KINI Indonesia
bertengger di peringkat satu dunia dalam jumlah pengunduh dan
pengunggah situs porno. Mayoritas pengunduh masih berusia remaja, yakni
pelajar SMP dan SMA.
Pertengahan Januari lalu, Indonesia masih menduduki urutan ketiga setelah China dan Turki. Saat itu, Dirjen Informasi Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) Freddy H Tulung berkilah sebelumnya Indonesia menduduki peringkat kedua. "Setelah Kemenkominfo menerapkan pemblokiran situs porno, peringkat itu turun satu tingkat menjadi peringkat ketiga."
Namun, bagaimana ceritanya sehingga hari ini Indonesia justru nangkring di peringkat pertama? Majelis Ulama Indonesia (MUI) menuding Kemenkoinfo tidak serius bekerja. "Tidak disediakannya dana secara cukup dalam perencanaan anggaran tahunan oleh menteri bersangkutan menunjukkan menteri dan jajarannya tidak serius menangani bahaya pornografi," kata Wakil Sekjen MUI Pusat Tengku Zulkarnaen.
Humas Kemenkominfo Gatot Dewabrata hanya bisa mengakui pemblokiran situs porno saat ini masih lemah. Pemblokiran tersebut masih dapat ditembus. "Belum pernah ada operator dapat memblokir 100% situs porno."
Bahaya yang dikhawatirkan Zulkarnaen sangat mengerikan, terutama di kalangan pelajar. Misalnya ditunjukkan Jumri, mantan Ketua Komisi Perlindungan Anak (KPAI) Kalimantan Selatan. Dengan mengutip data dari dinas kesehatan setempat, Jumri menjelaskan terjadi peningkatan drastis kasus seks bebas di kalangan remaja Kota Banjarmasin. Tercatat angka persalinan usia remaja melonjak dari 50 kasus pada 2010 menjadi 235 kasus pada 2011. Kasus kehamilan tidak diinginkan juga naik dari 35 kasus menjadi 220 kasus.
Itu di Kota Banjarmasin. Seperti apa yang terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, dan Medan?
Kita hanya bisa berharap pada kepolisian. Kasubdit Cyber Crime Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya AKB Audie S Latuheru mengemukakan pihaknya kini gencar melakukan patroli. Anak-anak di bawah umur menjadi prioritas patroli dunia maya (cyber patrol) ini. Menurutnya, kejahatan di dunia maya lebih besar dari segi kuantitas, kualitas, dan intensitas jika dibandingkan dengan kejahatan di dunia nyata. (Tim Media/X-17)
Pertengahan Januari lalu, Indonesia masih menduduki urutan ketiga setelah China dan Turki. Saat itu, Dirjen Informasi Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) Freddy H Tulung berkilah sebelumnya Indonesia menduduki peringkat kedua. "Setelah Kemenkominfo menerapkan pemblokiran situs porno, peringkat itu turun satu tingkat menjadi peringkat ketiga."
Namun, bagaimana ceritanya sehingga hari ini Indonesia justru nangkring di peringkat pertama? Majelis Ulama Indonesia (MUI) menuding Kemenkoinfo tidak serius bekerja. "Tidak disediakannya dana secara cukup dalam perencanaan anggaran tahunan oleh menteri bersangkutan menunjukkan menteri dan jajarannya tidak serius menangani bahaya pornografi," kata Wakil Sekjen MUI Pusat Tengku Zulkarnaen.
Humas Kemenkominfo Gatot Dewabrata hanya bisa mengakui pemblokiran situs porno saat ini masih lemah. Pemblokiran tersebut masih dapat ditembus. "Belum pernah ada operator dapat memblokir 100% situs porno."
Bahaya yang dikhawatirkan Zulkarnaen sangat mengerikan, terutama di kalangan pelajar. Misalnya ditunjukkan Jumri, mantan Ketua Komisi Perlindungan Anak (KPAI) Kalimantan Selatan. Dengan mengutip data dari dinas kesehatan setempat, Jumri menjelaskan terjadi peningkatan drastis kasus seks bebas di kalangan remaja Kota Banjarmasin. Tercatat angka persalinan usia remaja melonjak dari 50 kasus pada 2010 menjadi 235 kasus pada 2011. Kasus kehamilan tidak diinginkan juga naik dari 35 kasus menjadi 220 kasus.
Itu di Kota Banjarmasin. Seperti apa yang terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, dan Medan?
Kita hanya bisa berharap pada kepolisian. Kasubdit Cyber Crime Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya AKB Audie S Latuheru mengemukakan pihaknya kini gencar melakukan patroli. Anak-anak di bawah umur menjadi prioritas patroli dunia maya (cyber patrol) ini. Menurutnya, kejahatan di dunia maya lebih besar dari segi kuantitas, kualitas, dan intensitas jika dibandingkan dengan kejahatan di dunia nyata. (Tim Media/X-17)