Social Icons

Jumat, 23 November 2012

Menjadi Islam Indonesia


Menjadi Islam Indonesia 
HENDRA AGUS SETYAWAN (HAS)Kampanye empat pilar kebangsaan terus digemakan. Salah satunya seperti terpasang di kompleks Gedung MPR/DPR/DPD, Senayan, Jakarta, Kamis (23/6/2011). Kampanye empat pilar kebangsaan yang meliputi Pancasila, UUD 45, NKRI, dan Bhineneka Tunggal Ika tersebut bertujuan untuk membumikan kembali paham kebangsaan yang saat ini meredup. Kompas/Hendra A Setyawan (HAS) 23-06-2011
Oleh Masdar Hilmy
KOMPAS.com - Sesungguhnya tantangan paling nyata Islam di negeri ini adalah faktor keterjarakan dari episentrum kelahirannya di Jazirah Arab.
Pola relasi Islam Arab-Islam Indonesia ini sering kali dipersepsikan sebagai pola relasi pusat-pinggiran, yakni pusat bertindak sebagai produsen dan pinggiran sebagai konsumen; pusat sebagai yang autentik dan pinggiran sebagai yang terdegradasi atau terdevaluasi; pusat sebagai imam sementara pinggiran sebagai makmum. Pola relasi semacam ini tidak lain adalah sebentuk patrimonialisme ideologis-religius yang memandang Islam Indonesia dalam posisinya yang inferior, kelas dua.
Pandangan semacam ini sebenarnya merugikan Islam Indonesia dalam peta konfigurasi Islam dunia karena Islam di negeri ini cenderung ditempatkan dalam posisi tak penting serta diragukan kapasitasnya untuk menghasilkan modus keberagamaan yang autentik. Padahal, keberadaan Islam Indonesia yang lebih moderat, damai, dan toleran merupakan realitas empiris-historis tak terbantahkan.
Mestinya, fakta lebih berbicara ketimbang kata-kata. Realitasnya, Islam Indonesia belum sepenuhnya menjadi trendsetter bagi komunitas Muslim di belahan dunia lain. Parahnya, tidak sedikit kalangan internal umat Islam yang ”mencemooh” dirinya sendiri dengan menganggapnya tidak autentik dan, oleh karena itu, perlu dimurnikan. Artinya, mereka tidak percaya diri dengan modalitas keberagamaan yang dimiliki selama ini.
Tiga modalitas
Harapan dan optimisme Islam Indonesia sebagai produsen atau trendsetter keberagamaan alternatif bagi komunitas Muslim dunia sebenarnya bukanlah lamunan kosong ataupun mimpi pada siang bolong, terutama jika kita melihat sejumlah modalitas yang ada. Bahwa Islam Indonesia telah mempertunjukkan fitur-fitur keberagamaan yang distingtif merupakan kenyataan yang tak terbantahkan.
Sebanyak 204 juta Muslim dilahirkan dan tinggal di negeri ini, membentuk 12,5 persen dari total 1,6 miliar pemeluk Islam di dunia. Sebuah angka yang—semestinya—cukup signifikan dalam menggerakkan pendulum peradaban Islam dunia. Ini merupakan modalitas pertama Islam Indonesia yang belum banyak diapresiasi oleh komunitas Muslim dunia. Pertanyaan yang mesti direnungkan: bagaimana bisa Islam dianut oleh sedemikian banyak penduduk dalam waktu relatif singkat (enam abad)?
Islam Indonesia juga terbukti telah melahirkan modus keberagamaan yang moderat, damai, toleran, terbuka, dan ramah lingkungan. Memang di sana-sini masih dijumpai letupan konflik dan perlawanan bawah tanah, tetapi jumlahnya tak signifikan dibandingkan dengan aspirasi mayoritas umat Islam di negeri ini. Bandingkan dengan wajah Islam di belahan dunia lain (baca: Timur Tengah) yang jauh berbeda; tiada hari tanpa konflik dan kekerasan berdarah. Sebuah realitas keberagamaan yang jelas tak dikehendaki terjadi di sini. Inilah modalitas kedua Islam Indonesia yang telah teruji sejarah, tetapi—lagi-lagi—masih dilihat sebelah mata.
Modalitas ketiga adalah tradisi kesarjanaan yang pernah membentuk diskursus keislaman tingkat dunia. Islam di negeri ini pernah melahirkan ulama berkaliber internasional, seperti Imam Nawawi al-Bantani dan Mahfudz al-Tirmisi, yang karyanya beredar di belahan dunia lain, seperti di kawasan Asia Tenggara dan Asia Selatan. Khazanah pemikiran keagamaan di Indonesia juga telah melahirkan Begawan-cum-ilmuwan kontemporer seperti Nurcholish Madjid (Cak Nur) dan Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Keterjarakan sebenarnya tak serta-merta menyebabkan terjadinya degradasi dan devaluasi kualitas keberagamaan Islam Indonesia. Sebaliknya, keterjarakan justru dapat meruangkan artikulasi dan eksperimentasi keberagamaan secara kreatif dan produktif guna melahirkan eksemplar keberagamaan alternatif yang lebih progresif, transformatif, dan kontekstual.
Dirintis sembilan wali (Wali Sanga), Islam di negeri ini tumbuh dan berkembang menjadi sebuah hibriditas keberagamaan ”baru” yang terbukti dapat berdialog dan kemudian bersenyawa dengan unsur budaya lokal. Persenyawaan ini bukanlah sebuah kekalahan Islam di satu sisi dan kemenangan Jawa (baca: Indonesia) di sisi lain. Namun, inilah cara Islam untuk meng-”ada” di tanah yang jauh dari episentrum kelahirannya tanpa harus mereduksi inti keberagamaannya. Meminjam Erich Fromm (1964), modus keberagamaan Wali Sanga adalah modus ”menjadi” (to be), bukan ”memiliki” (to have). Modus keberagamaan semacam ini ditandai pencarian eksistensial yang tak pernah bertepi. Kulminasi beragama dalam koteks ini adalah ketika seseorang berhasil merayakan kemenyatuan di antara pesan-pesan eternal Islam ke dalam lokalitas sosial-budaya yang wadag.
Konsekuensinya, seseorang dapat menjadi Muslim dengan nyaman tanpa harus membuang identitas kelokalannya masing-masing. Artinya, seseorang bisa ”menjadi” Muslim yang utuh tanpa harus membuang kejawaannya, kemelayuannya, kesundaannya, kebatakannya, kebanjarannya, kebugisannya, dan seterusnya.
Dengan demikian, Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan semacamnya adalah struktur permukaan (surface structure) yang tidak akan menggerus apa pun dari inti keberagamaan (deeper structure) seorang Muslim. Keduanya, dalam perspektif ”menjadi”-nya Erich Fromm dan Wali Sanga, membentuk sebuah persenyawaan yang sah dan autentik.
Dalam konteks ini, keberterimaan Islam Indonesia terhadap empat pilar (Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika) tidak semestinya dipersepsikan sebagai modus keberagamaan yang terdegradasi, terdevaluasi, atau tidak autentik. Dalam konteks itu pula, dikotomi religius-nasionalis tidak lagi relevan karena keduanya telah terjadi sublimasi. Seseorang bisa dan boleh menjadi kedua-duanya sekaligus! Dus, kategori parpol Islam dan parpol sekuler tidak bisa dipertahankan lagi sebab di antara keduanya tidak ada lagi penanda yang membuat keduanya berbeda secara signifikan.
Jalan panjang untuk ”menjadi”
Namun, menjadi Islam Indonesia bukanlah proses mudah dan sekali jadi. Ia merepresentasikan sebuah perjalanan eksistensial panjang nan berliku. Sering kali di tengah jalan diganggu gerombolan ”pengacau” yang terobsesi dengan cara beragama ”memiliki”, yakni cara beragama replikatif-verbatim, tanpa mengindahkan dimensi kesejarahannya.
Modus keberagamaan yang ramah, toleran, dan moderat ala NU dan Muhammadiyah, dalam banyak hal, adalah continuum belaka dari modus keberagamaan ”menjadi” ala Wali Sanga. Kita berutang banyak kepada kedua ormas ini dalam membentuk Islam di negeri ini. Berkat keduanya, Islam Indonesia jadi entitas keberagamaan autentik yang tak tereduksi hanya karena faktor keindonesiaannya.
Hanya ketika Islam Indonesia semakin ”menjadi”, ia akan bertindak sebagai trendsetter bagi dunia Islam lainnya. Semoga Islam Indonesia semakin ”menjadi”. Inilah refleksi kecil perhelatan Annual International Conference on Islamic Studies Ke-12 yang diselenggarakan IAIN Sunan Ampel di Surabaya, 5-8 November lalu.
Masdar Hilmy Dosen dan Asisten Direktur Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel
 
Sumber :
Kompas Cetak
»»  READMORE...

Peneliti Indonesia Temukan Mikroba Antikanker

 
Ilustrasi
JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia menemukan senyawa aktif lipistatin dari mikroba tanah. Senyawa ini berpotensi menjadi obat baru antikanker dan antikolesterol.

”Dari hasil penelitian saya, dibutuhkan uji praklinis,” kata Muhammad Hanafi, peneliti pada Pusat Penelitian Kimia LIPI, Jumat (23/11/2012), setelah orasi pengukuhannya sebagai profesor riset bidang kimia organik di Jakarta.

Ketua Majelis Profesor Riset yang juga Kepala LIPI Lukman Hakim mengukuhkan pula dua peneliti lain. Sam Wouthuyzen dikukuhkan sebagai profesor riset bidang ilmu oseanografi dan Yekti Maunati sebagai profesor riset bidang antropologi.

Hanafi mengatakan, sumber bahan baku obat sangat melimpah. Namun, sampai sekarang belum tergali maksimal.

Tumbuhan dan mikroba yang diisolasi Hanafi untuk menemukan lipistatin meliputi Garcinia, Curcuma, Hedyotis, (tanaman) Pseudomonas, dan Streptomyces (mikroba). Saat ini dibutuhkan kerja sama dengan industri untuk uji praklinis pada hewan percobaan, dilanjutkan uji klinis pada manusia.

Sam Wouthuyzen memaparkan, pemanfaatan pengindraan jauh untuk pemetaan, pemantauan, evaluasi, dan pengelolaan wilayah pesisir Indonesia. Adapun Yekti Maunati memaparkan identitas etnik minoritas di perbatasan Asia Tenggara.

Lukman mengatakan, pembangunan wilayah pesisir sebaiknya menggunakan fondasi hasil pengindraan jauh. Wilayah pesisir dapat menjadi andalan masa depan.

Lukman mengatakan, presiden sudah meningkatkan kesejahteraan para peneliti. Hal itu lewat keputusan presiden yang ditandatangani 17 November 2012.
»»  READMORE...

Wine" Bisa Turunkan Berat Badan?


shutterstock
Menurut penelitian, red wine berguna untuk menurunkan berat badan perempuan karena kandungan alkohol di dalamnya.
KOMPAS.com - Kabar baik bagi Anda yang bisa dan gemar menyesap wine. Sebuah penelitian yang dimuat dalam Aging Journal mengungkapkan bahwa wine bisa membantu Anda untuk menjaga berat badan.

Penelitian ini dilakukan terhadap 20.000 perempuan yang memiliki berat badan yang normal selama 13 tahun. Para peserta dibagi menjadi beberapa kelompok yang diberi minum dua gelas red wine dalam menu makanannya, bir, liquer, dan kelompok tanpa wine dan minuman. Seiring berjalannya waktu, perempuan yang minum wine ternyata berat badannya 30 persen lebih stabil dibandingkan yang bukan peminum.

"Wine banyak mengandung antioksidan yang berfungsi untuk mengurangi kolesterol dan tekanan darah," ungkap Jana Klauer, dokter nutrisi dan metabolisme. Wine juga mampu memacu tubuh untuk membakar kalori lebih banyak. "Perempuan memiliki enzim pemecah alkohol lebih besar daripada pria, sehingga ketika perempuan minum wine, tubuhnya harus bekerja lebih keras untuk memecah alkohol dengan cara membakar kalori lebih banyak," jelas Klauer.
Kandungan senyawa resveratol dalam red wine dinilai punya pengaruh penting dalam program diet ini. Resveratol, senyawa khusus yang hanya ditemukan dalam anggur merah, bisa membantu meredam nafsu makan. Dalam jurnal ini diungkapkan juga bahwa, setelah menyesap anggur merah, keinginan untuk makan makanan penutup yang manis juga berkurang.

Lu Wang, MD, PhD, salah seorang peneliti, mengungkapkan bahwa alkohol dalam wine bisa membakar kalori melalui proses thermogenesis. Hal ini berarti, alkohol membakar kalori dengan cara meningkatkan suhu tubuh menjadi lebih panas. Hal inilah yang menyebabkan muka Anda memerah saat menyesap minuman ini.

Bukan solusi utama
Sekalipun penelitian ini mengungkapkan bahwa anggur bisa membantu program diet, bukan berarti wine dalam jumlah banyak bisa mempercepat penurunan berat. Para peneliti ini menyarankan untuk menikmati wine antara 1-2 gelas per harinya.

Yang perlu diingat, hanya minum wine saja bukan jaminan bisa memiliki tubuh langsing. Bagaimana pun juga pola makan yang cukup, olahraga, dan gaya hidup sehat adalah kunci utamanya. Minum wine saja tidak akan menyelesaikan masalah Anda, karena wine berkalori 125 kkal/5 ons-nya. 
"Itulah mengapa minum wine saja bukan strategi penurunan berat badan sendiri, tapi harus digabungkan dengan diet sehat dan olahraga. Konsumsi wine berlebihan justru akan menyebabkan kesehatan menurun dan memicu timbulnya kanker payudara," tambah Klauer.


Sumber: Cosmopolitan
»»  READMORE...

Kamis, 22 November 2012

7 Tanda Anda Menderita Migren

shutterstock
Ilustrasi
 
Kompas.com - Migren alias sakit kepala sebelah adalah penyakit yang rumit, gejala klinisnya juga lebih dari sekedar sakit kepala. Sebagian gejala bahkan sudah muncul sehari sebelum migren kumat.

Tetapi perlu dipahami bahwa migren juga penyakit yang individual, setiap orang terkadang mengalami gejala yang berbeda-beda. Untuk memahami migren yang kerap menyerang, perhatikan lingkungan dan lihat apa yang memicu datangnya sakit kepala ini.

Berikut adalah beberapa gejala migren.

1. Menguap
Sehari atau dua hari sebelum migren menyerang, Anda mungkin akan menguap lebih sering dari biasanya. Gejala awal lainnya (prodomes) antara lain retensi cairan, ingin ngemil, lelah, kehausan, dan perubahan emosional. Meski gejala itu mengganggu, tapi kita bisa menyiapkan diri untuk mengatasi migren.

2. Aura
Efek penglihatan, termasuk melihat binti-bintik atau noda (aura), penglihatan berkurang, sering terjadi 30 menit atau satu jam sebelum serangan migren kemudian hilang begitu saja saat migren menyerang. Pada kaum wanita sebelum menopause yang mengalami aura sebelum migren harus berhati-hati karena mereka lebih rentan stroke.

3. Mual
Jika Anda menderita nyeri kepala tetapi tidak merasa mual, berarti Anda tak mengalami migren. Rasa mual yang timbul ini bisa mengurangi nafsu makan, bahkan memicu muntah.

4. Nyeri pada satu sisi kepala
Nyeri kepala tipe tegang atau tipe lain akan menyebabkan rasa nyeri di seluruh kepala atau pada kedua bagian. Dengan timbulnya rasa mual dan nyeri pada satu bagian kepala adalah tanda bahwa Anda menderita migren. Nyerinya juga lebih intens dan membuat Anda sulit beraktivitas.

5. Sensitif pada suara dan cahaya
Penderita migren kerap mengeluhkan nyeri kepala yang dirasakan dibarengi dengan munculnya rasa lebih sensitif pada suara atau cahaya. Pada sebagian kecil orang bahkan kulitnya jadi lebih sensitif. Para ahli menjelaskan, overaktivitas di bagian otak yang mengatur stimulus lingkungan yang dianggap menyakitkan yang menyebabkan timbulnya rasa sensitif itu.

6. Kebas
Rasa kesemutan di tangan atau kaki, kebas atau mati rasa di bagian lengan atau sebagian wajah, biasanya dialami penderita migren. Hal itu timbul saat terjadinya aura.

7. Penglihatan kabur
Sensasi penglihatan yang bersinar bisa terjadi saat nyeri migren kumat atau saat kita melihat aura. Sebagian orang juga mengalami gangguan penglihatan atau perubahan saraf lainnya. Perubahan penglihatan ini berkaitan dengan perubahan aliran darah ke otak
»»  READMORE...

9 Penyakit yang Diwariskan Keluarga

shutterstock

KOMPAS.com - Sejarah keluarga memegang peranan penting dalam kondisi kesehatan seseorang. Misalnya jika dalam keluarga ada riwayat penyakit kanker, itu berarti kita atau anak-anak kita memiliki kemungkinan untuk mewarisi gen yang sama. Dengan kata lain risikonya untuk terkena kanker jauh lebih tinggi daripada risiko individu yang tidak memiliki gen tersebut.
Sejauh ini para ilmuwan telah mengidentifikasi gen-gen yang dapat meningkatkan sekitar 400 kondisi penyakit paling menonjol, seperti misalnya parkinson dan cystic fibrosis atau kondisi fatal yang disebabkan oleh mutasi genetik. Cystic fribrosis menyebabkan terbentuknya lendir lengket dan tebal di dalam paru-paru dan berbagai bagian lain.
Kendati demikian beberapa penyakit tidak hanya disebabkan oleh gen tunggal melainkan akibat kombinasi beberapa faktor seperti pola makan dan gaya hidup. Sebut saja misalnya tekanan darah tinggi, penyakit jantung atau skizofrenia.
Berikut ini beberapa penyakit beserta persentase tingkat risiko yang mengkin bisa diturunkan terkait riwayat yang dimiliki oleh anggota keluarga :
1. Tekanan darah tinggi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal atau kronis (dalam waktu yang lama). Hipertensi sering tidak disadari karena tidak bergejala. Untuk mengetahuinya perlu dilakukan pengukuran tekanan darah. Jika tidak segera diobati, dapat meningkatkan risiko stroke atau serangan jantung.
Risiko diturunkan: Menurut para ahli, jika salah satu orang tua Anda memiliki tekanan darah tinggi, risiko Anda mendapatkan penyakit ini sebesar 15 persen atau bahkan lebih tinggi.
2. Kolesterol tinggi
Dalam keluarga yang sama, kadang para anggotanya memiliki tingkat kadar kolesterol tinggi. keadaaan ini dalam ilmu kedokteran disebut Familial Hypercholesterolaemia (FH). FH disebabkan oleh perubahan gen dimana lemak tidak dimetabolisme dengan baik dalam darah dan menumpuk di arteri. FH merupakan satu contoh dari sifat genetik yang dominan, yang berarti bahwa seseorang memerlukan hanya satu gen abnormal untuk memiliki kondisi tersebut.
Risiko diturunkan: Dr Nigel Capps, dari Inggris mengatakan, jika salah satu orang tua Anda memiliki hiperkolesterolemia familial, maka Anda memiliki risiko 50 persen mendapatkan penyakit tersebut.
3. Hipotiroid
Hipotiroid terjadi ketika tubuh tidak menghasilkan cukup hormon tiroksin. Gejala yang muncul biasanya sering merasa kelelahan dan penurunan berat badan. Penyakit ini tujuh kali lebih mungkin terjadi pada perempuan.
Risiko diturunkan: Dr Mark Cohen, konsultan endokrinologi dari Spire Bushey Hospital, Hertfordshire mengungkapkan, memiliki saudara atau ibu dengan tiroid (kurang aktif), maka Anda memiliki risiko 20 kali lebih mungkin untuk mendapatkannya.
4. Gangguan Bipolar
Gangguan bipolar (juga dikenal gangguan manik depresi) adalah suatu kondisi yang menyebabkan periode depresi dan mania, biasanya dipicu oleh stres. Diduga disebabkan oleh ketidakseimbangan kimia di otak, dan pengaruh faktor genetik.
Risiko diturunkan: Jika ada orang tua yang memiliki penyakit ini, maka risiko untuk setiap anak-anak mereka mengalami hal sama adalah sebesar 10-15 persen.
5. Diabetes tipe 2
Umumnya gejala awal diabetes tipe 2 tidak dapat dideteksi. Risiko mengidap diabetes cukup tinggi jika keluarga, orang tua atau saudara Anda juga memiliki riwayat penyakit ini.
Risiko diturunkan: Jika ada salah satu orang tua dengan diabetes tipe 2, risiko penyakit itu diturunkan sebesar 15 persen. Tetapi jika kedua orang tua memiliki kondisi tersebut, risiko penyakit itu diturunkan kepada anak mereka sebesar 75 persen. Namun, faktor lain seperti kegemukan, malas olahraga dan makan yang tidak sehat dapat meningkatkan resiko.
6. Arthritis (radang sendi)
Osteoarthritis adalah jenis penyakit sendi yang disebabkan oleh keausan sendi dan merupakan salah satu dari keluarga besar penyakit arthritis yang paling sering terjadi. Penyakit ini mempengaruhi sekitar 80 persen orang pada suatu waktu dalam kehidupan mereka.
Risiko diturunkan: Banyak masyarakat yang menganggap kalau osteoartritis adalah penyakit yang diturunkan. Tetapi Dr. Sanggar mengatakan, kondisi seperti ini sebetulnya sangat jarang diwariskan. "Ini biasanya terjadi karena keausan pada sendi," katanya.
7. Motor Neuron Disease (MND)
MND adalah suatu penyakit mematikan yang sudah dikenal sejak abad ke-19. Karena relatif jarang ditemukan  sering seorang dokter luput mendeteksi gejala-gejala penyakit ini bahkan banyak yang mendiagnosanya sebagai stroke.
Penyakit umumnya merusak sistem saraf sehingga menyebabkan otot lemah. Penyakit ini cenderung mempengaruhi orang berusia lebih dari 40 tahun dan lebih sering menimpa laki-laki. Penyebab pastinya belum jelas, tetapi penyakit ini bisa diturunkan.
Risiko diturunkan: Peneliti mengatakan, sekitar 10 persen penyakit ini dapat diturunkan jika Anda memiliki kerabat dekat dengan kondisi seperti tersebut.
8. Kanker payudara dan ovarium
Kanker payudara adalah kanker paling umum yang diderita kaum perempuan. Di Indonesia, kanker payudara merupakan salah satu penyakit penyebab terbesar kematian pada wanita. Sedangkan kanker ovarium, biasa dikenal dengan "silent killer", menduduki peringkat ke-lima sebagai penyebab kematian pada wanita akibat kanker.
Risiko diturunkan: Menurut penelitian sementara 90 persen kasus tidak diwariskan. Hanya 5-10 persen kanker payudara disebabkan oleh mutasi gen yang diwariskan dari satu ibu atau ayah. Mutasi gen BRCA1 dan BRCA2 adalah yang paling sering. Perempuan dengan mutasi ini memiliki risiko terkena kanker payudara sampai 80 persen. Meningkatnya risiko kanker ovarium juga dikaitan dengan mutasi gen ini.
9. Parkinson
Penyakit parkinson dimulai secara samar-samar dan berkembang secara perlahan. Pada banyak penderita, pada mulanya parkinson muncul sebagai tremor (gemetar) tangan ketika sedang beristirahat. Penyakit ini cenderung diturunkan, walau terkadang faktor genetik tidak memegang peran utama. "Sekali lagi, ini adalah kondisi multi-faktorial," kata Dr Walker.
Risiko diturunkan: Menurut Walker, mereka yang mempunyai orangtua, saudara atau kerabat dekat dengan gangguan parkinson, maka dua kali lipat lebih mungkin untuk mengalami hal serupa.

Sumber :
dailymail.co.uk
»»  READMORE...

Kebiasaan "Minum Alkohol" Cenderung Menurun ke Anak

Ilustrasi

KOMPAS.com - Ada pribahasa yang mengatakan "buah jatuh tidak jauh dari pohonnya". Pribahasa ini mengandung arti bahwa perilaku anak tidak akan berbeda jauh dari orang tuanya. Tingkah laku orang tua seringkali dianggap selalu diturunkan pada anak-anaknya. Benarkah?
Sebuah studi terbaru menunjukkan, orang tua yang termasuk dalam kelompok peminum alkohol (walau dalam jumlah sedang), akan mempengaruhi perilaku dan meningkatkan risiko anak mereka menjadi seorang peminum juga ketika menginjak usia dewasa.
Para peneliti dari University of Florida menemukan, sekitar 6 persen dari remaja yang orang tuanya peminum cenderung berkendara di bawah pengaruh minuman ketika mencapai usia 21 tahun. Sementara itu, pada kelompok orang tua bukan peminum, persentase anak mereka mengemudi di bawah pengaruh minuman hanya 2 persen, menurut laporan yang diterbitkan dalam Accident Analysis & Prevention.
"Intinya, orang tua pengguna alkohol memiliki efek terhadap perilaku anak-anak mereka," kata Mildred Maldonado-Molina, dari University of Florida College of Medicine.
"Sangat penting bagi orangtua untuk mengetahui bahwa perilaku mereka memiliki pengaruh tidak hanya pada perkembangan anak-anak ketika remaja, tetapi juga pada perilaku mereka ketika sudah dewasa," tambahnya.
Studi ini berdasarkan hasil pengamatan yang melibatkan hampir 10.000 anak remaja dan orang tua, dan ditindaklanjuti dengan survei kedua tujuh tahun kemudian.
Peneliti juga menemukan bukti bahwa, selain pengaruh dari orang tua, teman sebaya juga turut andil dalam pembentukan perilaku remaja. Menurut peneliti, para remaja yang bergaul dengan teman sebaya (peminum alkohol), lebih mungkin untuk terpengaruh, meskipun orang tua mereka bukanlah seorang peminum.
Namun ketika kedua orang tua dan teman-teman mereka mengonsumsi alkohol, remaja tersebut sangat berisiko melakukan hal yang sama. Studi mengungkapkan bahwa sekitar 11 persen dari remaja ini akan menjadi peminum ketika mereka menginjak usia 20-an.
Studi ini menyimpulkan bahwa upaya untuk mencegah minum di kalangan remaja harus dimulai ketika masih anak-anak (15 tahun), dan diikuti dengan perilaku orang tua (tidak mengonsumsi alkohol).
"Rumah adalah sumber sangat penting bagi anak-anak. Orang tua mungkin tidak menganggap kebiasaan mereka konsumsi alkohol sebagai sesuatu yang negatif, tetapi hal itu  sebenarnya sangat mempengaruhi dalam pembentukan perilaku anak," tutupnya.

Sumber :
»»  READMORE...

5 Kondisi Fisik yang Diwariskan Orang Tua

shutterstock

Ilustrasi
KOMPAS.com-  Tak dapat dielakkan jika kurang idealnya fisik yang kita miliki dipengaruhi gen yang diturunkan oleh orang tua.

Tidak ada manusia yang sempurna, kalimat tersebut kerap kali diucapkan. Seperti halnya pada fisik manusia. Memang tidak bisa menyalahkan sepenuhnya orang tua kita akan kemalangan fisik yang kita punya. Namun, tidak dapat dielakkan jika kurang idealnya fisik yang kita miliki dipengaruhi gen yang diturunkan oleh mereka. Beberapa kondisi fisik yang kurang ideal yang diturunkan oleh orang tua kita :

1. Kebotakan

Para ilmuwan mengatakan jika masalah kebotakan pada laki-laki merupakan warisan dari ayah mereka. Memang, belum ada penjelasan lebih mendalam soal kebotakan yang menimpa sebagian pria. Namun, masalah keturunan diyakini salah satu faktor yang mempengaruhinya. Masalah kebotakan cenderung dipengaruhi oleh beberapa gen dari salah satu orang tua, atau pun kedua orang tua kita.

2. Intoleransi laktosa
Mereka yang tidak bisa mencerna gula alami dalam susu dan produk makanan sehari-hari lainnya, dikatakan sebagai laktosa intoleran. Kelainan ini sulit dihindarkan karena diwarisi dari nenek moyang dan orang tua mereka.

Prevelansi terendah yakni di pada orang-orang keturunan Eropa Barat Laut, sementara yang tertinggi terdapat di Asia dan Indian Amerika. Ini berkaitan dengan pergeseran masalah mata pencaharian pada zaman dahulu dari pertanian ke pemerahan susu pada 10.000 tahun yang lalu. Masyarakat yang tinggal di daerah peternakan sapi perah berkembang untuk mengembangkan toleransi terhadap laktosa.

3. Jerawat
Para ilmuwan tidak meyakini sepenuhnya jika jerawat hanya disebabkan oleh kelebihan produksi minyak kulit alami, sel-sel kulit mati, kontak dengan hal-hal berminyak, ditambah penumpukan bakteri. Stres dan hormon juga memainkan peran penting sebagai penyebabnya.

Mayo Clinic mengungkapkan, makanan berminyak dan kulit kotor yang kerap kali dijadikan penyebab utama jerawat hanyalah mitos belaka. "Jika orang tua Anda memiliki jerawat, Anda cenderung untuk mengembangkannya juga."

4. Buta warna
Masalah buta warna melanda sepuluh persen pria, sementara kurang dari satu persen wanita yang mengalaminya. Pada pria masalah kebutaan warna ini langsung diwariskan, inilah yang menyebabkan mengapa pria lebih rentan.

Gen untuk reseptor mata, warna merah, dan hijau, letaknya saling berdekatan satu sama lain pada kromosom X. Pria hanya memiliki satu kromosom X yang mereka warisi dari ibu mereka, sementara wanita memiliki dua. Dengan demikian, wanita memiliki gen baik akan mengimbangi salah satu gen yang cacat. 99 persen kasus buta warna disebabkan karena mereka tidak dapat membedakan warna merah dan warna hijau.

5. Penyakit jantung
Jam kerja panjang menjadi salah satu faktor stres yang dapat meningkatkan risiko penyakit jantung. Menurut National Heart Lung dan Blood Institute, AS, merokok, diet buruk dan kurang olahraga merupakan cara yang pasti meningkatkan potensi terkena serangan jantung.

Tetapi faktor keturunan memainkan peran yang kuat. Memiliki riwayat keluarga penyakit jantung dini adalah salah satu faktor risiko utama. (Umi Rasmi/Live Science)

Sumber :
National Geographic Indonesia
»»  READMORE...