pada masa kanak-kanak. Rata-rata usia pasien dengan ADHD dan jerawat dipelajari adalah 15 tahun, dan usia rata-rata pasien dengan ADHD dan eksim atopik adalah 11 tahun.

Hasil kajian menunjukkan, kunjungan ADHD yang melibatkan diagnosis jerawat 6,3 kali lebih banyak daripada diagnosis penyakit kulit lainnya. Sedangkan untuk eksim atopik adalah sebanyak 5,6 kali lebih banyak.

Hanya kebetulan?
Namun peneliti lain mengatakan temuan ini mungkin hanya kebetulan.

"Jerawat adalah problem umum yang dialami remaja. Sedangkan ADHD juga terjadi di kalangan remaja. Sehingga bisa saja ini hanyalah kebetulan,” ujar Zoe D. Draelos, MD, profesor dermatologi di konsultasi Duke University School of Medicine di Durham, NC.



Sumber :
»»  READMORE...

Terbukti, Ada Es di Merkurius

NASA Bagian berwarna merah adalah kutub utara Merkurius. Wahana Messenger membuktikan bahwa es ada di wilayah itu.

WASHINGTON, KOMPAS.com - Tim ilmuwan Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) menyatakan bahwa berdasarkan hasil observasi terbaru dengan wahana antariksa Messenger, Merkurius terbukti memiliki air dalam bentuk es.

"Data terbaru mengindikasikan adanya air dalam bentuk es di bagian kutub Merkurius, menyebar di area seluas Washington dan memiliki ketebalan lebih dari 3,2 km," kata David Lawrence, peneliti NASA yang turut andil dalam riset ini.

Temperatur Merkurius bisa mencapai 427 derajat Celsius. Namun, di wilayah kutub utara yang karena kemiringan sumbu Merkurius tak mendapatkan sinar Matahari, temperatur tergolong rendah sehingga memungkinkan adanya es.

Es di kutub utara Merkurius terdapat mulai dari koordinat 85 derajat lintang utara Merkurius. Sementara, lapisan es tipis bisa menyebar hingga koordinat 65 derajat lintang utara. Ilmuwan juga percaya bahwa kutub selatan Merkurius memiliki es, namun observasi belum dimungkinkan.

Adanya es di Merkurius telah diduga sejak tahun 1991. Saat itu, teleskop di Puerto Rico menemukan adanya bagian yang berwarna terang di kutub planet terdekat dari Matahari itu. Es juga kadang ditemukan di wilayah yang berdasarkan observasi tahun 1970an merupakan kawah raksasa.

Citra Messenger terbaru mengonfirmasi bahwa bagian berwarna terang itu berada di wilayah dengan suhu rendah yang memungkinkan adanya es. Instrumen spektrometer netron pada MESSENGER menganalisa konsentrasi hidrogen, bagian dari air, dan menemukan bahwa air dalam bentuk es memang ada.

Studi mengungkap bahwa di wilayah yang paling dingin, lapisan air ada di atas. Namun, di wilayah yang lebih hangat dimana, es dilapisi oleh material gelap (isolator panas) yang memiliki kadar hidrogen lebih rendah.

David Paige dari NASA yang juga terlibat di riset ini menyatakan, material gelap itu adalah kunci untuk memahami bagaimana air bisa sampai di Merkurius. Menurutnya, material gelap itu terdiri dari senyawa organik yang berasal dari komet ataupun asteroid yang menumbuk Merkurius.

Sea Solomon, pimpinan riset yang juga astronom di Lamont-Doherty Earth Observatory, Columbia University, mengatakan, "Lebih dari 20 tahun kami bertanya-tanya apakah planet terdekat dari Matahari memiliki es di kutubnya. Messenger memberikan jawaban pasti."

Namun, Solomon juga mengungkapkan bahwa Messenger memberikan pertanyaan baru. "Apakah material gelap di kutub sebagian besar terdiri atas senyawa organik? Apa reaksi kimia yang telah dialami material itu?"

"Adakah wilayah di Merkurius yang memiliki baik air dalam bentuk cair maupun senyawa organik? Hanya dengan penelitian lanjut tentang Merkurius kita bisa berharap mencapai kemajuan dalam menjawab pertanyaan itu," tambah Solomon seperti dikutip AFP, Kamis (29/11/2012).

Hasil penelitian ini dipublikasikan di jurnal Science Express Kamis kemarin. Messenger telah meneliti Merkurius sejak tahun 2011. Pada tahun 2014 dan 2015, Messenger akan melayang lebih dekat di Merkurius sehingga memungkinkan observasi lebih detail.
Sumber :
AFP
»»  READMORE...